2 || Maskulin

90.6K 11.3K 601
                                    


========

2

m a s k u l i n

========




Kali pertama Riv melihat Araf adalah lewat foto lelaki itu yang terpampang di banner salah satu sudut fakultas.

Tertulis nama Ketua dan Wakil Ketua BEM fakultas tahun ini yang menyambut mahasiswa baru di banner yang terpajang pada teralis tangga. Saat itu, Riv masih menjadi mahasiswa tingkat dua. Dan tak lama lagi akan ada sertijab — serah terima jabatan — anggota-anggota organisasi kampus.

Riv hanya mengernyit memerhatikan foto Arraf di sana. Lelaki berkulit sawo matang — sama seperti kebanyakan mahasiswa pada umumnya — beralis tebal dengan tatapan menantang dan senyum miring menghiasi wajahnya. Riv tak bisa membedakan apakah itu senyum bangga atau senyum meremehkan. Hal pertama yang terlintas di benak Riv ketika melihat foto itu adalah: muka mainstream. Kemudian dia beralih melihat wajah-wajah lain dari banner itu. Mencari yang sekiranya pernah dia lihat entah ketika saar OSPEK angkatan atau di mana.

Kali kedua Riv melihat Arraf adalah di kantin fakultas setelah sertijab tahun itu berakhir.

Saat itu, Riv hanya berpikir, Kayak pernah lihat mukanya. Dia bertanya kepada mahasiswi di sebelahnya dan di situlah Riv baru ingat bahwa lelaki yang menempati di meja seberang mejanya adalah mantan Ketua BEM mereka: Arraf Abizard Rauf. Namanya bagus, Riv akui. Namun, kejadian yang selanjutnya dia lihat seketika membuat kebagusan nama itu sedikit terdegradasi.

"Dipa! Ayo, teriak!"

Suara Arraf yang berat dan lantang jelas terdengar di sepanjang kantin fakultas. Sebagian orang yang duduk dekat dengan lelaki itu menghentikan aktivitas mereka. Menatap ke arah Arraf dan ke arah lelaki kurus yang berdiri di samping Arraf.

Sementara itu, Riv membuka mulut sambil membeliak. Sosok lelaki kurus berkulit pucat yang dibawa Arraf ke depan kantin itu memicu perhatian semua orang. Bahkan salah satu penjaga kantin bertanya apa yang sedang terjadi. Namun, Arraf dengan senyumnya mengatakan bahwa tak ada hal yang serius.

Mata Riv masih mengawasi sosok Arraf dan si lelaki kurus yang bernama Dipa itu. Ini serius nggak ada yang mau berhentiin? pikir Riv. Ketika berada di depan kantin, Arraf naik ke atas meja kosong bersama Dipa, benar-benar meminta perhatian semua orang di sana. "Dipa, lo tuh anak pintar! Pemberani!" seru Arraf. "Lo nggak boleh ngomongnya lemah lembut kemayu gitu. Harus lantang! Coba sebut nama lo di depan orang-orang ini! Semuanya, perhatikan ini si Dipa!"

Riv menelan ludah. Kepalanya celingukan, memerhatikan sekeliling. Namun, tak ada yang terlihat ingin menentang. Gila ini orang-orang serius nggak ada yang mau berhentiin? Kemudian, Riv pun menyuarakan isi benaknya ke teman yang duduk di sebelahnya. Jawaban yang Riv dapat hanyalah, "Ya Bang Arraf emang gitu, Riv. Dari zaman dia di BEM juga udah begitu."

Mata Riv makin membeliak. Dia melihat ke sekitar dan memang tak ada yang ingin menghentikan Arraf. "Lo nggak mau hentiin Bang Arraf?"

Temannya itu hanya tersenyum paksa sambil menggeleng.

Riv membuka mulut, merasa syok. "Seriusan?"

"Kalau lo mau coba hentiin, mending nggak usah, Riv. Ntar urusannya panjang kalau sama dia."

Wong edan! Riv melotot lalu kembali memandang Arraf yang berdiri di atas meja bersama Dipa. Arraf meminta Dipa untuk meneriakkan namanya.

Dengan suara lemah lembut, Dipa pun mengikuti perintah Arraf tadi. Dia berteriak dengan suaranya yang memang agak kemayu untuk menyebut namanya. "Saya Dipa!"

Arraf menggeleng. "Kurang! Lebih keras! Yang lantang!"

"SAYA DIPA!"

"Lebih keras lagi! Cowok nggak boleh kemayu gitu! Ayo yang lantang!"

"NAMA SAYA DIPA!"

Arraf terdiam, terlihat bisa menerima usaha dari Dipa. Seisi kantin sunyi. Tak ada yang berani bersuara selain bisik-bisik. Setelah berdeham, Arraf pun mengangguk dengan senyum tipis. Dia menepuk-nepuk punggung Dipa. "Gitu, Dip! Cowok harus kayak gitu! Jangan kemayu-kemayu, kayak...." Arraf memeragakan cara Dipa bersuara yang lemah lembut, "Ehm, maaf, nama saya Dipa...."

Kini, sebagian orang di kantin tertawa. Riv melotot memerhatikan orang-orang terutama para lelaki yang menertawai gaya bicara Dipa. Edan! Ini orang otaknya kenapa, sih? Dipikir maskulinitas cuma dinilai dari gaya orang ngomong, gitu?

Dipa hanya tersenyum saja ketika Arraf memberi wejangan yang didengar di kantin fakultas. Sementara Riv hanya ingin menepuk jidat mendengar wejangan Arraf yang baginya adalah wejangan untuk lelaki yang diperbudak standar masyarakat tentang maskulinitas; laki-laki harus bersuara lantang, tak boleh kemayu, tak boleh lemah lembut, harus terdengar tegas. Tak lama, Dipa pun turun dari meja bersama Arraf. Suasana kantin kembali seperti semula seolah tak terjadi apa-apa.

Kemudian, Riv mengerjap-ngerjap. Masih berusaha mencerna apa yang barusan saja terjadi di hadapannya. Dia menarik dan mengembuskan napas beberapa kali. Matanya juga sempat menangkap sosok Dipa yang kembali ke mejanya bersama teman-temannya — dan kebetulan semua temannya adalah perempuan.

Riv merasa tak perlu membesarkan hati Dipa begitu melihat para teman-teman perempuan Dipa berwajah khawatir dan mengelus pundak Dipa, berusaha menghibur lelaki kurus itu. Riv dalam hati pun berdoa semoga Dipa tak merasa tertekan akibat kelakuan Arraf barusan.

Suasana memang kembali seperti semula. Namun satu hal yang tak kembali adalah penilaian Riv terhadap Arraf. Sebab detik itu, nilai Arraf di mata Riv sudah turun 180 derajat. Itulah sebabnya Riv paling malas harus berhubungan dengan orang seperti Arraf. Lebih baik menghindar karena orang-orang seperti Arraf memang merepotkan.

Hanya saja kadangkala, sesuatu yang manusia hindari justru didekatkan agar dia bisa belajar menghadapi dengan bijak tanpa harus berlari.

Seperti dua tahun setelah kejadian itu, kini Riv justru harus berhubungan dengan orang yang dihindarinya.

[ ].



A/N

Ini catatan buat kalian yang belom kuliah.

Di kampus, tiap jurusan itu punya "OSIS"nya sendiri, namanya Hima (Himpunan Jurusan, tiap kampus bisa beda nama tapi intinya ada 'himpunan'nya). Nah, tiap jurusan kan dinaungi satu fakultas. Tiap fakultas itu punya "OSIS"nya juga, namanya BEM (Badan Eksekutif Mahasiswa). Nah, tiap BEM fakultas itu dinaungi sama satu BEM seuniversitas. Biasanya nama panggilan buat ketua BEM seuniv itu "Presiden BEM" atau "Presma" (Presiden Mahasiswa). Tiap BEM kampus di Indonesia itu dinaungi BEM SI (BEM Seluruh Indonesia), tapi kayaknya nggak semua kampus ikut BEM SI.

Cobatebak Arraf dan Riv anak fakultas apa? Wkwkwk. 

Rotasi dan RevolusiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang