12 || Selingkuh

71.2K 10.9K 1.1K
                                    

========

12

s e l i n g k u h

========



"Eh, tadi filmnya tentang apa, sih?"

Arraf menatap Riv ketika menanyakan hal itu. Dia hanya menonton bagian awal film Moana, kemudian mengantuk dan memilih tidur. Sebenarnya agak sayang uang juga karena dia malah tidur alih-alih menikmati film.

Riv menyendok kuah mi sobanya. "Lo nonton sampai mana?"

"Sampai si Moana udah melaut. Dia mau nyari si manusia setengah dewa siapa itu."

"Maui," balas Riv. "Jadi, si Moana mencari Maui buat bantuin dia untuk mengembalikan The Heart of Te Fiti. Padahal menjelang akhirnya tuh seru lho. Plot twist-nya, ternyata Te Ka, si monster lava yang harus dilawan oleh Maui, itu adalah Te Fiti itu sendiri. Jadi, Te Ka adalah Te Fiti tanpa hatinya. Habis itu Moana mengembalikan hati Te Fiti ke dada Te Ka, bumi kembali hijau, happy ending."

Arraf manggut-manggut sambil mengunyah steak hot plate-nya. "Animasinya keren."

"Tapi lo tidur."

"Gue ngantuk."

"Nggak sayang duit beli tiket? Udah beli tiket mahal-mahal kan sayang aja."

"Sayang, sih. Tapi, ya udahlah. Nemenin lo ini." Arraf mengangkat bahu, lalu teringat sesuatu. "Eh, tadi kenapa lo ngetuk-ngetuk hidung gue pas bangunin?"

"Nggak apa-apa." Riv menelan makanannya. "Hidung lo mancung."

Arraf memutar bola mata. "Iya, gue tahu gue mancung. Tapi kenapa harus diketuk gitu?"

"Nggak apa-apa. Suka aja sama tulang hidungnya."

"Suka sama orangnya juga, nggak?"

"Enggak."

Arraf menarik napas panjang. "Lo emang suka banget bilang 'enggak', ya."

"Memangnya harus bilang iya?"

"Ya... nggak harus, sih." Arraf menghela napas. Lalu bertanya lagi, "Pertimbangan lo biar gue bisa jadi pacar lo, apa?"

"Nikmati proses, nggak usah terburu-buru," ujar Riv, santai. Matanya melirik Arraf. "Lo udah kebiasaan goals-oriented, ya. Jadi kalau PDKT benar-benar memastikan dan yakin hasilnya adalah pacaran. Kalau lo nggak yakin bisa pacaran, lo pasti mundur, karena lo nggak mau melakukan sesuatu yang hasilnya nggak pasti."

Arraf bergeming, lalu tersenyum tipis. "Gue jadi takut sama lo."

"Karena tebakan gue benar?"

"Ya. Kayak lo tuh bisa ngebaca gue segampang itu." Arraf mengangkat bahu. "Orangtua gue dan teman-teman gue aja nggak ada yang bisa kayak lo."

Riv berhenti mengunyah. Dia lalu mengaduk mi sobanya sambil menelan makanan. Agak ragu, dia menatap Arraf, lalu bertanya, "Are you okay?"

"Of course I am. Kenapa?"

Riv menatapi mi sobanya sambil berpikir beberapa detik. "Nggak apa-apa. Gue cuma takutnya lo merasa kesepian karena nggak ada yang bisa memahami lo."

Arraf membeliak. Merasa tertegun. Sungguh, kadang dia benar-benar takut dengan akurasi analisis Riv. Riv bisa membacanya seolah dia ini buku yang terbuka. Dan dia justru merasa tak aman jika seperti ini.

Rotasi dan RevolusiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang