31 || Toleransi

60.9K 6.8K 1.1K
                                    

A/N

Ini chapter tersulit yang pernah gue tulis di cerita ini.

Hampir 7k words. Modar, modarlah kelen semua.

-;-

31

: t o l e r a n s i :




Wisaka Abimanyu adalah mahasiswa baru ketika pertama bertemu Arraf.

Waktu itu tahun 2010, Arraf masih menjadi mahasiswa tingkat dua. Kegiatannya saat itu adalah menjabat sebagai Kepala Divisi Humas di himpunan jurusannya, menjadi Asisten Praktikum dua mata kuliah, menjadi Ketua UKM Silat, serta tengah bersiap mengikuti LKTI baik yang diselenggarakan dari dalam negeri maupun internasional.

Karena Arraf menjadi Asisten Praktikum dua mata kuliah yang diikuti Icak, sehingga Icak dan mahasiswa sekelasnya pasti mengenal Arraf. Tak sulit untuknya akrab dengan Icak atau adik tingkat yang lain. Sebab Arraf selalu menerima siapa pun yang ingin berteman dengannya. SKSD pun juga tak masalah, asal sopan. Icak adalah anak yang menurutnya aktif di kelas dan menyenangkan, sehingga banyak yang menyukai anak itu dan mudah untuk akrab dengan Icak.

Keakraban Arraf yang tadinya hanya sekadar kakak tingkat dengan juniornya pun bertambah setelah Icak masuk ke dalam divisi yang dipimpin Arraf pada himpunan mahasiswa. Icak juga memasuki forum Leaders Ladder bersama Arraf, yakni forum penampung para mahasiswa yang tertarik untuk pelatihan kepemimpinan dan soft skill lainnya. Forum ini juga menjadi ajang memperbanyak teman dan link untuk beasiswa. Kelak ketika Arraf menginjak tahun ketiga kuliah, jabatan Ketua Leaders Ladder dipegang olehnya.

"Gue cuma bisa ambil 18 SKS semester ini. Jadi lo semua bisa kebayang kan, betapa makin gabutnya gue? Makanya gue mau bikin bisnis di waktu senggang."

Ujaran itu dilontarkan oleh Birowo, salah satu teman seangkatan Arraf yang berbeda fakultas. Arraf, Birowo, Icak dan beberapa teman mereka tengah duduk di kantin FMIPA ketika pembicaraan itu berlangsung.

"Bisnis apaan?" balas Arraf setelah mengunyah mi ayamnya. "Kalau bisa sih, jangan jualan produk yang sama kayak mahasiswa lainnya."

"Gue mau jualan sempol, Raf."

"Terus? Kendalanya apa?"

"Pasarinnya itu. Iya, gue bisa bikin poster gitu. Tapi gue mau menjangkau ke semua fakultas gitu. Sementara teman gue juga nggak banyak, jadi ya gue bingung harus mulai dari mana."

Arraf mengangguk. Otaknya seketika sudah menyusun rencana untuk Birowo. "Gue bantuin," ujarnya segera. "Tapi, lo juga harus mau usaha. Gue kenalin ke mahasiswa yang cukup berpengaruh di tiap fakultas. Nanti mereka pasti mau kok bantuin promo dagangan lo selama dagangan lo emang bagus. Jadi, lo wajib jaga kualitasnya." Terdiam sejenak, Arraf mengingat-ingat jadwalnya minggu ini. "Hari Kamis gue ada sparring futsal kampus sama Bang Igam, Ketua BEM Fisip. Di situ juga ada beberapa kating macam-macam fakultas yang ikut sparring. Dah, lo ikut aja bawa dagangan lo."

Birowo mengangkat alis. "Serius lo?"

"Seriuslah. Elonya juga yang serius jalanin bisnis lo. Gue mah cuma bisa bantu-bantu gini doang."

"Itu udah ngebantu banget, Raf," ujar Birowo dengan cengiran. "Weh, thank you banget, yak. Lusa dah gue bawain contoh sempolnya ke elo."

Arraf mengangguk. Dia pun lanjut membicarakan tentang bisnis kecil Birowo itu hingga Birowo harus pergi untuk menghadiri kuliah selanjutnya. Sepanjang menyimak obrolan Arrafn dan Birowo, Icak jelas kagum dengan Arraf yang mau membantu orang-orang lain. Namun, jelas ada yang mengganjal Icak hingga dia tak banyak bicara ketika Arraf dan Birowo mengobrol, yakni, "Lo yakin mau bantuin Bang Birowo?"

Rotasi dan RevolusiWhere stories live. Discover now