6 || Balasan

78K 11.9K 1.3K
                                    


========

6

b a l a s a n

========



"Jadi, kamu dekat sama Bang Arraf."

Riv tak tahu harus berekspresi apa ketika Nirvana mengeluarkan pernyataan barusan. Temannya itu tak sengaja melihat nama pengirim chat yang tadi muncul di ponselnya. Dan sebagai anak FMIPA, Nirvana pasti tahu siapa itu Arraf Abizard Rauf. Riv merasa cukup beruntung karena dia berteman dengan Nirvana yang antidrama. Sebab jika dia berteman dengan kelompok mahasiswi yang suka haus drama, gosip aneh pasti sudah menyebar ke mana-mana. Padahal ajakan Bang Arraf di chat tadi juga bukan ajakan kencan. Bisa jadi Bang Arraf minta gue buat ngelakuin sesuatu terkait kegiatan kampus, pikir Riv.

"Sebenarnya, cuma berhubungan buat skripsi aja, sih," ujar Riv, santai. "Salah satu bahan yang gue pakai buat skripsi juga pernah dipakai Bang Arraf di skripsinya. Polidopamin byssus kerang. Bahan itu udah disintesis sama Bang Arraf dan masih ada sisanya. Jadi, gue minta ke dia."

Nirvana mengangguk. "I see," ujarnya, lalu kembali membuka laptop untuk mengetik sesuatu. Dan ketika Riv pikir pembicaraan ini sudah selesai, Riv mendengar Nirvana berkata, "Kalau pun kalian dekat dalam arti asmara juga nggak masalah, kok. Aku dukung."

Riv yang tadinya ingin membuka berita dunia di browser pun membeku. Mengernyit heran. Ini ganjil sekali. Nirvana jarang berbicara tentang asmara. Ya, memang NIrvana sama seperti mahasiswa lainnya yang juga punya artis lelaki idola dan menyukai cowok-cowok atletis. Namun, jarang sekali gadis itu bicara dalam konteks asmara. "Uhm... kok, bisa? Jangan bilang lo dukung cuma gara-gara Bang Arraf itu pernah jadi Ketua BEM, berprestasi, lalalala, dan dinobatin cewek-cewek sebagai calon menantu idaman."

Nirvana mengernyit, lalu menyengir sendiri. "Kalau kamu yang jadi calon mertuanya, dijamin Bang Arraf bukan calon menantu idamanmu."

"Ya iyalah. Terlalu ngikut standar masyarakat banget. Kalau gue punya anak yang demennya rebel sama standar, gimana? Sengsara yang ada hidup bareng laki macam itu."

"Masa, sih?" Nirvana menoleh, menopang dagunya sambil menatapi Riv. "Menurutku, kalian cocok aja, kok."

Riv memutar bola mata. "Plis, nggak usah kait-kaitin sama pasangan opposites attract atau apalah. Bikin gue muak."

Nirvana tertawa. "Aku juga muak. Walau aku nggak menampik hal kayak gitu sering terjadi."

"Tergantung sampai batasan mana opposites-nya sih, kata gue," ujar Riv. "Kalau udah berlawanan prinsip sama visi-misi, yakin deh, pasti bakal susah banget cocok."

"Setuju," ujar Nirvana, kalem. "Kalau punya teman beda prinsip, masih bisa berteman. Tapi kalau punya pasangan hidup beda prinsip, susah jalan pernikahannya."

"Iya, karena prinsip dan visi-misi yang sama itu kayak dasar-dasar awal sebelum nikah, kan," ujar Riv, membuka beberapa tab untuk berbagai berita yang menarik perhatiannya. "Dan Bang Arraf sama gue beda prinsip."

"Tahu dari mana?"

"Let's just put it like this." Riv menarik napas. "Jika standar masyarakat itu sebuah tebing yang membentuk jalan bagi society, yang ingin gue lakukan adalah ngeludahin dan menghancurkan tebing itu. Sementara yang ingin Bang Arraf lakukan justru berdiri di puncak tebing itu biar orang-orang pada melihat dia dan mengikuti dia, seolah dia adalah dewa. Dan dia akan jalan mengikuti jalan di tebing itu, menuntut orang-orang buat mengikuti apa yang dia lakukan."

Rotasi dan RevolusiWhere stories live. Discover now