30 || Publikasi

60.1K 7.4K 642
                                    

A/N

gue revisi dikit cerita ini, jadi sebelum chapter "Magis", ada dua chapter yg baru gue tulis. We'll see Icak and Arraf in the next chapter. 

Sori lama update. Gue sebenernya udh nulis 50-an halaman lanjutan cerita ini tapi gue abaikan krn adegan2 yg ditulis di situ kayak nggak guna. Jadi ya gue tulis baru yg ini. 

-;-


========

30

p u b l i k a s i

========



Satu setengah bulan pacaran, Arraf memutuskan bahwa dia sudah tak ingin backstreet lagi.

Dia ingat, permintaan dari Riv adalah minimal dua bulan pacaran. Sebulan pertama memang tak ada hambatan. Mereka berkencan dengan bertemu langsung di lokasi janjian. Namun, Riv juga tak sering menerima ajakan Arraf karena masih sibuk dengan skripsinya. Arraf berusaha paham meski dia tetap saja ingin bertemu dengan Riv — kalau bisa tiap hari. Sayang, dia tak tinggal dekat dengan indekos gadis itu. Seminggu sekali pun belum tentu bertemu meski mereka tinggal di kota yang sama.

Riv memberi kabar kepada Arraf bahwa gadis itu free pada akhir pekan. Namun, hari Sabtu ingin Riv luangkan untuk menghadiri penutupan acara Oksigen. Sudah satu bulan dua minggu berlalu dari awal pembukaan Oksigen dihelat. Cabang Olahraga terakhir yang dilombakan pada penutupan adalah Cabor Aerobik. Saat hari Kamis Riv mengabari hal ini via telepon, gadis itu pun bertanya, "Kamu mau ikut, Raf?"

"Ayo aja," jawab Arraf yang kala itu baru pulang kantor dan duduk di ruang tamu. Jujur, Arraf rindu. Kata itu memang menggelikan, tetapi memang itulah kata yang mendefinisikan perasaannya. Dia ingin bertemu segera dengan Riv. Sudah lama dia tak bertemu gadis itu. "Kita udah sebulanan nggak ketemu, Riv. Nggak kangen apa kamu?"

Riv mengangkat alis, lalu dengan kalem bertanya, "Apa ini cara kamu buat bilang kamu kangen aku?"

Arraf terdiam. Merasa agak mati kutu. "Ehem," Arraf berdeham, menatapi langit-langit ruang tamunya. "Ge'er amat kamu. Nggak kangen ini mah. Nanya aja."

"Nanya buat tahu apa aku kangen juga sama kamu?"

Lagi, Arraf membisu. Pipinya terasa panas. Jika saja Riv ada di depannya, dia pasti sudah mengalihkan wajah dari tatapan ala peneliti Riv. Arraf berdeham lagi, mengalihkan pembicaraan. "Kamu tadi nanya aku ikut Oksigen apa enggak. Iya, aku ikut. Kamu keberatan?"

"Kamu mau go public di Oksigen?"

"Yeah. Hampir dua bulanan ini kita oke, kan?"

"Iya, sih." Riv terdiam sesaat, mengulum bibirnya sambil berpikir.

Dia tahu bahwa dalam perihal go public ini, yang bermasalah hanyalah dirinya. Arraf jelas senang-senang saja mendeklarasikan kepada orang-orang bahwa mereka sudah berpacaran. Sudah siapkah dia dikenal orang-orang sebagai 'pacar Arraf'? Riv di seberang sambungan menarik napas. Tahu bahwa cepat atau lambat, dia pasti harus menghadapi hal ini. Entah itu teman kampus, teman kantor, atau keluarga Arraf; Riv tahu bahwa dia harus bisa menyesuaikan diri kepada mereka untuk bersikap sopan dengan attitude terjaga untuk menjaga citra Arraf.

Rotasi dan RevolusiWhere stories live. Discover now