25 || Tes

53.6K 8.4K 1.6K
                                    

========

25

t e s

========



Ada jeda sepuluh detik.

Arraf membeliak, terkejut bukan main. Wajahnya terlihat syok. Dia butuh waktu beberapa detik untuk mencerna sebelum akhirnya bertanya, "Sejak kapan?"

"Dari sebelum dia nikah." Riv menatapi jalan setapak khusus pejalan kaki di taman itu. Lalu kembali melangkah disusul Arraf. "Tapi, bokap gue baru coming out ke keluarga kami dua tahun lalu."

Arraf masih terdiam. Berusaha mencerna. Kemudian, yang membuatnya heran adalah, "Bentar dulu. Bokap lo nikah sama cewek?" Arraf terdiam lagi, berhati-hati bertanya, "Sori kalau kata-kata gue bikin tersinggung. Tapi, lo bukan anak kandung?"

"Gue anak kandung. Dan ya, bokap gue nikah sama ibu gue yang cewek."

"Tapi... kata lo gay...."

"Dia cinta sama ibu gue," Riv meyakinkan. "Dia awalnya cinta aja tanpa nafsu, karena dia nafsunya tetap ke cowok. Tapi lama kelamaan, dia bisa nafsu... cuma ke nyokap gue aja, nggak bisa ke cewek lain. Nafsu 'normal' versi dia tetap ke cowok."

Arraf mengerjap. Penjelasan ini benar-benar di luar dugaannya. "Kenapa... kenapa bokap lo nggak pacaran sama sesama jenisnya?"

"Karena bokap gue cinta sama ibu gue," jawab Riv, lalu menghela napas. "Iya, gue tahu pasti susah banget buat lo menerima ini. Gimana mungkin cinta tapi nggak nafsu? Yah, tapi itulah yang dirasakan bokap gue. Cinta memang beda sama nafsu. Dia tetap stay di rumah tangga ini ya karena dia cinta sama nyokap gue dan mau bertanggung jawab atas pilihan dia."

"Tapi, kenapa bokap lo harus sama ibu lo?"

"Kenapa lo merasa harus pacaran sama gue?"

Arraf terdiam, mencerna. Mereka masih melangkah pelan di taman. "Karena gue suka sama lo dan karena lo yang paling bisa memahami gue."

"Itulah yang dirasakan Bokap," terang Riv. "Nyokap adalah orang yang mencintai, menerima, dan memahami dia. Kenapa malah nyokap gue dan bukan cowok aja? Ya karena bokap gue merasa nyokap guelah yang paling memahami dan menerima dia." Riv menghela napas panjang. "Lo mau nanya sampai puter-puter kayak gimana ya jawabannya itu. Iya, gue tahu itu susah dipahami. Gue juga dulu bingung. Gimana caranya bisa cinta? Ya karena udah biasa sama nyokap gue, mereka nyaman satu sama lain. Nggak ada yang merasa terpaksa menjalani pernikahan itu."

"Bokap lo bukan... dipaksa sama keluarganya buat nikah sama cewek straight?"

"Enggak. Nikah emang keinginan bokap gue." Riv memejamkan mata. "Gue harap lo mau menerima penjelasan bahwa emang bokap gue tetap mencintai nyokap gue, gue harap lo bisa terima bahwa nafsu itu berbeda dari cinta. Iya, gue tahu susah memahaminya. Cuma yah, kalau lo nggak bisa terima, ya udah, Raf. Gue cuma mau jelasin aja kenapa gue merasa kita nggak bisa jadian. Karena gue pikir lo nggak kan bisa menerima anomali kayak gini."

"Kata siapa?" tanya Arraf, tak terima. Dia berhenti melangkah, membuat Riv ikut berhenti. "Kata siapa gue nggak bisa nerima?"

Riv menatap Arraf, menelan ludah. "Kata gue barusan. Habis kan lo... yah, konformitas ke standar masyarakat."

"Iya, gue memang menyesuaikan diri dengan standar masyarakat and I have no problem with that," terang Arraf. "Tapi, Riv, jujur. Misal orangtua lo tukang judi, pemabuk, atau apalah, gue tetap bakal terima lo. Karena lo bukan orangtua lo."

Rotasi dan RevolusiWhere stories live. Discover now