10 || Kesempatan

78.3K 11K 1.6K
                                    

========

10

k e s e m p a t a n

========




Arraf menatap dirinya di cermin toilet pria salah satu pusat perbelanjaan.

Dia menatap lingkaran hitam di bawah matanya yang sudah lama terbentuk. Lingkaran hitam itu makin mencekung ketika dia memasuki tingkat tiga kuliah yang merupakan puncak kesibukannya, saat tugasnya makin banyak dan rapat organisasi serta eksekusi-eksekusinya tetap harus berjalan. Arraf terbiasa dengan kesibukan hingga rasanya ganjil sekali jika dia menganggur. Dalam seminggu, dia selalu kuliah dari Senin hingga Sabtu, dan hari Minggu dipakai untuk mengerjakan tugas, mencicil belajar, atau jalan ke luar bersama teman-temannya. Jarang sekali ada hari menganggur. Waktu luang biasa dia habiskan untuk menyusun anggaran pengeluaran serta menulis target-target mingguan dan deadline terdekat. Hidupnya selalu terencana. Namun, Arraf tidak naif. Dia cukup sadar bahwa memang tak semua hal yang dia rencanakan bisa tercapai sesuai keinginannya - dan itu tidak masalah. Masih ada kesempatan-kesempatan lain untuk mewujudkannya.

Rencana-rencana yang Arraf susun membuat dia bisa melihat seperti apa dirinya di sepuluh tahun mendatang. Menjadi pria sukses yang banyak koneksi, sering diundang pada acara-acara penting, pencapaiannya diliput media, dia memiliki istri cantik dan anak berotak cemerlang, serta tinggal di komplek perumahan yang bagus. Itu adalah kehidupan sempurna versi Arraf yang pasti akan dia dapatkan. Dan tidak, ini bukan keangkuhan. Ini kepercayaan diri bahwa dia yakin dia bisa mencapainya.

Dalam kehidupan yang serba tidak pasti ini, rencana demi rencana adalah penyelamat hidupnya. Arraf tak terlalu suka bertindak impulsif. Efeknya bisa sangat merepotkan, sulit diterka di mana ujungnya. Riv impulsif dan itu merepotkan Arraf.

Arraf sadar bahwa harusnya dia tak perlu memikirkan gadis itu lagi dan fokus saja pada perempuan yang sedang jadi teman kencannya malam ini. Sialnya, barusan saja dia kembali mengingat Riv. Kenapa otaknya tak bisa diajak bekerja sama untuk fokus saja pada gadis lain?

Arraf memejamkan mata, menarik napas untuk menenangkan diri. Kemudian, dia bersandar di dinding sebelah wastafel sambil membuka ponselnya. Layar menunjukkan chat terakhirnya dengan Riv. Permintaan untuk memberi waktu memikirkan langkah selanjutnya.

Dua minggu telah berlalu dan Arraf mencoba berkenalan dengan perempuan lain. Jasmine adalah salah satunya. Gadis itu adalah putri konglomerat yang merupakan teman ayahnya. Arraf pastinya menjaga citra keluarga di depan Jasmine, tetapi dia cukup tahu bahwa jika ternyata mereka tak cocok, dia akan berusaha mengubah hubungan ke arah pertemanan dengan baik-baik.

Jasmine terlihat tertarik kepadanya. Arraf tahu itu. Terlihat dari wajahnya yang tersipu ketika dia puji serta dari antusiasmenya menyimak obrolan Arraf. Mata Jasmine terlihat berbinar ketika Arraf bicara. Jelas tidak seperti Riv yang justru sering menatapnya seolah dia ini hewan penelitian. Harusnya perempuan seperti Jasmine yang menarik hatinya. Biasanya selalu yang seperti ini. Sungguh, Jasmine perempuan baik-baik yang cantik dan tanpa perlu Arraf konfimasi lebih lanjut, Arraf yakin Jasmine sesuai standarnya. Namun kenapa dia justru selalu terbayang akan Riv di sepanjang kencan dengan Jasmine?

Menyimpan ponsel seraya mendesah, Arraf keluar dari kamar mandi, kembali duduk di depan Jasmine yang malam itu mengenakan dress merah jambu lembut, terlihat manis. Arraf menikmati makan malam dan obrolan bersama Jasmine. Namun sungguh, meskipun dia bisa mengikuti dan cukup cocok, dia merasa obrolannya agak dangkal dibanding Riv. Sial. Riv lagi. Kapan otaknya bisa berhenti membanding-bandingkan perempuan mana pun dengan Riv?

Rotasi dan RevolusiWhere stories live. Discover now