11 || Kencan

66.8K 11.1K 1.3K
                                    

========

11

k e n c a n

========



"Hei, maaf telat."

Arraf menoleh ke arah Riv yang baru saja datang. Matanya mengerjap melihat pakaian Riv yang terlihat santai. Kaus lengan panjang garis-garis dengan bahu terbuka yang didalami tank top serta celana jins menjadi pakaiannya hari itu. Riasan minimalis membuat Riv makin cantik. Arraf suka warna lipstik yang dipakai Riv hari itu. Terlihat seperti warna red wine yang bisa memabukkan. Lelaki itu pun geleng-geleng kepala. Mabuk di bibir itu enak deh kayaknya.

Namun, dia jelas takkan mengatakannya. Setidaknya, bukan sekarang. "Nggak apa-apa," ujar Arraf, berdeham, berusaha santai kendati jantungnya mulai berdebar lebih cepat. Dia mulai tak suka ini. Dia tak suka sesuatu yang tak terkendali. Otaknya segera berpikir untuk mencari topik obrolan. "Gue udah beli tiketnya. Film Moana, kan?"

"Eh, udah?" Riv segera merogoh tas selempangnya yang sedikit robek. "Berapa harga tiketnya? Sini gue bayar."

"Nggak usah," ujar Arraf. Tersenyum. "Tapi lain kali kalau kita nonton lagi, lo yang bayar."

"Oh, oke." Riv segera menyetujui, kemudian mengecek jam tangannya. "Eh, udah mau mulai belum?"

"Belum ada pemberitahuan. Kita studio 1." Arraf menepuk kursi tunggu bioskop di sebelahnya yang kosong. "Duduk dulu, Riv."

Riv mengikuti ucapan Arraf. Kemudian dia bertanya, "Udah nunggu lama?"

"Nggak, kok. Barusan kelar ngantre sama bayar tiket, terus lo datang." Arraf menyenderkan punggungnya ke dinding yang berdempetan dengan kursi tunggu. Menyilangkan tangan. "Lo tadi ke sini naik apa?"

"Naik ojek online. Kenapa?"

Senyum Arraf spontan tersungging. Dia segera beranjak dari posisi bersandarnya untuk lebih dekat dengan tubuh Riv. "Nanti gue yang antar lo pulang, ya."

Riv berpikir sejenak, lalu menaik-turunkan kepala. "Oke."

"Oke?" ulang Arraf, sangsi, tetapi senang mendengarnya. "Tumben nggak protes."

"Kenapa harus protes?"

"Yah, biasanya lo protes kalau gue minta sesuatu."

"Oh. Gue cuma bakal protes kalau lo minta sesuatu dengan nggak tahu diri atau dengan maksa, sih. Kalau woles kayak tadi sih oke-oke aja."

Arraf bergumam. Atas permintaan Riv beberapa hari lalu, mereka jadi ke bioskop pukul setengah satu siang, baru dilanjut makan setelahnya. Tak lama, pemberitahuan mengenai film yang tayang di studio bersuara. Arraf dan Riv pun memasuki studio dan mulai menonton film.

Riv menghabiskan waktu dengan fokus menyimak film dari awal hingga habis. Dia tak terlalu suka diganggu jika menonton. Itulah kenapa dia tak terlalu suka mengobrol jika film sudah terputar. Hingga akhirnya layar menampilkan bagian credits dan lampu studio kembali menyala, barulah Riv menoleh ke samping, menemukan Arraf yang justru tertidur di kursinya.

Riv mengerjap. Entah mengapa tak kaget Arraf malah tidur. Sedari awal, dia sudah berasumsi bahwa kemungkinan besar, Arraf bukan penikmat film. Barangkali hanya beberapa jenis film yang dia suka.

Menarik napas, Riv menatap alis Arraf yang tebal dan agak berantakan. Bulu matanya juga tebal, tetapi sama sekali tidak lentik dan panjang. Hanya ketahuan tebal jika dilihat dari dekat.

Rotasi dan RevolusiWhere stories live. Discover now