2.0. LunatiC : Si Cengeng

102 14 1
                                    

Tanpa berkata apa-apa, aku berdiri tegap dihadapannya. Menatapnya dengan pikiran dan emosi yang bercampur aduk. Bingung. Apakah aku harus marah atau menangis.

"Kau..."

Dan pemuda itu menatapku dengan wajah terkejut.

Wajah nya itu... bagaimana bisa kulupakan?

Tin... Tin...

Bis yang sejak tadi ditunggu tak ku hiraukan. Aku masih tetap berdiri sambil menatap seseorang dihadapanku. Yang balas menatap ku. Angin kencang datang bersamaan dengan bis yang melaju.

"Hai, bagaimana kabarmu?" dia tersenyum tanpa beban. Aku yang melihat itu hanya bisa menggepalkan tanganku dan melayangkan tinju pada wajahnya.

Buagh!

"BRENGSEK!"

Dia meringis sambil menatap hidungnya yang mengeluarkan darah.

"KAU BODOH!" Umpatku.

"Erick.." Dia memanggil namaku dan tanpa sadar air mataku jatuh.

"Kenapa kau memukulku?" tanyanya sembari menatapku dengan tangan yang masih memegangi hidungnya.

"Aku... aku bahkan sudah mengucapkan selamat tinggal..." jawabnya. Dia menunduk menatap tanah berlapis aspal dibawahnya.

"Tidak ada yang menginginkan kau pergi, bodoh..." Aku mulai menangis. Jika saja aku dalam keadaan sadar saat ini, aku pasti sudah malu karena menangis dihadapannya. Tapi, emosi telah menguasai pikiranku.

"Aku.. aku hanya..."

"Rika... Dave, Nina, Rudi... mereka semua merasa bersalah atas kepergianmu..." Air mataku jatuh disaksikan oleh seseorang di hadapanku yang telah menengadahkan kepalanya. "...begitu juga denganku..."

"aku mencarimu kemana-mana, tapi tidak menemukanmu dimana pun... kemana kau pergi?"

"Erick, aku hanya tidak ingin menyakiti semuanya"

"Itu yang kau katakan! Tapi kau berakhir dengan menyakiti kami semua!"

"Aku... tidak tahu..." Dia menatapku dengan mata berkaca-kaca. Entah itu karena pantulan lampu jalan, atau karena dia memang ingin menangis.

"Aku juga merasa bersalah karena telah meninggalkan kalian semua... aku sangat merindukan kalian..."

Dia menepuk bahuku. "Jangan menangis, dasar Cengeng!"

Mendengar kata-katanya, aku menarik nafas. Aku menghapus air mataku dan mulai tersenyum.

Gilang juga tersenyum.

***

Aku dan Gilang pulang ke panti dengan berjalan kaki (karena kami ketinggalan bis terakhir di malam itu). Lagipula, jaraknya tidak terlalu jauh. Sebenarnya, Gilang berkata bahwa Ia ingin pulang ke rumah lamanya yang saat ini ditempati kakak sepupunya. Tapi, aku menawarkan padanya untuk berkunjung sebentar ke rumah panti kami. Aku pikir, dia akan menolak. Tapi, dia malah menerima tawaranku dengan senang hati.

"...gi"

"Hah? Apa?" tanyaku pada Gilang. Aku melamun sejak tadi, tidak bisa berhenti tersenyum karena perasaan senang yang teramat sangat.

"Aku bilang, tidak menyangka aku bisa bertemu denganmu lagi" katanya.

"Aku juga..." jawabku. "Kira-kira bagaimana ya ekspresi mereka jika bertemu denganmu?"

"Oh tidak!" kata Gilang.

"Kenapa?"

"Dave dan Rudi tidak akan menonjokku seperti yang kau lakukan kan?" Ucapnya panik. Aku tertawa kecil.

LunatiC : Deep World Dark Side [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang