2.3. LunatiC : Pulang

101 15 2
                                    

Di tengah padang rumput yang luas ini, orang-orang berpakaian serba hitam berkumpul. Tidak banyak, hanya sedikit. Beberapa diantaranya adalah orang yang kukenal, mereka termasuk teman sekelasku juga keluargaku. Semenjak kecelakaan itu, hingga sekarang pun aku tidak mengucapkan sepatah kata pun. Aku tidak menangis seperti kebanyakan orang. Hanya diam memandang.

Berfikir, akan jadi apa persahabatan kami nantinya? Sedangkan Rika kini terbaring di dalam kubur. Senyuman terakhir yang dia tunjukkan seperti ucapan 'selamat tinggal' untuk selama-lamanya.

Satu per satu dari mereka pergi meninggalkan pemakaman. Gilang menepuk bahuku dan berkata bahwa dia akan mampir sebentar sebelum pulang. Lalu, dia pergi diikuti oleh Dave. Orang tuaku menatapku sedih, namun aku tidak ingin membalas tatapan mereka. Di sini hanya tinggal aku, Rudi. Nina, dan Rika. Ya, Rika. Dia bersama kami sekarang kan? Aku tahu kalau saat ini dia duduk diatas makamnya sendiri sambil menatap kami bertiga, meski kami tidak melihatnya.

Omong kosong. Aku hanya berharap.

"Erick, kau tidak pulang?" Tanya Rudi. Aku tetap membatu di tempat. Masih segar dalam ingatanku, kilas balik yang berputar ke tempat aku dan Rika menunggu kedatangan Yuki. Setelah aku meninggalkan Rika, telefon berdering. Aku berlari ke luar kampus untuk pergi ke tempat Rika berada. Jantung yang berdetak hebat dan pikiranku yang kacau, mewarnai perjalanan. Tapi bukan dengan warna-warna indah.

Sesampainya disana, Cairan merah pekat membanjiri. Terlihat diantara kaki-kaki polisi dan para wartawan. Garis kuning yang menghalangi, dan orang-orang yang menatap ngeri. Tangisan Yuki yang menggema, bersamaan dengan perasaan bersalahnya. Telefon yang berdering. Dan aku yang membeku.

Rika meninggal karena sebuah kecelakaan. Sesuatu terjatuh dan memotong kepalanya. Bersamaan dengan itu, cairan merah memancar keluar. Kertas-kertas putih jatuh berserakan, basah, dan berubah warna menjadi merah. Tanganku bergerak untuk menutup hidung dan mulut. Merasakan sesuatu yang akan keluar dari kerongkongan.

"Kami turut berduka cita" Suara seorang wanita menyadarkan ku dari masa lalu. Aku menoleh sedikit. Melihat Nina berbicara dengan dua orang wanita yang wajahnya terlihat tidak asing. Beberapa saat kemudian, mereka berpelukan. Nina menghapus air matanya, dan melambai saat mereka mulai meninggalkan pemakaman.

Aku kembali mengalihkan pandanganku.

"Siapa mereka?" Aku mendengar Rudi berbicara.

"Jangan bilang kau lupa? Mereka adalah teman sekelas kita, bukan?" Kata Nina.

"..." Rudi hanya diam.

"Lisa dan Alice"

"Oohh... ya ya ya, aku ingat! Tapi, apa yang kalian bicarakan?"

Diam sejenak.

"Sebenarnya, mereka meminta maaf padaku atas sikap mereka selama ini"

"Kalian bertengkar? Kudengar kalian berteman baik"

"Pada awalnya memang iya, tapi semenjak aku dekat dengan kalian... Mereka mulai menjauhiku."

"..." Rudi hanya diam.

"Ketika aku bertanya kenapa mereka menjauhiku, mereka bilang kalau mereka tidak ingin berurusan dengan orang gila"

"Hei, aku tidak gila!"

"Maksudku bukan kau! Mereka memang tidak punya masalah denganmu dan Erick. Tapi,... kau tahu kan?"

"Rika?" suara Rudi terdengar ragu.

"Dan Dave" tambah Nina.

"Bukankah selama ini tidak ada yang mempermasalahkan itu?"

"..." Nina hanya diam.

LunatiC : Deep World Dark Side [END]Where stories live. Discover now