PART 1

85.1K 3.3K 561
                                    


Kurang apalagi coba. Punya orang tua, punya adik kembar dan ditambah lagi dengan harta berlimpah. Setidaknya ia bisa memiliki yang namanya kebahagiaan dunia. Ya ... itu menurut semua orang yang beranggapan tentang dirinya. Tapi sebenarnya ia tak sebahagia itu. Karena sampai saat ini, masalah hati, ia masih kalah. Meskipun banyak wanita yang berminat untuk menjadi pendampingnya, tetap saja menurutnya belum ada yang cocok.

Arland bisa dibilang fotokopi 100% dari Alvin, papanya. Sikapnya dingin jika sedang serius, meskipun dia selalu serius di setiap waktu.

Seperti hari-hari biasanya. Pekerjaan membuat tak ada ruang untuk meliburkan diri. Lebih tepatnya, sengaja tak libur.

"Pagi," sapanya pada Alvin dan Kim yang saat itu sudah berada di meja makan.

"Kamu mau ke kantor?" tanya Kim melihat penampilan putranya yang sudah rapi dengan setelan kantor.

"Iya, Ma," jawab Arland yang langsung duduk di kursi.

"Berkas-berkas semalam sudah selesai, kan?" Giliran Alvin, papanya yang bertanya.

"Sudah, Pa."

"Hari ini nggak ada jadwal ke Rumah Sakit?"

"Ntar, agak siangan, Ma," jawabnya singkat.

Tipenya adalah satu jawaban untuk satu pertanyaan. Jadi, jangan berharap kalau ia akan menambah penjelasan pada jawabannya.

Baru saja ia akan menikmati roti tawar dengan selai kacang ... bahkan makanan itu sudah ada di depan mulutnya, tiba-tiba terhenti saat mendengar suara kehebohan diiringi langkah kaki berlarian dari lantai atas. Napsu makannya hilang seketika dan menaruh kembali makanan itu di piring.

"Kenapa nggak dimakan?" tanya Kim.

"Tiba-tiba saja aku jadi kenyang," jawabnya sambil bersandar di kursi dengan kedua tangannya berada di saku celananya.

Benar saja feeling-nya. Beberapa saat kemudian, tiba-tiba dua makhluk imut nan menggemaskan datang sambil berlarian. Mereka adalah saudari kembarnya ... Lauren dan Lhinzy.

"Pagi Ma, Pa ... pagi Kakak tersayang," sapa keduanya sambil duduk di kursi masing-masing.

"Kalian berdua meributkan apalagi?" tanya Alvin yang sedang membaca koran.

"Kami tidak ribut ... benar, kan, Zy?" Lauren mengarahkan pandangannya kearah saudarinya yang ada di sebelahnya.

"Iya, tidak ribut. Kami hanya bingung mau memakai jepitan rambut yang mana? Soalnya semuanya bagus," jelas Lauren sambil meneguk susu coklat miliknya hingga habis tak tersisa.

"Dan nggak mungkin juga kalau kami akan memakai semuanya sekaligus. Sungguh-sungguh tidak mungkin," tambah Lhinzy lagi dengan gaya bicaranya yang dibuat se-drama mungkin.

"Ya ... itu semua salah Mama," tunjuk Lauren pada Kim.

Kim memasang wajah heran saat telunjuk itu mengarah lurus padanya. "Loh, kok malah Mama yang disalahin?"

"Kenapa Mama membelikan jepitan itu semua sekaligus? Kan kami bingung mau pake yang mana terlebih dahulu."

Mendengar jawaban dari anak-anaknya, membuat Alvin malah tersenyum. Mempermasalahkan jepitan rambut saja tingkah mereka sudah heboh seperti gagal tender.

"Sudah ... kalian berdua ribut terus, kapan mau berangkatnya ini," lerai Arland menghentikan perdebatan antara adik dan juga mamanya yang kalau dibiarkan akan semakin panjang tak akan ada ujungnya.

"Oke, kita sarapan dulu," balas Lhinzy yang langsung melahap nasi goreng kesukaannya, begitupun dengan Lauren.

"Kenapa Kakak nggak sarapan?" tanya Lauren pada Arland yang sibuk dengan ponsel di tangannya.

My Soulmate From My Heart  (S2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang