Part 2

3.1K 309 250
                                    

Hari ini aku bangun dengan perasaan yang lebih senang. Aku tak pernah merasa seriang ini. Tapi tetap saja aku malas ke sekolah, masih ada dua cecunguk lainnya yang selalu menggangguku. Yah, siapa lagi jika bukan Daniel dan Jasper?

"Ezra?" panggil ibuku.

Aku menoleh ke arahnya, menghampirinya di dapur. "Ya, Bu?"

"Akhir-akhir ini aku sering mendapat telepon dari sekolahmu. Kau sering membaca novel di kelas saat pelajaran tengah berlangsung, kau telah membuat pergelangan seorang anak menjadi retak, kemarin kau mengatakan sesuatu yang tak sopan pada gurumu. Pihak sekolah menghubungiku." Ibu kemudian menghela napas. "Ezra sayang, kau baru saja masuk sekolah menengah atas beberapa bulan yang lalu. Jangan berulah lagi, tolong. Kau tentu ingat bukan, saat kau kelas delapan, kau hampir dikeluarkan dari sekolahmu?"

Aku mendesah berat. "Bu, kau tidak mengerti. Aku memiliki alasan mengapa aku melakukan itu."

Ia mengusap bahuku lembut. "Ya, aku tahu kau ditindas, tetapi jangan membalas perbuatan buruk mereka padamu. Aku dan ayahmu tak pernah mengajarimu untuk membalas hal buruk dengan hal buruk lainnya."

"Pertama, aku membuat tangan seseorang menjadi retak karena beberapa hari sebelumnya aku melihat Kim ditindas olehnya. Jadi kuraih pergelangan tangannya di sebuah kesempatan dan memutarnya, hingga terdengar suara 'crack'."

"Apa?"

"Jika Ibu tidak percaya, tanya saja Kim."

Aku tak dapat menyangkal Ibu. Aku berkata jujur kepada ibuku karena jika aku berbohong ia pasti langsung tahu jika sebenarnya aku berbohong. Mungkin itu telah menjadi instingnya sebagai seorang ibu. Ibu lalu menaruh masing-masing sepiring roti panggang dan segelas susu untukku dan Kimberly, serta kopi untuk dirinya.

"Ezra, aku tahu. Kau pasti lelah selalu ditindas, aku tahu itu. Tapi kau tidak perlu sampai membuat ulah begitu, Sayang." Ia lalu mengusap bahuku lembut.

"Aku hanya berusaha membela diriku sendiri, Bu," balasku.

Ia tak menjawab. Hanya terdengar helaan napas.

Aku tahu ibuku sudah lelah menghadapiku. Aku salut padanya, ia masih mau menyayangiku sepenuh hati, karena jika aku jadi dia, mungkin aku sudah menendang diriku dari rumah ini. Aku tahu ia sedih melihatku sering sekali ditindas tanpa alasan yang jelas, tetapi ia tak bisa melakukan apa-apa. Sekolah tidak akan menindaki para cecunguk keparat itu.

Terkadang aku merasa bersalah pada ibuku. Aku tak pernah merasa bersalah atas apa yang telah kuperbuat di sekolah, tetapi aku merasa bersalah karena telah membuat Ibu pusing atas kelakuanku. Entah sudah berapa kali ia dipanggil ke sekolah karena kelakuan burukku. Namun ia tak pernah memarahiku, bahkan ia hanya pernah memarahiku sekali seumur hidupku. Hanya sekali. Itu sebabnya aku tak pernah melawannya, karena ia selalu memperlakukan aku dan Kimberly dengan sangat baik. Ia begitu sabar menghadapiku yang bandel. Namun sayangnya, aku selalu mengecewakannya, berkali-kali.

Segera saja kuhabiskan sarapanku, setelah itu aku berangkat ke sekolah.

"Ezra, ingat jangan cari masalah lagi." Ibu mengingatkan ketika aku hendak keluar dari rumah.

"Aku bukan mencari masalah, Bu. Tapi yang kulakukan adalah membela diriku sendiri dan Kimberly. Perbuatanku belum setara dengan perbuatan para anak-anak di sekolah kepadaku dan Kim."

Ibu menghela napas berat. "Baiklah, jaga dirimu baik-baik."

Sesampainya di sekolah, aku dicegat oleh dua bocah babi lainnya, yaitu Daniel, dan Jasper. Daniel menatapku sinis begitu aku berjalan di koridor sekolah, sementara Jasper menatapku jijik.

I Am a Killer [versi revisi]Where stories live. Discover now