Epilogue

1.4K 142 24
                                    

Pemuda itu mengintai nyaris setiap malam.

Di siang hari ia akan seperti penduduk Inggris biasa. Bekerja untuk kebutuhan hidupnya, minum di bar di sore hari, menyendiri di apartemennya. Malam hari ia mengenakan maskernya; jati diri sebenarnya.

Kau tak pantas hidup. Dunia tidak membutuhkan manusia seperti dirimu. Kehidupanmu dipenuhi dosa. Aku tak memiliki pilihan lain. Konon kata-kata itulah yang selalu ia ucapkan sebelum ia merenggut nyawa mereka.

Darah membaluri setiap sudut City of London.

Ia akan menikam korbannya berkali-kali. Terkadang jika apes, mayat akan ditemukan dalam keadaan mata yang ditusuk, usus yang terbuai keluar, hingga kepala terpenggal dan tergantung di tempat lain. Atau yang lebih buruk lagi, termutilasi sempurna dengan potongan-potongannya yang rapi.

Kisahnya bagaikan legenda seram. Hanya saja ia nyata. Ia sungguh ada. Ia jauh lebih buruk dari monster-monster di buku cerita; lebih buruk dari pembunuh-pembunuh fiksional seperti Leather Face, Hannibal Lector, atau pun Jason. Ia adalah mimpi terburuk dari segala mimpi buruk. Ia lebih menyeramkan ketimbang monster di bawah tempat tidur.

Lelaki itu tersenyum miring sembari menenggak birnya sementara layar televisinya menampilkan berita. Ia sudah biasa dengan berita seperti ini. Berita tentang dirinya.

Ya, berita pembunuhan selalu ada.

Ia sangat di takuti. Tapi tidak ada yang mengetahui seperti apa rupa pembunuh itu.

Ia adalah pembunuh berdarah dingin. Tak seorang pun berpikir ia adalah pembunuh. Kemampuannya dalam menyamar dan memanipulasi orang begitu membuatnya beruntung. Tak ada yang bisa dilakukan untuk menghentikannya.

Ia hanya membunuh manusia berdosa. Terutama penindas. Upaya yang dilakukan mereka hanyalah mengurangi kasus penindasan.

Selalu terukir inisial R.F di setiap tubuh korbannya. Mereka menyebutnya Razer Freak, sebab kerap kali ia meninggalkan tulisan yang berbunyi: "I'm a freak and I am a killer."

I Am a Killer [versi revisi]Where stories live. Discover now