Part 6

1.3K 172 124
                                    

James membuka file di tangannya, jemarinya membolak-balik halaman file tersebut, menatap foto-foto korban yang tertempel sebelum menghela napas. Baru kali ini ia mendapat kasus pembunuh yang unik. Pasalnya, pelakunya masih berusia di bawah umur. Sulit dipercaya, tetapi itu kenyataannya.

Ezra Jeffrey Razer. Lima belas tahun tujuh bulan. Tempat tanggal lahir di London, 2 Februari 1999. Tinggi 175 cm, berat 68 kg. Tidak buta warna. Duduk di kelas sepuluh, aktif di ekstrakulikuler basket. Mata James memandang sebuah foto remaja lelaki dengan rambut brunette, mata abu-abu terang, berkantong mata tebal, berkulit pucat, serta pipi yang sedikit tirus. James tahu ada sesuatu di dalam diri Ezra. Remaja itu entah mengapa memiliki aura dingin nan mencekam, membuat siapa pun yang berada di dekatnya merasa merinding. Sesuatu yang tak pernah James rasakan ketika ia mengurus kriminal lain. Tentunya ia pernah merasakan hawa aneh ketika berhadapan dengan kriminal dulu, tetapi kali ini benar-benar berbeda. Anak itu mungkin memiliki rupa fisik yang mengaggumkan, tapi ia juga terlihat garang dan mengintimidasi dalam waktu bersamaan. Bagaikan malaikat yang berubah menjadi iblis, atau malaikat pencabut nyawa. Mungkin kata-kata itu cocok untuknya.

James membalik halaman dokumen dan menatap foto Kimberly. Kimberly Hazel Razer. Sebelas tahun enam bulan. Tempat tanggal lahir di London, 2 Februari 2003. Tinggi 155 cm, berat 40 kg. Rupa gadis itu tak jauh berbeda dengan Ezra, dengan rambut cokelat yang sedikit melewati bahu, mata abu-abu, kantong mata yang tak kalah tebal dengan milik Ezra, serta pipi yang juga agak tirus. Sesungguhnya ia adalah versi perempuan dari sang kakak. Namun aura yang dimiliki Kimberly tak semencekam Ezra. Kakak-beradik yang aneh, pikir James. Dalam waktu kurang lebih dua minggu, sembilan orang telah menjadi korban. Meski terus-menerus mengelak, James yakin mereka berdualah pelakunya. Namun itu juga berarti ia wajib berhati-hati dengan mereka. Sudah pasti kedua saudara Razer ini bukanlah pembunuh biasa. Mereka bahkan tak meninggalkan bukti di TKP pembunuhan.

Suara pintu dibuka terdengar. James mendongakkan kepalanya untuk melihat seorang polisi yang jauh lebih tua, serta seorang lelaki yang sedikit lebih muda dari James masuk ke dalam ruangannya.

"Bagaimana hasil interogasinya?" tanya polisi berusia awal empat puluh tahun itu.

"Kurasa mereka memang pelakunya. Gestur tubuh, gemar menyangkal, membuatku sangat yakin mereka memang pembunuhnya."

"Semuda itu? Mereka pelakunya?" Polisi itu bergumam, yang dibalas James dengan anggukan. "Baiklah, laporkan padaku jika kau menemukan hal baru. Aku ada pekerjaan lain setelah ini."

"Aku perlu berdiskusi dengan Henry." James mempersilakan lelaki itu untuk pergi, sementara itu, lelaki berambut cokelat yang tadi juga datang menaikkan alisnya tertarik.

"Ada apa, James?" tanya Henry.

"Well, aku membutuhkan bantuanmu, berhubungan kau adalah psikolog. Aku perlu mendiskusikan hal-hal penting denganmu."

Henry kembali menaikkan alis. "Well, apa yang bisa kubantu?"

"Aku merasa mereka adalah psikopat. Ketika aku menginterogasinya, aku melihat beberapa gejala psikopat pada diri mereka."

"Apa saja?"

"Mereka terus mengelak ketika diinterogasi tadi. Bukankah gemar berbohong adalah salah satu gejala psikopat? Selain itu, mereka juga terlihat agak angkuh, menunjukkan sikap narsis, yang juga gejala psikopat."

"Dan?"

"Jika kau bertemu dengan mereka, percayalah, Bung, kau merasakan sesuatu yang berbeda."

"Maksudmu?"

"Aura mereka ... entahlah, membuatku merinding. Kau pasti akan berpikir mereka psikopat jika kau bertemu dengan mereka. Terutama yang lelaki."

"Benarkah?" Henry bertanya, yang dibalas James dengan anggukan. Lelaki itu manggut-manggut, kemudian menyilangkan kedua lengannya di depan dada. "Atau bisa jadi, mereka bukan psikopat, James."

I Am a Killer [versi revisi]Место, где живут истории. Откройте их для себя