Part 4

1.3K 185 48
                                    

"Ergh," aku menggerutu pelan. Suara berisik apa itu di luar? Apalagi yang anjing itu lakukan? Gonggongan Brandon terdengar semakin menjadi-jadi, seakan anjing itu tengah marah. Dengan gontai, aku segera bangkit dari tempat tidur dan berlari keluar dari kamarku. Apa yang terjadi?

Tampak Brandon menggonggongi anak-anak pembully di sekolah yang sering menindasku dan anak-anak lainnya. Kimberly terlihat berusaha mati-matian menahan Brandon dengan menarik collar yang dipakai Brandon agar anjing itu tidak menerjang mereka. Brandon terus berusaha berlari, bahkan hingga kedua kaki depannya terangkat. Aku menguap, lalu mengusap mataku. Sial, aku masih sedikit mengantuk. Dengan malas, aku melangkah mendekati Kimberly, kemudian menyentuh perut Brandon dengan cepat. Seperti kejutan listrik, anjing itu langsung berhenti menggonggong, memandangku, dan melangkah mundur. Aku mengetahui teknik itu dari salah satu acara televisi, Dog Whisperer. Kutatap beberapa anak di depan rumah, kemudian menghampirinya, dengan Brandon yang mengekoriku dari belakang sambil menggeram.

"Apa yang kalian inginkan?" tanyaku kalem.

"Freak! Aku tahu kaulah penyebab Bobby, Daniel dan Jasper tidak masuk! Bahkan Jason pun juga tidak masuk!" tuduh salah satu anak yang kalau tidak salah bernama Steve itu. Oh, lagi pula siapa juga yang peduli dengan namanya?

Aku menaikkan sebelah alisku. "Mengapa kalian malah menyalahkanku? Kalian tak punya bukti yang jelas."

"Aku yakin kau penyebab mereka tak masuk! Karena buktinya, kau tidak masuk sekolah dan mereka juga tidak masuk sekolah!" geram anak lainnya.

"Bung, ibuku baru saja meninggal beberapa hari yang lalu. Tentu saja aku tak masuk, bodoh," balasku dingin, yang langsung membuat mereka sukses bungkam.

Meski mereka juga menindasku, tetapi mereka tidak separah Tiga Serangkai. Mereka tak sering menindasku, hanya berani ketika bersama Tiga Serangkai. Lagi pula mereka menindasku karena terkena hasutan tiga anak sialan itu juga. Mungkin itu sebabnya mereka tak akan bermacam-macam lebih jauh padaku.

"Aku tunggu kau di sekolah, Freak," desis salah satu anak.

Kuputar bola mataku dengan sarkastis. "Seperti aku peduli? Aku tidak peduli kau memanggil diriku bajingan, pengecut, motherfucker, aneh, atau pecundang. Karena itu adalah diriku, dan aku tidak peduli sama sekali dengan apa yang kalian katakan tentang diriku. Dan belum tentu apa yang kalian katakan tentang diriku itu benar, dan lebih baik kalian tutup mulut sialan kalian." Ucapanku sukses kembali membuat mereka terdiam.

Kemudian aku berbalik dan masuk ke dalam rumah, tak lupa membanting pintu cukup keras. Ah, aku tidak marah. Aku membanting pintu agar mereka terintimidasi saja. Kuambil laptop dari kamarku kemudian membukanya di ruang keluarga, mengecek beberapa situs dan sesekali melihat artikel-artikel aneh yang muncul. Ku-scroll layar laptopku, hingga akhirnya aku menemukan sebuah artikel yang berhasil menarik perhatianku.

"Hey, Dik. Lihat ini," sahutku sambil menyeringai. Kimberly menaikkan alisnya, kemudian duduk di sebelahku dan membaca artikel tersebut.

SISWA MENGHILANG SECARA MISTERIUS

Empat orang siswa asal City of London High School menghilang secara misterius. Yang pertama adalah anak bernama Bobby Sanders, hilang kurang lebih dua minggu yang lalu. Beberapa hari kemudian, dua orang anak bernama Daniel Mosdeman dan Jasper Maguires, juga menghilang. Keduanya tidak masuk sekolah bersamaan. Ketiga anak diketahui masih duduk di kelas sepuluh. Dan selanjutnya adalah seorang anak kelas dua belas bernama Jason Sanders yang merupakan kakak lelaki dari Bobby Sanders. Siapa pun yang melihat keempat anak tersebut, mohon lapor ke nomor sekolah atau nomor orangtua.

Mataku melirik Kimberly, tampak ia menyunggingkan seringaian begitu membaca artikel itu. Kekehan pun lolos dari bibirku. "Menurutmu siapa selanjutnya? Kali ini bukan kita yang akan menghabisinya, tapi Brandon. Ingat, ujian Brandon belum dilaksanakan."

I Am a Killer [versi revisi]Where stories live. Discover now