Part 7

1K 160 64
                                    

Sudah nyaris seminggu aku dan Kimberly ditahan di sini. Selama beberapa hari yang lalu kami juga menjalan serangkaian hal yang menurutku konyol. Entah itu interogasi, atau tes-tes psikologi yang diberikan oleh... siapa namanya? Annie? Allie? Ah, persetan, namanya tak penting, yang jelas ia seorang psikolog wanita. Udara di dalam penjara terasa dingin, mungkin karena ini musim gugur. Aku sangat muak terjebak di dalam sini meskipun mereka memperlakukan kami dengan baik. Yah, setidaknya mereka masih memberi kami makanan, toilet, dan waktu untuk keluar dari dalam sel sejenak.

Aku juga sangat muak dengan James. Pria itu memang tak pernah bermacam-macam dengan kami, tapi caranya berbicara dengan kami yang selalu menggunakan nada sarkasme, sinis, dan menyebalkan itu terdengar sangat mengganggu bagiku. Rasanya ingin sekali kupenggal kepalanya.

Tiba-tiba, seorang sipir penjara datang ke sel kami. Ia membawa sesuatu di tangannya. Sipir itu lalu membuka pintu sel dan menyerahkan kantong berbuntal itu kepada kami. "Ganti baju kalian."

Aku dan Kimberly saling melirik dengan heran. Sipir itu masih berdiri di pintu sel, dan akhirnya kuputuskan untuk mengambil buntalan itu dari tangannya. Kucek isinya, lipatan kain berwarna hitam. Aku dan Kimberly segera mengikuti sipir itu, ia mengantar kami ke toilet.

"Berikan adikmu bajunya juga. Aku akan menunggu kalian," ujar sipir tersebut.

Kuulurkan tanganku ke dalam kantong tersebut, dan mengambil isinya. Sebuah kaus berwarna abu-abu muda. Aku langsung memandang Kimberly. "Bukankah ini kausmu?"

"Ya, itu kaus yang waktu itu kupakai saat kita ditangkap. Sini." Kimberly langsung mengambilnya dari tanganku.

Di dalamnya juga terdapat kaus dan jeans hitam milikku. Kurasa mereka mencuci baju yang kami pakai ketika pertama kali ditangkap. Selama ditahan kami memakai baju khusus tahanan. Segera kuambil pakaianku dan masuk ke dalam bilik toilet, demikian pula dengan Kimberly. Aku tak tahu dan tak peduli mengapa mereka menyuruh kami berganti baju namun setidaknya aku dapat memakai pakaian yang jauh lebih nyaman ketimbang pakaian tahanan.

***

Aku duduk termenung di dalam sel, sama halnya dengan Kimberly. Gadis itu meringkuk sembari menjadikan pahaku sebagai bantal sementara pikiranku berkecamuk. Mereka juga mengembalikan hoodie kami yang telah bersih—yang kusyukuri karena aku merindukan hoodie abu-abuku—dan aku heran mengapa mereka tiba-tiba seperti itu.

Sejenak aku memikirkan Brandon. Anjing malang, aku yakin ia mencari-cariku dan Kimberly. Pernah dulu kami menitipkan Brandon pada bibi kami di Greenwich karena kami akan pergi berlibur. Dan kata Bibi, Brandon terus berada di dekat pintu rumah seakan menungguku dan Kimberly, dan ketika Bibi mengajaknya untuk berjalan di luar, ia akan berusaha mencariku juga. Apa ia mendapatkan makan? Di mana ia tertidur? Meski Brandon hanya anjing peliharaanku, tapi ia masih bagian dari keluarga kami dan aku menyayanginya.

Tiba-tiba, James datang ke sel kami. Ia membuka pintu sel, dan bersiul, menunjuk ke arah luar dengan dagunya. "Ayo ikut aku."

"Ke mana?"

"Sudah ikut saja."

Kami berdua segera bangkit dan menenteng hoodie masing-masing lalu mengikuti James dari belakang. Beberapa polisi juga tampak berkumpul menunggu kami. Kami berdua mengikuti mereka tanpa tahu apa yang akan mereka lakukan. James sibuk membicarakan sesuatu dengan seorang polisi, dan iseng, aku menguping pembicaraan mereka.

Tunggu, aku mendengar sesuatu yang tak beres dari percakapan mereka. Apa? Rumah sakit jiwa? Terapi? Rehabilitasi? Aku terus mendengarkan hal-hal yang berhubungan dengan ketiga hal itu dari percakapan mereka. Aku dan Kimberly saling berpandangan, tampak keheranan juga tercetak jelas di wajah Kimberly. Apa yang sebenarnya mereka bicarakan?

I Am a Killer [versi revisi]Where stories live. Discover now