Part 8

1K 159 82
                                    

Pukul sembilan malam. Aku tak habis pikir mengapa mereka membawa kami ke rumah sakit jiwa malam ini. James sempat mengacamku untuk tak bermacam-macam lagi tadi, dan di sinilah kami, melangkah mengikuti James bersama beberapa orang polisi. Entah sudah berapa kali aku dan Kimberly saling melirik, memberi kode yang hanya kami berdua mengerti lewat tatapan mata.

Mempunyai seorang saudara bisa dibilang aneh. Kau bisa berkomunikasi dengan mereka tanpa bersuara ataupun isyarat dengan tangan. Sering sekali aku berkomunikasi dengan Kimberly hanya dengan tatapan mata, dan anehnya ia mengerti apa maksudku.

Pintu keluar penjara sudah terlihat. Jantungku berdetak semakin kencang, tak sabar dengan kebebasan yang akan datang. Kuremas hoodie yang kuikat di pinggang dengan gusar, kami harus bersiap-siap. Ini akan sangat menegangkan. Pasalnya kami berdua sama sekali tak memegang senjata. Tak mungkin mencuri pistol milik polisi, aku bahkan tak tahu bagaimana cara memakainya. Yang dapat kuandalkan saat ini hanyalah kemampuan bela diriku. Saat ini aku benar-benar bersyukur aku meminta ibuku untuk ikut kursus taekwondo ketika aku berusia ... berapa? Tujuh atau delapan, mungkin. Tidak penting.

Aku dan Kimberly kembali saling melirik, ia terlihat gugup juga. Kini kami berada di parkiran mobil. Kutatap Kimberly dengan penuh arti, dan menaikkan sebelah alisku.

Saatnya tiba.

Tanpa berpikir panjang, kutinju polisi yang berada di belakangku, dan menendangnya hingga terjungkal ke belakang. James langsung menoleh begitu mendengar sesuatu. Segera kuinjak-injak perut polisi sialan itu, hingga ia terbatuk-batuk mengeluarkan darah. Sementara itu, Kimberly tampak tengah meninju polisi lain dan menginjak-injak tenggorokannya.

Ketika aku hendak mencekiknya, tiba-tiba James langsung memegangi lenganku dan sebelah tangannya menahan dari belakang, membuatku meronta-ronta. Kimberly langsung meninggalkan polisi itu dan menarik-narik James, berusaha membantuku lepas. Dan setelahnya, tanpa terduga ia menendang kemaluan James dengan kencang, membuat pria itu berteriak kesakitan dan terjatuh. Kesempatan itu tentu tak akan kami lewatkan untuk berlari kabur. Tampak gerbang penjara masih terbuka. Penjaga yang berjaga di sana melebarkan matanya ketika melihat kami. Buru-buru ia hendak menutup gerbang. Gerbang perlahan menutup, aku berusaha mempercepat lariku secepat yang kubisa. Kuraih tangan Kimberly, menariknya agar ia dapat berlari lebih cepat, dan kami berhasil keluar dari penjara.

Suara alarm penjara mulai berbunyi. Aku dan Kimberly terus berlari sekuat tenaga, dan beberapa penjaga tadi tampak mengejar kami. Tapi lari kami tentunya jauh lebih cepat. Berkat Power of Snickers, tentunya. Semoga aku tak terkena serangan jantung karena berlari terlalu lama malam ini. Aku belum mendengar suara deru mobil polisi, dan tentunya tak akan kulewatkan kesempatan ini untuk menjauh dari penjara lebih cepat.

Aku tak tahu di mana kami berada sekarang. Aku berusaha melewati setiap jalan, mengikuti naluriku. Hingga akhirnya, kami mencapai kota. Buru-buru kutarik tangan Kimberly dan kami mulai menyaru di trotoar jalan yang tak begitu ramai. Kurasa aku tahu kawasan ini.

Suara sirene polisi telah terdengar, beberapa mobil polisi muncul dari jalan yang kami lewati tadi. Kimberly mencengkeram lenganku erat dengan ketakutan tercetak jelas di wajahnya. Kini hoodie kuikat di bahu sebagai bentuk penyamaran karena tadi hoodie-ku terikat di pinggang. Semoga mereka tak melihatku.

"Ezra, apa lagi?" Kimberly bertanya dengan panik.

"Tenang, Dik. Kita pasti aman," Aku berbisik untuk menenangkannya.

Kuharap distrik ini tak jauh dari distrik yang kami tinggali. Para mobil polisi itu masih berkeliaran di kota, mencari diriku dan Kimberly. aku benar-benar bingung ke mana kita harus pergi setelah ini. Kami tak memiliki uang sepeser pun dan juga tak membawa ponsel. Kurasa mau tak mau kami harus berjalan kaki.

I Am a Killer [versi revisi]Where stories live. Discover now