5-7

9.2K 1.1K 292
                                    


Hoseok mengetuk pelan pintu coklat itu, milik flat kecil yang dia ketahui dihuni oleh gadis yang dikenalnya baik. Pada ketukan ketiga, Hoseok mendengar suara kunci pintu dan pintu yang perlahan bergerak ke arah dalam flat.

"Oppa, kau belum pulang?"

Hoseok tersenyum pelan, melangkahkan kaki memasuki flat kecil itu. Ada besitan perih saat melihat mata Jiwoo yang membengkak kemerahan. Jiwoo sangat berantakan.

"Kupikir, aku harus tinggal disini malam ini. Kau membutuhkanku."

Jiwoo tersenyum, mengangguk kecil setelah mengunci pintu dan berjalan pelan ke ruang tengah.

"Duduklah dulu, aku akan mengambilkan minum untukmu, Oppa."

Hoseok menurut, mendudukan tubuhnya di sofa kecil di ruang tengah flat milik Jiwoo. Matanya mengikuti bagaimana tubuh Jiwoo yang berjalan ke dapur, mengambil gelas kosong untuk diisi air putih dingin dari dalam lemari pendingin.

Sangat tampak, Jiwoo benar-benar kacau. Pandangannya kosong ke arah manapun matanya berhenti. Tangannya bergerak namun fokusnya menghilang. Hoseok tahu Jiwoo ada disana, tapi jiwanya telah pergi.

Dan Hoseok hanya melihat semuanya dalam hati yang sarat keperihan.


"Mau bercerita?"

Hoseok menawarkan diri, selalu seperti ini setiap orang yang terdekatnya mengalami masalah. Hoseok akan menjadi orang pertama yang menawarkan diri sebagai sandaran. Terlebih jika orang itu adalah Jiwoo dan Jimin, Hoseok hanya akan menjadi orang pertama yang mereka tuju.

Jiwoo menoleh menatap Hoseok, tersenyum perih mengingat bagaimana hatinya yang baru saja tersayat. Mendadak isakannya terpecah, Jiwoo menunduk dengan bahu yang bergetar, tergugu kuat dengan tarikan nafas yang meraup kehausan. Jiwoo tak mampu menahannya, takdir telah membawanya ke jurang kesakitan yang mampu menghancurkannya.

"Hei, hei, hei, Lee Jiwoo." Hoseok panik, mendekatkan diri ke Jiwoo yang terisak. Seketika segala pedih hatinya terganti dengan sayatan yang lebih menyakitkan saat melihat Jiwoo menangis di depannya.

Hoseok merangkulkan dua tangannya, meraup tubuh kecil Jiwoo dalam pelukannya. Menepuk pelan punggung Jiwoo, berharap mampu memberikan ketenangan meski hanya samar begitu terasa merasuk dalam hatinya.

"Op-Oppa, Hoseok Oppa..."

Hoseok mengeratkan pelukannya saat suara Jiwoo yang bergetar tertangkap oleh pendengarannya. Bahkan hatinya ikut bergetar mendengarnya.

"Ji-Jimin— Jimin—"

Hoseok meremat bahu Jiwoo, menahan Jiwoo saat tak mampu melanjutkan ucapannya. Hoseok sangat tahu apa yang akan dikatakan Jiwoo.

"Sssttt, semuanya akan baik-baik saja, Ji. Percaya padaku."

Pelukannya semakin menguat, mendekap punggung Jiwoo yang semakin bergetar. Hoseok tahu, dia lebih kuat dari itu. Hanya dia yang mampu menjaga Jiwoo.

Seperti sebelumnya, perkataan Hoseok selalu menjadi penyembuhnya. Jiwoo hampir tak memiliki lagi jiwa untuk hidup, namun perkataan Hoseok mampu menjaganya. Jiwoo hanya tinggal memiliki sisa hidupnya, dan sekali lagi dia tak memiliki apapun untuk menjaganya selain Hoseok yang kini memelukannya dan menjadi sandaran.



Hoseok melepaskan pelukannya saat tangisan Jiwoo telah mereda. Tangannya terulur menghapus sisa air mata di wajah Jiwoo, merapihkan anakan rambutnya yang teracak. Hoseok sangat lembut, memperlakukan Omega dihadapannya itu seperti sebuah kaca yang sangat rapuh dan mudah pecah.

Tangan Hoseok membelai lembut surai Jiwoo yang masih menunduk, membawa sisanya ke belakang bahu Jiwoo. Dan disana pandangan Hoseok terkunci, menatap lambang Jiwoo yang rusak. Jantung Hoseok berdenyut perih. Masih sangat jelas dalam ingatannya bahwa lambang Jiwoo masih normal saat dia meninggalkannya tadi.

"Ji, lambangmu—"

Pertanyaan Hoseok terputus saat mendadak Jiwoo menarik tubuhnya, menutupi lambang Omeganya dengan telapak tangannya.

"Kau merusaknya?" Hoseok menguatkan hatinya, bertanya pada Jiwoo dan menekankan maksud pertanyaannya. Anggukan kecil Jiwoo menjadi jawaban untuk ketakutannya.

Hoseok menutup matanya, saat sekali lagi terjangan denyutan yang menyakitkan menggempur hatinya. Semuanya benar, Omega didepannya adalah mate-nya. Dan Omeganya telah melakukan betrayal.

"Ji, Alpha-mu—"

"Aku tahu, aku telah menyakiti Alpha-ku. Aku telah melakukan betrayal padanya."

Satu helaan nafas Hoseok untuk menenangkan hatinya. Bagaimanapun, Hoseok harus menyelesaikan semuanya.

"Ji, kau membutuhkannya untuk menyembuhkan sakitmu."

"Tapi aku tak ingin menemuinya, Oppa. Aku tak ingin menemui Alpha-ku."

Mata Hoseok melebar karena terkejut, menatap Jiwoo tidak mengerti. "Mengapa? Mengapa kau tidak ingin menemuinya?"

"Aku tidak ingin dia menyembuhkanku." Satu lagi kejutan menatap Hoseok, membuatnya menatap sendu Omega yang masih menunduk menahan tangis didepannya. "Aku tak pantas disembuhkannya, Oppa. Aku hanya akan mendapatkan pengklaiman dari Alpha yang kucintai. Nyatanya aku telah memberikan hatiku pada Jimin, dan aku tak akan pernah bisa mencintai Alpha lain."



Kedua tangannya terkepal, menahan sekali lagi denyutan yang kini disertai sengatan pedih di hatinya. Hoseok tahu, dia tak akan bisa mendapatkan hati Jiwoo. Jiwoo telah memberikan hatinya pada Jimin hingga tak bersisa.

Perlahan, Hoseok melepas jaketnya, membuka tiga kancing teratas kemejanya, hingga menampakkan bekas luka melintang yang baru didapatkannya tadi.

"Ji, lihat aku!" Suara rendah Hoseok bergetar, memberikan perintah pada Jiwoo untuk menatapnya. Perlahan mata Hoseok merekam bagaimana Jiwoo mengangkat kepalanya, dan seketika mata Jiwoo membulat sempurna saat menatap tubuh Hoseok dengan luka melintang.

"Oppa, ka—kau mendapatkan betrayal?"

Hoseok mengangguk mantap, menatap Jiwoo penuh luka. "Ya, dan aku baru mendapatkannya beberapa menit yang lalu. Saat kau bersama Jimin dan melakukan betrayal. Aku benar bukan?"

Hoseok bisa melihat bagaimana Jiwoo mengangguk dengan gugup. Hoseok tahu, Jiwoo tak akan mengira hal seperti ini akan terjadi.

"Jadi—"

"Oppa, ka-kau mateku."

Hoseok tersenyum dalam seringaian, mendadak rasa sakitnya kembali mencuat menghancurkannya. Perlahan tangannya kembali terangkat dan menutup kembali kancing kemejanya satu persatu.

"Oppa—" Hoseok menghindar saat mendadak Jiwoo mengulurkan tangan untuk menyentuhnya. Hoseok tahu emosi dan sakit hati telah mencumbuinya saat ini, membuatnya tak mampu berpikir jernih.

Tapi lagi dan lagi yang dihadapinya adalah Jiwoo. Omega yang telah meruntuhkan hatinya jauh semenjak dulu saat mereka pertama kali bertemu. Ada rasa bahagia yang meledak saat mengetahui Jiwoo adalah matenya, namun ada rasa perih yang menghujam saat mengetahui Alpha-nya yang terkena betrayal karena Omega-nya telah mematikan hatinya untuk Alpha lain.

Hoseok bangkit, meraih jaketnya dan segera beranjak untuk menyingkir. Rencana untuk menginap sepertinya bukan ide yang baik saat kenyataan seperti ini terungkap.

"Ji, kau bilang kau tak akan melakukan pengklaiman pada Alpha yang tidak kau cintai, bukan? Kurasa akupun tak akan pernah bisa mendapatkan penyembuh dari betrayalku, Ji." Hoseok memejamkan mata saat seketika pendengarannya kembali menangkap Jiwoo yang terisak. Tidak, Hoseok harus menghindarinya malam ini. "Aku akan pergi untuk menjernihkan pikiranku sebentar. Selamat malam, Ji."

- June 19, 2018




Haihaihai, ada yang bertanya mengapa mereka belum saling mencium bau2an feromon yang bikin kobam? Ada yang bisa nebak? Ditunggu next part untuk tahu alasannya.

Btw, aku masih ada story Namjoon dan Jin. Actually, untuk Jin aku sudah ada kerangkanya. Tapi untuk Namjoon, 😭😭😭. Ada yang bisa bantu ide untuk story Namjoon? Komen dong, siapa tahu aku bisa rangkaiin story Namjoon dari komen2 kalian. Biar story ini jadi 'dari readers dan untuk readers'.
Gais, voment ya. Lama gak ngobrol sama kalian 🤣🤣

Dan mau ngucapin selamat lebaran. Minal Aidzin Wal Faizin, mohon maaf lahir dan batin.
- Taehyung & Adoreyna -

The Saga : MATING HEAT ✔️Where stories live. Discover now