PROLOGUE

62.3K 2.5K 55
                                    

Sejak dari aku lahir sampai aku hidup sekarang, aku termasuk anak yang merepotkan. Demikian kata ayahku. Setiap kali melihatku, setiap kali itulah ayahku harus melakukan sesuatu padaku sebagai bentuk gemas dan kesal disaat yang bersamaan.

Apakah aku terlalu disayang olehnya? Atau terlalu menggemaskan? Tentu saja tidak. Karena apa yang dilakukan ayahku hanya karena dia merasa sebal dengan kehadiranku yang merepotkannya, mengusik ketenangannya dan membuat kebersamaannya dengan ibuku terganggu. Konyol? Kurasa dia adalah ayah paling laknat yang ada dimuka bumi ini.

Tentu saja aku tidak akan membiarkan ayahku terus melakukan hal konyol dalam mengusik ketenangan jiwaku. Karena aku termasuk anak yang mandiri dan mampu melakukan apapun. Sama sekali tidak pernah merepotkan orangtuaku dan aku selalu menghindari ibuku jika ada ayahku.

Well... aku dan adikku, Alex lebih memilih menjauhi ibuku seolah dia adalah sumber penyakit jika ada ayahku. Tahu kenapa? Karena Junolio Mananta yang katanya adalah pengacara bertangan dingin yang hebat adalah pria dengan kadar kebrengsekan paling maksimal sejagat raya. Dia merasa tersaingi dengan kami berdua yang merasa lebih dicintai oleh istrinya daripada dirinya sendiri.

Aneh? Gila? Lucu? Silahkan kalian tertawa karena begitulah nasib kami berdua. Untungnya Alex cenderung pendiam dan tidak mau ambil pusing. Sementara aku? Sebagai kakak harus menjadi contoh untuk adiknya bukan?

Bahkan demi memenangkan hati ayahku yang saklek itu, aku mengambil jalur hukum sebagai caraku untuk menandinginya. Karena pria tua itu tidak bisa dibiarkan. Jadi aku dan Alex bersepakat untuk menjatuhkan ayahku dengan menjadi pengacara yang harus lebih hebat darinya untuk merubuhkan kesombongannya itu.

Setidaknya seperti itu. Sampai satu hari, aku dihadapkan pada sua....

BRAKKK!!!

Aku tersentak kaget dan suara debuman satu tumpukan berkas yang mendarat kasar diatas mejaku membuyarkan lamunanku.
Buru-buru aku mengerjap menatap satu sosok manusia dingin dan menjadi raja tega dalam hidupku sendiri.

Wajahnya tidak pernah tersenyum seolah tersenyum adalah haram baginya, ekspresinya selalu datar dengan sorot mata tajam yang menatap dingin ke berbagai arah. Tubuhnya menjulang tinggi bak dewa dan bentuknya sangat proporsional. Tapi aku mengaguminya. Dia adalah mentor yang ditunjuk oleh ayahku untuk membimbingku selama aku menjalani proses magangku sebelum kelulusan. Dia...

“Apa kau masih mau bengong seperti itu?! Apa kau tidak sadar kalau kau sudah membuang 2 menit 13 detik untuk hanya menatap kosong satu berkas sialan itu dan belum melakukan apa-apa?!”, cetusnya dingin.

Suaranya yang penuh dengan penegasan itu membuatku merasa takut dan kagum secara bersamaan. Tadinya aku memaki keras ayahku karena tidak membimbingku secara langsung tapi malah mengoperku pada seorang pengacara handal yang adalah kepercayaan dari istri sahabatnya yang juga pengacara profesional bernama Nadine Natasha. Tapi begitu aku melihat seorang Kim-Hyun, calon pewaris dari anak konglomerat bernama Kim Hyuk-Shin, pikiranku berubah dan aku terpesona sejak pandangan pertama.

“Bagaimana aku bisa mengerjakannya kalau kau tidak menjelaskannya padaku?”, tanyaku kemudian sambil menatapnya dengan tegas.

Katakanlah kelebihanku adalah keberanian. Aku tidak gentar dan tidak mudah memperlihatkan rasa takut saat aku merasa terancam atau gugup. Sebaliknya aku malah bisa mengendalikan emosiku dengan sangat baik dan tahu waktu kapan aku harus menunjukkan emosiku sesuai dengan keadaan. Itu adalah hal yang dibanggakan ayahku tentangku.

“Apakah kau tidak tahu bagaimana mengerjakan sesuatu tanpa perlu diberitahukan? Apakah kau anak sekolah? Atau kau memang tidak mampu mengerjakan berkas itu? Jika ya, silahkan keluar dari gedung ini sebelum aku menyeretmu dengan paksa!”, ucapnya sadis.

Aku mengerjap tidak percaya.

Incomprehensible Partner (COMPLETED)Where stories live. Discover now