Solace

874 115 4
                                    

Ujian kenaikan kelas berlangsung selama seminggu. Keadaan sekolah begitu tenang dan jauh dari hiruk pikuk para murid yang biasanya memenuhi koridor. Saat ini wajah-wajah mereka dipenuhi ketegangan ujian dan cara untuk mendapatkan nilai yang bagus agar naik kelas. Begitu pun dengan dua orang pemuda yang memutuskan untuk tidak saling menyapa selama beberapa hari terakhir.

Chanyeol akan memalingkan wajahnya atau pura-pura tidak melihatnya setiap kali ia berpapasan dengan Yifan. Setiap hari, Chanyeol akan berangkat dan pulang dengan diantar-jemput. Dan pada hari terakhir ujian, Yifan yang sudah tidak tahan lagi akhirnya menghadang Chanyeol ketika ia keluar dari toilet pada jam istirahat.

"Apa kau masih marah padaku?" Tanya Yifan berusaha mengejar tatapan mata Chanyeol yang terus beralih darinya.

Chanyeol tersenyum. Tapi itu bukan senyuman yang Chanyeol pernah perlihatkan pada Yifan. Ia tersenyum dengan bibir tertutup. Matanya masih tidak berani menatap Yifan.

"Aku tidak pernah marah. Kenapa aku harus marah?" Chanyeol balik bertanya.

"Lalu kenapa kau menghindariku sejak kau pulang dari rumahku?"

"Bisakah kita tidak membicarakan hal itu sekarang? Aku tidak marah padamu, kay. Kau tidak usah khawatir." Chanyeol tampak enggan menghadapi Yifan saat itu. Stres dari ujian dan nafsu makannya yang mendadak hilang beberapa hari ini membuat Chanyeol cepat lelah. Pemuda itu sudah akan berlalu ketika Yifan menahan bahunya.

"Chanyeol..." Yifan menahan suaranya agar tidak mengundang perhatian murid-murid lain yang berlalu lalang di antara mereka.

"Please, Yifan." Chanyeol mendorong tangan Yifan yang mencengkeram bahunya.

Tepat pada saat itu, bel tanda waktu istirahat selesai berbunyi. Para murid bergegas kembali ke kelas mereka masing-masing untuk menyelesaikan ujian termasuk Chanyeol dan Yifan.

.

.

Chanyeol sedang di dalam perjalanan untuk pulang ketika ponselnya berbunyi. Nama 'Aboeji' tertampang di layar ponselnya. Dengan berat hati pemuda itu menekan tombol biru dan menempelkan layar ponsel di telinganya. Sopir pribadinya menghentikan mobil ketika mereka berada di lampu merah.

"Kau ada di mana?" Tanya Mr. Park pada putra semata wayangnya itu.

"Aku sedang dalam perjalanan pulang." Jawab Chanyeol dengan malas. Ia hanya ingin segera pulang dan tidur.

"Ujianmu sudah selesai kan? Bilang pada sopir untuk mengantarmu ke Grand Central." Kata Mr. Park. Chanyeol mengernyit.

"Sekarang?"

"Yes, Chanyeol." Dan tanpa mengatakan apa-apa lagi Mr. Park menutup teleponnya.

"Tolong antarkan aku ke Grand Central. Aboeji ingin aku ke sana." Kata Chanyeol pada sopir pribadinya yang segera mengangguk.

"Tempat apa itu?" Tanya Chanyeol.

"Ah, itu adalah lapangan Golf. Tuan Park biasanya bermain Golf dengan teman-temannya di sana." Jelas sang sopir.

Chanyeol hanya bisa menghela nafas. Ia sungguh tidak tertarik dengan apapun olahraga yang Ayahnya lakukan. Tapi ia lebih baik menuruti perkataan orang itu, karena ia sudah tahu apa yang akan ia dapatkan jika berani menolak.

Dengan selesai ujiannya hari itu, liburan akhir otomatis dimulai. Ia merasa lega karena itu berarti ia tidur sesuka hatinya dan tidak perlu memikirkan untuk pergi ke sekolah. Tapi itu berarti ia tidak akan punya alasan untuk bertemu Yifan selama dua Minggu ini. Chanyeol sedikit merasa bersalah pada pemuda itu karena ia jelas-jelas menghindarinya.

PARADISEWhere stories live. Discover now