Paradise

942 115 15
                                    

Barangkali kebenaran bagi setiap orang berbeda-beda nilainya. Begitu pula dengan kesalahan. Keyakinan yang kita pegang tidak selalu sama dengan setiap orang. Tetapi bukankah hal itu yang membuat dunia ini semakin menarik untuk ditempati?

Ketegangan yang kini menyelimuti ruangan itu mungkin tidak semua orang bisa mengerti. Salah seorangnya, sang Ibu, menangis. Sementara kedua pemuda yang berdiri di hadapannya hanya bisa mematung, ragu-ragu untuk memecahkan keheningan.

Bagi sebagian orang, ciuman hanyalah daging yang bertemu dengan daging lainnya. Bagi sebagian lainnya, ciuman adalah sebuah kesembuhan. Ketika kata-kata terlalu berat untuk diungkapkan, maka mereka berharap dengan ciuman itu, perasaan yang terperangkap itu bisa merangkak dan tersampaikan.

Tangisan Mrs. Wu petang itu semakin meledak, membuat putra semata wayangnya akhirnya bergerak untuk memeluknya. Entah karena alasan mana wanita itu menangis. Kenyataan bahwa putra tunggalnya itu mencium laki-laki lain, atau perasaan kecewa yang hinggap di hatinya manakala menghadapi kenyataan itu.

Yifan sendiri meragukan tujuan pelukannya pada Ibunya. Apakah pelukan itu bermakna 'Mama, biarkan aku menenangkanmu. Ini tidak seperti yang kau lihat.' atau lebih kepada 'Mama, maaf. Aku menyukai pemuda itu.' Tapi satu-satunya hal yang masuk akal bagi Yifan kala itu adalah memeluk Ibunya.

Di satu sisi, Chanyeol berdiri dengan gelisah menyaksikan pemandangan di hadapannya. Ia tidak tahu apakah ia harus menunggu hingga Mrs. Wu cukup tenang dan membicarakan semuanya dengan baik-baik, atau ia sebaiknya pergi saja dari tempat itu dan menganggap kejadian barusan tidak pernah ada. Pilihan kedua terasa lebih mudah, tetapi ia adalah seorang pengecut yang masih menghormati orang yang sudah menganggapnya seperti putranya sendiri itu.

Telapak tangan Chanyeol mulai berkeringat. Belum ada satu pun di antara mereka yang membuka suara sementara denting jarum jam yang bergerak membuat segalanya terasa seperti bom waktu. Yifan menolehkan kepalanya pada Chanyeol hingga pandangan keduanya beradu.

Yifan juga ingin bergerak dan memeluk pemuda itu ketika sorot matanya menggambarkan perasaan bersalah yang teramat dalam. Ada dua orang yang terlibat dalam kejadian ini dan Yifan tidak ingin Chanyeol menderita sendirian. Maka ketika dilihatnya Chanyeol melewatinya untuk berjalan keluar, tangan Yifan terulur untuk menahannya. Yifan menggenggam telapak tangan Chanyeol yang basah sementara tangannya yang lain masih melingkar di bahu Ibunya. Chanyeol tidak mempunyai tenaga lagi untuk mengelak dari cengkraman tangan Yifan.

Mrs. Wu yang melihat kedua tangan pemuda itu saling bertaut berusaha menabahkan hatinya.

"Jelaskan pada Mama." Mrs. Wu kemudian duduk di atas sofa ruang keluarga apartemennya ketika kakinya tidak mampu lagi menahan berat tubuhnya yang terasa lemas.

.

.

.

"Kau yakin tidak mau menginap saja?" Tanya Yifan ketika Chanyeol memasuki mobilnya.

Chanyeol menggeleng dan bersiap untuk menyalakan mesin mobilnya ketika Yifan menggenggam tangannya yang memegang kemudi.

"Aku tidak mau kau berpikir macam-macam mengenai apa yang baru saja kita alami. Semuanya sudah jelas sekarang, kau tidak perlu takut." Kata Yifan meyakinkan.

Senyuman kecil tersungging pada bibir merah Chanyeol. Pemuda itu meletakkan tangannya di atas tangan Yifan dan meremasnya.

"Kau tidak perlu khawatir."

Setelah Yifan mengecup singkat bibir Chanyeol, pemuda itu akhirnya membiarkan mobil Chanyeol melaju dari area parkir apartemennya.

.

PARADISETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang