Love is a Dog from Hell

812 106 4
                                    

"Yah! Yah!"

Chanyeol memukul lengan Yifan yang tengah membaca buku untuk mendapatkan perhatiannya. Kedua pemuda itu tengah duduk di lantai dengan bersandar di tempat tidur Yifan sepulang sekolah. Yifan menutup bukunya dan menoleh ke arah Chanyeol yang memegangi mata kirinya.

"Mataku bergerak sendiri." Kata Chanyeol dan menunjukkannya pada Yifan.

"Itu kedutan, stupid." Gumam Yifan sebelum menyentuh mata kiri Chanyeol.

"Whoaaa. Itu tidak mau berhenti." Chanyeol menahan tangan Yifan agar terus menekan bagian matanya yang terus berkedut itu.

Yifan membeku. Sebuah ingatan terlintas di pikirannya, namun pemuda itu segera membuangnya jauh-jauh.

"What?" Chanyeol melepaskan tangan Yifan dari matanya dan menatapnya.

Yifan yang semula terjatuh ke dalam lamunan membalas tatapan mata Chanyeol. Keduanya beradu pandang sebelum akhirnya Yifan memajukan wajahnya dan mengecup bibirnya. Karena ia tidak tahu apa yang telah menunggu Chanyeol setelah ini.

Yifan membuka kedua matanya dan mendapati kamarnya dalam keadaan gelap. Sudah beberapa hari ini pemuda itu sama sekali tidak bisa memejamkan matanya, dan sekalinya ia bisa tidur, ia justru bermimpi tentang waktu yang ia lalui bersama Chanyeol sebelum Ibunya memergoki mereka.

Yifan duduk di tepi tempat tidurnya dan menyalakan lampu tidur di atas meja nakasnya. Pemuda itu mengusap wajahnya menggunakan telapak tangannya. Sudah beberapa hari pula Yifan yang diskors dari sekolah karena menghajar Jongin berusaha mencari keberadaan Chanyeol yang sampai saat ini tidak bisa ia temukan. Yifan melirik ke arah jam yang menunjukkan pukul 03.00 pagi.

Setelah meregangkan ototnya yang mendadak kaku, Yifan bangkit dari tempat tidur dan keluar dari kamarnya untuk mengambil minum. Namun langkah pemuda itu terhenti ketika ia mendapati Ibunya duduk di atas sofa ruang keluarga sedang menonton tv. Namun meskipun mata Ibunya terpaku pada layar berukuran besar itu, Yifan sadar pikiran Ibunya tidak ada dalam raganya sekarang.

"Yifan..."

Langkah Yifan terhenti mendengar namanya dipanggil. Suara yang keluar dari mulut Ibunya begitu lirih hingga jika saja Yifan tidak menajamkan telinganya, ia tidak akan bisa mendengarnya.

Mrs. Wu menepuk tempat kosong di samping sofa yang ia duduki. Sebuah gestur agar Yifan duduk di tempat itu. Yifan menuruti keinginan Ibunya dan duduk di sampingnya, meskipun tetap membuat jarak yang kentara di antara mereka.

"Apa kau tidak lelah hidup seperti ini?" Mrs. Wu memulai. Siku yang ia letakkan di atas gagang sofa menumpu wajahnya yang ia lipat di atas telapak tangannya.

Yifan terdiam. Suara dari tv yang menayangkan acara entah apa itu tidak mampu mengalahkan kesunyian yang menggema di ruangan keluarga itu.

"Ku kira kita bisa membuat banyak perubahan di sini." Kata Mrs. Wu melanjutkan monolognya.

Perubahan seperti apa yang Ibunya inginkan? Yifan memainkan gelas di tangannya.

"Apa kau pernah berpikir mau menjadi apa di masa depan? Atau –apa kau bahkan sempat untuk memikirkan masa depanmu sendiri?"

Yifan masih termangu. Kepalanya sudah terasa pening karena kurang tidur dan ia tidak berniat untuk menyiksa dirinya lebih lanjut dengan memikirkan hal-hal yang ia bisa pikirkan nanti.

"Kenapa kau harus begitu peduli pada Chanyeol? Kau bahkan tidak tahu apa yang ia hadapi—"

"Aku menyukainya." Potong Yifan, tanpa keraguan dalam kalimatnya. Karena baru hari ini ia menyadarinya.

PARADISEWhere stories live. Discover now