019.

4.8K 804 18
                                    

adakalanya taeyong muak terhadap antiseptik yang dioleskan sang ibu pada gores lukanya. namun, saat ini, menghirup udara berbau serupa dengan cairan dalam botol tersebut malah mendamaikan hati. ia menerka-nerkaㅡmungkin karena tidak ada jeno yang menerjang ke arahnya, wajah sialan lucasㅡatau lesung pipi milik sang direktur?

perlu dicatat: kalimat terakhir justru berbentuk fakta.

jung jaehyun, kenyataannya, memandangi raga taeyong yang terbaring di ranjang putih rumah sakit seperti pajangan museum kota. ia mengerjap, terkadang bernapas secara berlebihan, atau sengaja mengusap pergelangan tangan. pada akhirnya, taeyong berkonklusi kalau jaehyun sedang resah, cemas, gugup, dan sebagainya.

"sajangnim?"

jaehyun menanggapi dengan anggukan, persis seperti robot.

"anda menjenguk saya?"

jaehyun mengangguk lagi, kali ini lebih ringan.

"terima kasih banyak. ini suatu kehormatan bagi saya." tentu sulit terkekeh apabila lehermu dibebat perban setebal lima senti, begitu pun dengan taeyong. "anda terlihat was-was. apakah anda baik-baik saja, sajangnim?"

jaehyun mengangguk, disertai suara tunggal. "iya, aku baik-baik saja."

sunyi yang canggung segera melingkupi keduanya.

"taeyong-ssi, aku turut kecewa atas ... tragedi yang menimpamu."

sudut matanya berkedutㅡbentuk ketidaknyamanan terhadap ucapan empati. hela napasnya menyapu masalah, untuk sementara, selagi lengkung sabit terbentuk.

"sajangnim, tenanglah. aku tidak apa-apa. ini bukan masalah yang besar."

"tapi," jaehyun berusaha menyusun kata-kata yang tepat. "pasti berat bagimu untuk menerima segalanya, taeyong-ssi. terlebih lagi, kau masih lajang. apakah kau ... tidak berniat mencari tahu siapa pelakunya?"

taeyong mengulas senyum konservatif. "tidak. aku ingin melupakannya. menuntut ke pengadilan hanya membuka luka lama, kan?" tawanya kering dan dipaksakan. "cukup sampai di sini saja. aku tidak mau menderita lagi."

TRES LECHES / JAEYONG.Where stories live. Discover now