10. Dimensi Dora

10.5K 1.1K 6
                                    

Jika kalian berpikir ruangan yang dari luar tampak tidak terawat itu adalah sarang berandalan SMA Kusuma Bangsa, mohon maaf kalian salah. Kalau kalian mengira ruangan yang katanya dijadikan markas ini adalah tempat minum minuman keras, kumpul kebo, pesta narkoba, atau tempat maksiat lainnya, kalian salah besar.

Ruangan itu adalah tempat Ansel, teman-teman, dan adik kelasnya untuk berkumpul hanya sekedar ngobrol, istirahat, main, atau pun tempat percobaan. Tempat percobaan di sini bukan tempat percobaan bunuh diri. Melainkan tempat mencoba hal-hal baru, mengasah kreatifitas, menyalurkan hobi yang bermanfaat.

Lihat saja, di dalam sana ada meja panjang---meja bekas ruang rapat guru yang masih layak pakai, lalu ada beberapa kursi, kanvas, cat semprot, gitar, papan panah beserta anak panahnya, bantal, dan yang paling utama adalah kipas angin.

Dulu, ruangan itu merupakan tempat berdebu yang dipenuhi barang rongsokan beserta sarang laba-laba, namun sekarang ruangan itu seperti disulap menjadi tempat yang menyenangkan ketika sedang jenuh belajar di kelas.

Semua itu bermula dari ide Ansel---yang tidak sengaja ditunjuk sebagai direktur utama PSB (Perserikatan Brave Boy dulunya Perserikatan Bad Boy) Kusuma Bangsa karena aksi ketidak sengajaannya menyelamatkan nyawa mantan Bos Besar PSB yang sekarang turun jabatan menjadi wakil dirut. Mengapa disebut brave boy, bukan bad boy, karena mereka juga bingung mendefinisikan apa itu bad boy.

Sebenarnya apa itu badboy? Cowok nakal? Cowok buruk? Cowok buruk seperti apa? Hanya karena Ansel dan kawan-kawan pernah tauran, merokok, bolos, tidak membuat PR, menyontek, telat, melawan guru, atau pun melakukan kenakalan remaja lainnya, mengapa orang-orang mengecap mereka sebagai bad boy? Padahal, per hari, mereka hanya melakukan salah satu atau salah dua dari berbagai kenakalan yang disebutkan itu, tidak sekaligus.

Katanya, Julukan "bad boy" selalu dekat dengan;

Musik rock, kalau ini mereka setuju, tapi ada juga kok anggota PSB yang suka ost drama korea yang mellow.

Moge, apalah daya Ansel saja hanya dibekali sepeda oleh ibunya.

Rokok, hal ini akan diceritakan lain waktu.

Bir, Ansel pernah mencobanya, rasanya sama sekali tidak enak, pahit, bau, ia langsung merasakan panas di tenggorokannya.

Tindik, menurut Ansel, tindik itu tidak keren sama sekali.

Tato, merusak badan atletisnya.

Night clubs, ktp saja belum punya, dan kalau seks bebas, tidak pernah Ansel lakukan, ia masih memikirkan perasaan ibunya keles, Ansel kan sayang ibu.

Sedangkan anggota PSB ini hanyalah seorang boy yang berusaha menjadi dirinya sendiri, tidak munafik, apa adanya. Mereka tidak suka menjadi orang baik yang sibuk menjaga citra.

Kalau kalian mengecap Ansel dkk bad boy atau mengartikan mereka sebagai anak nakal ya silakan saja, itu hak kalian. Tapi, bagi mereka, konotasi nakal di sini lebih untuk mencirikan karakteristik petualangan, keberanian, dan kebebasan.

Seperti sekarang, Ansel merasa bebas dari gangguan yang merusak ketenangannya. Ia menyandar pada kursi seraya memejamkan matanya. Tak lupa earphone dipasang di telinganya. Begitu tenang.

"Tidur, Sel?" tanya Awe yang sudah lebih dulu berada di markas PSB. Ia baru saja terbangun setelah tidur lima belas menit. Awe ini adalah mantan bos besar PSB yang digantikan oleh Ansel. Namanya Aditya Wiratama, biasa dipanggil Awe. Kakak kelas Ansel yang sekarang menjadi teman seangkatan Ansel. Ya, Awe ini pernah tidak naik kelas satu tahun.

Merasa tidak dijawab, Awe pun melanjutkan tidurnya kembali. Suara decitan kursi membuat Awe tidak jadi memejamkan matanya karena ulah Ansel yang terbangun lalu membenarkan posisi duduknya. "Berisik banget si anjir!" umpat Awe.

DIMENSI (Completed)Where stories live. Discover now