44. Dimensi UGD

6.3K 978 235
                                    

---PENGUMUMAN---

Diberitahukan kepada seluruh penghuni dunia oren yang kasat dan tidak kasat mata, yang mau gabung ke grup whatsApp Pembaca Nyasar Cerita Alipe (Klepon) bisa chat ke salah satu nomor ini yaa,
Ismail: 0856-9639-2262
Ismi Nabila: 0852-5658-9257
Demikianlah berita ini saya sampaikan, atas perhatiannya saya ucapkan terimakasih~

Diberitahukan kepada seluruh penghuni dunia oren yang kasat dan tidak kasat mata, yang mau gabung ke grup whatsApp Pembaca Nyasar Cerita Alipe (Klepon) bisa chat ke salah satu nomor ini yaa,Ismail: 0856-9639-2262Ismi Nabila: 0852-5658-9257Demikian...

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Setelah memarkirkan motornya, Ansel bergegas mencari Unit Gawat Darurat di Rumah Sakit Umum Az-Zahra. Ia mengikuti petunjuk arah panah di papan petunjuk yang tertempel. Ketika bertemu satpam, ia ditunjukkan harus ke arah mana.

Cowok berjaket jeans itu berjalan cepat menelusuri koridor Rumah Sakit, menuju pintu ruang UGD. Sapaan ramah perawat tak bisa meringankan ketegangan jantungnya. Rasanya jarak ke sana jauh sekali, karena dari tadi dirinya tak kunjung sampai.

Di perjalanan, Ansel melihat seseorang yang tertutup selimut putih dengan banyak darah di bagian dadanya, terbaring di bed yang didorong perawat. Belum selesai pemandangan sebelumnya, ia melihat seorang cewek dengan luka robek di kepalanya, ia mendengar bisik-bisik keluarga korban itu, "siapa, sih yang tega begal lo, Dek!" Dan di saat itulah, Ansel semakin gusar.

Setibanya di ruang UGD, cowok itu menyusuri setiap sudut-sudutnya. Begitu banyak pasien di UGD hari ini, Ansel sampai bingung mencari Kuvvi. Langkah Ansel terhenti ketika mendengar suara cewek yang berteriak kesakitan.

Ansel begitu kenal dengan suara itu. Ia sangat hafal, siapa yang bisa berteriak semelengking itu. "Aduh, sakit, Suster. Pelan-pelan, dong!"

Ansel mempercepat langkahnya, ia mendatangi sumber suara. Namun, ia tak bisa melihat si pemilik suara yang melengking itu karena tertutup dua orang berseragam polisi, perawat, dan dokter. Ansel yakin, ia tak salah orang.

Ansel semakin mendekat sehingga membuat semua orang di dalam sana menoleh ke arahnya. Ketika matanya melihat Kuvvi yang duduk di atas ranjang sambil meringis kesakitan, ia langsung menerobos orang-orang yang menutupi Kuvvi, memeriksa dari ujung kepala sampai ujung kaki Kuvvi lalu menanyakan keadaannya.

Tidak usah tanya bagaimana kondisi jantung Kuvvi sekarang, karena sudah dipastikan suasana dirinya sangat kepanasan ketika jantungnya berdegup cepat.

"Hnggg lecet doang, An. Tenang." Kuvvi nyaris lupa caranya bernapas.

"Kamu kakaknya?" tanya salah satu polisi.

"Eh, bukan, Pak. Saya anak tunggal," jawab Kuvvi mengelak cepat.

"Kamu walinya?" Ansel mengangguk ragu. Wali? Kuvvi jadi ingin bernyanyi, ibu-ibu bapak-bapak, siapa yang punya anak bilang aku, aku yang tengah malu sama teman-temanku, karna cuma diriku yang tak laku-laku.

"Kami petugas dari kepolisian," ucap Pak Polisi sambil memperlihatkan ID card kepolisian.

"Baiklah saya akan menjelaskan kalau saudari bernama Kuvvi Ma-hayesa," Pak Polisi tampak susah menyebut nama lengkap Kuvvi, "Saudari baru saja dibegal di kawasan Perumnas. Sampai saat ini, pelaku begal masih buron. Korban terkena luka sayat di lengan dengan luka yang tidak terlalu parah, sepuluh jahitan."

DIMENSI (Completed)Where stories live. Discover now