23. Dimensi Melepuh Bersama Aspal

9.5K 1.1K 134
                                    

Setelah berusaha keras mengejar Ansel yang melajukan sepedanya cukup kencang, Kuvvi berhasil menyusul. "An, jangan lupa kamu bawa hewan. Kasian ntar mabok. Jangan cepet-cepet." Ansel memang sempat melupakan hal itu. Setelah diperingati Kuvvi, ia pun memelankan kayuhan sepedanya.

Kini, mereka berdua mengayuh sepeda dengan santai. Ansel di sebelah kiri, sementara cewek itu di sebelah kanan agak berdekatan. Sembari menelusuri jalanan yang cukup sepi, cewek yang kakinya masih berlumur becekan pasar mengajak Ansel mengobrol santai. Meski hanya direspon seadanya, ia tetap tidak berhenti mengoceh.

"An, besok sekolah gak?"

"Hm."

"Besok ada matpel olahraga? Kita praktek olahraga lari berapa putaran?"

"Satu."

"Sekali putaran, setengah putaran, bersihkan sel kulit mati dan kotoran. Tar-putar di wajah, bilas. Multivitamin." Kuvvi menyanyikan jargon iklan salah satu produk skin care. Ansel yang sibuk memperhatikan jalanan di depan, hanya diam saja karena tidak mengerti apa yang dinyanyikan cewek itu. Kalau jargon iklan sosis so nice, tinggal lep, Ansel tahu, atau Oreo, diputar, dijilat, dicelupin, karena ia menyukai semua makanan itu.

Kuvvi yang merasa tidak direspon sontak berceletuk. "Nggak tahu ya, An, iklannya? Oh iya, itu kan iklan skincare. Yaudah. Aku punya tebak-tebakan. Kalo kamu diem, berarti kamu gak tahu jawabannya. Yang artinya kamu gak hebat," ujar Kuvvi bercanda.

"Kalo tukang becak jadi presiden, tukang gali kubur jadi presiden, terus tukang bubur jadi presiden, presiden jadi apa?" Kuvvi memulai tebak-tebakannya.

Sungguh, Ansel benar-benar tahu jawabannya. Hanya saja, ia malas menjawab. Mungkin hampir seluruh umat manusia tahu jawabannya. "Gak tahu, ya, An?" Kuvvi menunggu beberapa detik. "Jadi banyak dong. Kalo semua jadi presiden, ya presiden jadi banyak. Ah, gak hebat Ansel Garabaldi."

Kuvvi melanjutkan tebak-tebakannya. "An, coba tebak! Kenapa sih jalan kereta pake batu kerikil?"

Melihat Ansel nampak berpikir, Kuvvi langsung menjawab. "Ya, karena kalo pake kacang sukro, pasti habis diambil anak-anak." Ansel hampir mengumpat ketika mendengar jawaban Kuvvi. Sementara Kuvvi terlihat puas sekali.

"Lagi, lagi! Band, band apa yang buru-buru? Tergeisha-geisha." Kuvvi kembali melemparkan tebakan, namun langsung ia jawab sendiri tanpa menunggu jawaban Ansel.

"An, kamu suka Coldplay?" tanya Kuvvi setelah meredakan tawanya karena menertawakan tebak-tebakannya yang garing.

"Iya."

"Sama, aku juga. Kamu tahu nggak, nama band pesaing Coldplay? ... Hotpause." Sudut bibir Ansel hampir saja tertarik, mendengar tebak-tebakan Kuvvi. Secara logika sih, masuk akal.

"An, prank, prank apa yang kurang enak didengar? ... Cem-prank! Kayak suara aku hehe."

"Pasti di dalem hati kamu jawab, 'nah itu lo tahu!', iya, kan?" sambung Kuvvi.

"Kamu tahu nggak apa penyebab utama banjir di jalanan perumahan? ... Polisi tidur yang ileran. Kue, kue apa yang selalu salah tapi nggak mau ngaku? LEMPER batu sembunyi tangan. An, kucing jualan kuetiaw namanya apa? Kuemiau," lanjut Kuvvi tanpa memberi kesempatan cowok di sebelahnya menjawab.


"Kamu tahu Harry Potter? Itu lhoo yang punya lawan---jualan groceries: voldemart." Ansel sempat mengoreksi kata-kata Kuvvi, Voldemort. "Nah, kenapa tanda petir di jidat Harry Potter warnanya hitam? ... Karena kalo merah namanya Harry Libur dong." Kuvvi tertawa, sementara Ansel nyaris mengikuti.

DIMENSI (Completed)Where stories live. Discover now