45. Dimensi Air Kobokan

6.2K 928 349
                                    

Kuvvi merasa lelah sekali hari ini, ia berusaha memejamkan matanya setelah menarik selimutnya. Matanya memanas, jantungnya berdetak agak cepat, apakah hal ini karena dirinya bersebelahan kamar dengan Ansel.

Tapi, sepertinya bukan itu alasannya, melainkan, dirinya sedang demam. Karena Ansel sedang tidak berada di kamarnya.

Ansel di dapur, membuka kulkas lalu mengambil air dingin, di sana ada Alyviah yang sedang menyiapkan sepiring makanan untuk Kuvvi. "Cerita dong, Bang? Kenapa Kuvvi bisa dibegal?" ujar Alyviah.

"Panjang, Bu." Ansel meneguk minumannya.

"Ish, kamu tuh. Anterin makanan ini, sana!"

"Iya, Bu."

"Sama bawain segelas air putih."

Ansel membawa nampan yang berisi sepiring nasi dengan lauk ayam goreng dan sayur sop, serta segelas besar air minum. Setelah mengetuk pintu kamar tiga kali, Ansel masuk ke kamar meletakkan nampan tersebut ke atas nakas.

Ansel melihat Kuvvi tertidur sambil mengernyitkan dahinya seperti menahan sakit. Ansel pun ikut mengernyitkan dahinya, bingung. Dihampirinya Kuvvi yang tertidur di kasur dengan selimut yang menutupi ujung kaki sampai lehernya. Lalu diperiksanya suhu tubuh Kuvvi.

Ternyata lebih panas dari yang tadi.

Ansel cepat-cepat mencelupkan tangan kanannya ke segelas air yang dibawanya tadi. Setelah dirasa tangannya basah, ia mengompres dahi Kuvvi dengan telapak tangannya. Begitu seterusnya.

Kuvvi yang merasa ada tangan basah yang menempel di dahinya, lantas terbangun. "Ngapain, An?" Suaranya terdengar lemah, tak seperti biasanya.

"Diem," titah Ansel lalu melanjutkan kegiatannya.

"An, aku nggak bisa diem. Kamu ngapain?"

"Berisik."

"An, itu cara terbaru ngompres orang, ya? Kok langsung pake tangan? Lebih ampuh, ya, An? Alhamdulillah, aku dapet ilmu bar---" Ansel menarik selimut, menutupi mulut Kuvvi yang sibuk berceloteh, sehingga membuat ocehan Kuvvi terjeda sejenak.

"An, kalo aku diem, jantung aku makin kerasa dentumannya." Kuvvi berbicara dari balik selimut. Namun suaranya masih bisa terdengar jelas.

Lelah mengoceh, Kuvvi tertidur sendiri karena tubuhnya terasa lemas sekali, mungkin efek obat yang ia minum pas di rumahnya.

Keesokan harinya, ia mendapati setablet obat dan sepaket sarapan di atas nakas tempat tidur. Kuvvi langsung menyantap sarapannya sampai habis, karena sakit membuatnya lapar. Selesai makan, ia minum obat. Ketika obat sudah tertelan dibantu air minum, Kuvvi merasakan ada rasa yang tak biasa dari air yang diminumnya

 Ketika obat sudah tertelan dibantu air minum, Kuvvi merasakan ada rasa yang tak biasa dari air yang diminumnya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Sesuai janjinya, keesokan harinya, Ansel menemani Kuvvi ke kantor polisi. Kuvvi dimintai keterangan lebih lanjut sebagai saksi mengenai dua kasus. Pertama kasus pencopetan, kedua kasus pembegalan. Cukup banyak pertanyaan yang diajukan. Kuvvi pun menceritakan sedetail-detailnya. Ia sangat berharap, pelaku bisa segera ditangkap. Andai saja Kuvvi tidak bisa membela dirinya, mungkin celurit waktu itu telah menebas lehernya, bukan lengannya.

DIMENSI (Completed)Where stories live. Discover now