SATU

83.8K 2.3K 95
                                    

"Tempat kita dikepung! Segera siapkan senjata dan bunuh mereka satu per satu!" perintah Almer kepada semua anak buahnya. "Jangan biarkan satu pun dari mereka lolos dari sini!"

Begitu tahu istananya diserang lawan bisnisnya, Almer Guritnoko tidak tinggal diam. Dia meminta semua bawahannya untuk menyerang mereka balik. Hal lain yang dikhawatirkannya adalah keselamatan adiknya, Irina.

Ia bergegas ke kamar adiknya.

"Irina, get out now! We all are in danger-no-you are in danger," kata Almer sambil menarik adiknya yang sedang duduk di meja rias. Digamitnya adiknya keluar kamar. "Akan ada perang besar di sini."

"No I can't leave you here, Kak," kata Irina, berhenti di tempat.

"Kau harus pergi. Anak buah Kakak sudah menyiapkan mobil di belakang rumah."

"Kita sudah berjanji pada mendiang orangtua kita untuk saling menjaga satu sama lain. Bagaimana jika terjadi sesuatu pada Kakak?"

"Irina," desis Almer. "Ini bukan saat yang tepat untuk membicarakan hal-hal emosional seperti ini. Kau tidak perlu khawatir. Kakak bisa jaga diri."

Irina menggeleng. "Aku tetap di sini."

"Shit you're stubborn as hell." Kakaknya menghela napas panjang. "Berjanjilah untuk bersembunyi di basement. Jangan lupa kau kunci ruangan basement itu sesampainya di sana. Begitu perang ini selesai, Kakak akan menemuimu di sana, oke?"

Irina mengangguk dan berlari ke bawah tanah melalui lift di rumah itu, sementara kakaknya ke tempat lain untuk memantau keadaan rumahnya.

Rumah kakaknya terdiri dari enam lantai dan kamar Irina terletak di lantai paling atas. Jika ia menggunakan tangga ia akan bertemu dengan musuh-musuh kakaknya yang mulai masuk ke rumah. Irina dapat mendengar pintu rumah didobrak paksa dan teriakan-teriakan kasar mereka. Jantungnya hampir berhenti ketika ia mendengar suara 'DOR'. Segera dia masuk ke lift dan berharap jalannya ke bawah tanah dilancarkan.

Di dalam lift ia terus berdoa. Selama ia menjadi adik Almer tidak pernah ia merasa sepanik ini. Ia tahu kakaknya sudah menjalani bisnis kotor selama lima belas tahun. Bisnis kakaknya bergerak di berbagai bidang seperti penyelundupan mobil, perdagangan narkoba, prostitusi, dan klub malam. Selama lima belas tahun terakhir pula kakaknya selalu lolos dari jeratan hukum. Ia juga tidak pernah diserang seperti hari itu.

Itu pertama kalinya rumah kakaknya yang megah itu diserang.

Irina tidak tahu apakah ia masih pantas untuk berdoa kepada Tuhan atau tidak setelah ia menikmati uang haram dari kakaknya-tapi kali itu ia benar-benar tidak punya pilihan selain berdoa agar kakaknya selamat. Begitu lift terbuka, dia langsung tiba di garasi bawah tanah. Dari sana ia berlari ke pintu yang membawanya ke lantai lebih bawah lagi.

Ruangan itu memang dikhususkan Almer untuk persembunyiannya jika hal buruk terjadi. Dan hal buruk itu terjadi hari ini. Irina tidak pernah menyangka ia akan seorang diri menyelamatkan dirinya, sementara ia tidak tahu bagaimana nasib kakaknya di atas. Irina menguatkan dirinya. Dibukanya pintu itu dan ia berjalan ke bawah tangga untuk sampai ke ruang pesembunyian.

Mata Irina terbelalak.

"Kalian.... Kalian siapa?" desisnya sambil berjalan mundur.

Ruangan itu hanya ruangan kecil berukuran tiga kali tiga yang hanya diisi tempat tidur dan lemari berisi makanan. Seharusnya tidak ada orang di sana-atau setidaknya orang suruhan kakaknya.

Di hadapannya ada dua pria yang tidak dikenal Irina, yang ia yakini pasti mereka musuh Almer. Irina membalikkan tubuhnya untuk melarikan diri, namun bahunya ditarik dari belakang dan dia didorong ke tembok.

"Kau keluar." Orang di sebelahnya mengangguk dan meninggalkan mereka di sana. "Kau pasti adik kecil Almer. Siapa namamu? Irina? Kau tidak perlu tahu siapa saya sekarang. Sebentar lagi kau juga akan tahu."

Tubuh Irina memang sakit karena hentakan tadi, namun ia tetap berusaha untuk bergerak-sia-sia-karena pria di hadapannya dengan mudah menangkapnya.

"Kau wangi sekali," bisik pria itu di telinganya. "Kalau bukan adik Almer, kau pasti akan saya biarkan pergi."

Pria itu hendak mendekatkan bibirnya ke bibir Irina. Irina langsung meludah ke wajahnya, dan...plak! Ia ditampar oleh pria itu.

"Very, very brave girl. Just like your damned brother." Lalu pria itu mengeluarkan sapu tangan dari kantong celananya. Irina menjauhinya namun lengannya dicekal sangat keras sampai akhirnya pria itu menempelkan sarung tangannya di mulut Irina. "Sleep, baby, sleep. Sssshhh."

Lalu Irina tak sadarkan diri.

Dua jam kemudian.

Sayup-sayup Irina terbangun karena suara gubrukan di dekatnya. Dia tidak lagi di ruang persembunyian. Ketika ia perlahan membuka matanya, ia menyadari ia berada di garasi.

Dia mencoba berdiri dan tidak bisa.

Tangan dan kakinya diikat sangat ketat sampai dia merasa mati rasa. Dia tidak bisa bergerak sama sekali.

"Well, Almer, sampaikan selamat tinggal pada adikmu."

Mata Irina membeliak. Dia melihat kakaknya duduk dalam keadaan tali tambang mengikat seluruh tubuhnya. Wajahnya sudah bersimbah darah. Gagalkah Kak Almer, pikir Irina takut. Tidak mungkin! Apakah ini saatnya aku kehilangan....

"Irina, Kakak minta maaf," kata kakaknya lesu. Kakaknya sudah tumbang! Ya Tuhan! Irina berusaha mengerahkan semua tenaganya untuk lepas dari jeratan tali, tapi gagal.

"Kak Almer, don't die," bisik Irina parau. "Don't die...."

"Ini yang harus kau bayar setelah berusaha menghancurkan bisnis saya, Almer," kata pria yang membiusnya. Pria itu berdiri di belakang Almer dengan pistol yang diarahkannya ke bagian kiri kepala Almer. "Saya harus membuatmu menyusul orangtuamu. Mereka pasti kecewa. Anak mereka bernasib sama seperti mereka. Dibunuh oleh kami."

Dan....

DOR!

"KAK ALMER!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!" pekik Irina sekuat tenaga. "Lepaskan saya. Lepaskan! Biarkan saya melihat kakak saya!"

Obsesi sang MafiaWhere stories live. Discover now