SEPULUH

26.7K 1.1K 67
                                    

"Kalau kau tak kunjung hamil, saya akan membunuhmu. Jika anak yang kau kandung bukan anak laki-laki, saya juga akan membunuhmu. Dan jika anak yang kau lahirkan adalah laki-laki, saya bisa membunuhmu. Saya hanya butuh surat nikah dan hak asuh resmi atas anak itu."

"Son of a bitch," desis Irina.

"Kau ngomong apa?" Calvi menantangnya dingin.

Irina tidak mau memancing keributan. Bisa-bisa dia diperkosa lagi. Jadi ia putuskan untuk menggeleng saja dan menurut.

"Good," kata Calvi.

"Calvi."

Untuk pertama kalinya Irina melisankan nama pria itu. Sesaat Irina sempat melihat perubahan di wajah pria itu. Irina berdiri di hadapan pria itu. Dipandanginya pria itu untuk waktu yang sangat lama.

Wajahmu tampan, tapi kenapa hatimu begitu bengis? Bentuk tubuhmu juga menggiurkan, namun mengapa kau tidak membawa tubuh ini untuk memuaskanku dengan baik? Mengapa kau memilih untuk menyakitiku? Padahal di saat aku sendiri seperti ini, jika kau baik, aku pasti akan luluh padamu.

Mikir apa kau Irina, gerutunya pada diri sendiri. Dia laki-laki yang membunuh keluargamu! Kau tidak boleh suka padanya! Untuk berpikir suka saja sudah salah!

"Saya akan menikah denganmu."

Satu alis Calvi menaik. "Oh. Semurah itu harga dirimu?"

Pria brengsek, dengus Irina dalam hati.

"Namun dengan satu syarat."

"Sebut saja. Saya pasti akan memenuhinya."

"Saya ingin ke tempat Kak Almer."

"Maksudmu?"

"Saya ingin ke rumah Kak Almer. Saya ingin..."

"Rumah itu sudah tidak ada," potong Calvi datar. "Percuma kau ke sana."

"Kalau begitu kau bisa ke sana? Saya tahu kita menikah tanpa cinta. Tapi bagaimana pun kita akan menikah. Dan Kak Almer menitipkan sesuatu ke saya. Cincin nikah orangtua saya."

"Kau ingin bernasib sama seperti orangtuamu?"

"Tolong lakukan itu. Saya tidak minta banyak. Cincin itu berada di salah satu kotak besi, di satu ruangan yang saya yakin kau belum jangkau."

Calvi mengangguk. Dia tidak bodoh menuruti perempuan itu. Dimintanya anak buahnya untuk mencari kotak besi itu. Salah satu anak buahnya langsung memberitahu bahwa cincin itu berada di satu tempat dengan surat-surat penting milik Almer yang ditemukan mereka satu bulan lalu.

Disodorkannya cincin itu ke Calvi.

Untuk sesaat Calvi memperhatikan cincin itu. Cincin itu bukan seperti cincin nikah. Cincin berwarna silver dengan di tengahnya terdapat batu merah. Cincin ini...

Perempuan laknat!

"Minta Sullivant untuk mencari tahu siapa yang punya akses ke cincin ini," perintahnya begitu menyadari apa fungsi cincin tersebut. Sullivant adalah hacker yang biasa membantu Calvi untuk melancarkan bisnisnya. "Dan setelah itu, hancurkan cincin ini."

Calvi bergegas ke kamar Irina. Perempuan itu sedang memilih-milih gaun pengantin yang dibawa desainer untuknya. Calvi tersenyum menyeringai. Dipikirnya perempuan itu pintar dengan mengelabuinya. Perempuan itu benar-benar tidak tahu siapa Calvi kalau begitu.

"Tolong tinggalkan saya dengan calon istri saya," katanya pada desainer. Begitu hanya dia dan Irina saja di kamar, Calvi langsung mendorong perempuan itu sampai jatuh. "Little rat! Kau pikir kau bisa membohongi saya?"

"Ternyata kau memang pintar. Seperti yang Almer katakan."

"Kau tidak punya pilihan, Irina. Pernikahan akan dilangsungkan dua hari lagi!"

"NOOOO!" teriak Irina marah. Dia beringsut, menyerang Calvi dengan memukul dan mencakar pria itu. "Aku tidak mau menikah denganmu! Lebih baik kau bunuh saja aku!"

Sangat mudah bagi Calvi untuk menghindari perempuan itu. Saat itu Irina berdiri dekat jendela. "Jadi kau mau mati?" Calvi memberikan senyum licik padanya. Dia mendekati jendela, dibukanya jendela itu lebar-lebar. "Saya tidak akan membunuhmu. Tapi kau bisa loncat dari sini jika kau mau mati."

Sesaat Irina memandangnya. Ia mempertimbangkan tawaran pria itu. Rumah Calvi sangat tinggi. Dan kemungkinannya ia mati sangat besar jika ia terbang dari jendela. Namun daripada ia harus menjadi bagian hidup pria itu, dia memilih untuk pergi saja.

Ini kesempatanmu untuk kabur, Irina. Untuk kabur dari semuanya.

Irina menguatkan dirinya dan dia berlari melewati jendela. Tubuhnya terhuyung dari atas sana ke hamparan tanah di bawah. Sebelum ia tak sadarkan diri ia sempat mendengar suara tulang yang retak.

Dari jendela Calvi menghadap ke bawah. Dilihatnya Irina yang terkapar tak berdaya di sana. "Sama seperti yang dialami Dewi. Bedanya dia sudah mati sebelum aku melemparnya dari sini."

Obsesi sang MafiaWhere stories live. Discover now