ENAM BELAS

19.2K 892 37
                                    

"Apakah majikan Bibi memang selalu aneh?" tanya Irina pada pelayan yang seperti biasa membawakannya makan.

Nama pelayan itu Bi Arti. Bibi yang usianya sudah tujuh puluh dua adalah teman bicaranya selain Calvi (jika Calvi bisa disebut teman bicara) mengingat aksesnya untuk berkomunikasi sangat dibatasi. Sikap Bibi padanya selama ini sangat baik, meski Bibi lebih banyak diam setiap Irina bertanya mengenai Calvi.

Ya, Bibi pasti takut pada Calvi.

Pria itu punya perangai yang tidak baik. Bagi Irina, siapa pun manusia yang sanggup mengambil nyawa orang lain, mereka tidak ada bedanya dengan setan. Dan setan itu tidak lain adalah..

Ayah dari bayi yang dikandungnya.

Setiap Irina sendiri dia khawatir dengan keadaannya. Dia tidak pernah hamil. Membayangkan dirinya hamil saja ia tidak pernah! Terkadang Irina pun merasa kehamilannya tidak nyata. Dia ingin memastikannya dengan pergi ke dokter. Tapi bagaimana caranya? Satu-satunya orang yang bisa membiarkannya pergi adalah Calvi. Dan bicara pada pria itu sama saja bicara dengan tembok. Pria itu tidak akan menggubrisnya.

"Jangan kecewakan Pak Calvi, Bu," kata Bibi memandangnya dengan iba. "Jangan pernah melakukannya."

"Apakah Pak Calvi pernah melakukan sesuatu pada Bibi dan keluarga Bibi?" tanya Irina penasaran.

"Sebaliknya, Bu, Pak Calvi justru telah membantu keluarga saya."

"Apakah benar pria itu memiliki sisi baik?"

Bibi tidak menjawab dan pergi meninggalkan Irina. Tak ada gunanya menahan Bibi karena Irina tahu Bibi tidak akan bicara apa-apa tentang Calvi. Bahkan tadi ketika menjawab pertanyaannya Irina sempat melihat sebersit ketakutan di wajah Bibi.

Menu makan siang hari itu nasi tim dengan daging ayam yang lembut. Terakhir kali Irina melihat tubuhnya di kaca, dia memperhatikan tubuhnya semakin kurus. Dan dia tidak mau mati kelaparan dengan tidak makan-tidak lagi. Mulanya dia mogok makan saat tinggal di tempat itu, tapi lama-lama dia sadar dia tidak mau mati sia-sia.

Aku hanya boleh mati setelah aku memastikan anak Kak Almer baik-baik saja, begitu tekadnya setiap hari.

Irina mengira hari itu ia akan menghabiskan waktunya sendiri di kamar seperti hari-hari sebelumnya. Ketika hari mulai sore, pria itu masuk ke kamar. Saat itu Irina sedang menyisir rambutnya di depan kaca meja rias.

"I have taken care of everything. We're getting married tomorrow morning."

Berjengit dada Irina mendengarnya. Gerakan menyisirnya berhenti. Ditatapnya Calvi yang berdiri di dekatnya. Dapat dilihatnya tangan pria itu yang bergetar. Apa? Pria itu mau memukulnya lagi? Mau main tangan lagi?

Bukan itu yang dilakukan Calvi. Pria itu menjulurkan tangannya ke rambut Irina. Dengan jari-jarinya dia menyisiri rambut Irina bagian dalam. Lalu telunjuknya meraba tengkuk Irina.

Irina berusaha bernapas dengan baik, namun tidak berhasil.

Dia tegang.

Bodoh kau, Irina, bagaimana bisa kau terangsang karena sentuhannya, maki Irina dalam hati. Seketika rasa malu itu menghampirinya. Aku tidak bisa tertarik padanya. Pria ini adalah monster!

"Kau wangi," kata pria itu singkat.

Ya, tentu saja. Irina kan tidak melakukan apa-apa yang membuatnya berkeringat. Yang dilakukannya hanya mandi, makan, baca buku, dan tidur. Tidak mengherankan bau tubuhnya wangi.

"Kita akan menikah?" tanya Irina pelan. Terlalu pelan sampai ia sendiri tidak begitu mendengar suaranya.

"Besok pagi. Lalu setelah ijab kabul kita akan pergi ke suatu tempat yang tidak kau jangkau sebelumnya."

"Apakah itu tempat yang jauh?"

"Doesn't matter. Kau akan tetap di kamar seperti ini."

Irina mengangguk patuh.

"What? Kau tidak protes?" tanya Calvi datar.

Irina menggeleng.

"I have no choice."

"Bagus kau sadar kau tidak punya pilihan."

Lalu Calvi membalikkan tubuhnya namun Irina menahan lengannya.

Pria itu menepis tangan perempuan itu.

"Siapa anak kecil itu?" tanya Irina penasaran.

"My daughter."

"You have a wife?"

"None of your business."

Irina dapat melihat rahang pria itu yang mengeras. Irina dapat menebak pengalaman pria itu dengan istrinya pasti tidak baik. Apakah pria itu membunuh keluarga istrinya seperti yang dilakukannya pada Irina dan keluarganya? Atau... anak itu anak simpanannya?

Siapa yang tahu.

"I assume that I am going to be your second wife," kata Irina.

"Nope. I killed the first one."

Cara pria itu mengatakannya begitu tenang sampai Irina terkejut. Matanya membesar karena kaget. Pria ini benar-benar jelmaan setan! Dia telah membunuh... istrinya?

Dan nama Dewi pun masuk ke benak Irina.

"Dewi? Siapa Dewi?"

"Perempuan laknat yang kubunuh."

Calvi tersenyum menyeringai melihat Irina yang mulai ketakutan. Perempuan itu bahkan mundur beberapa langkah menjauhi Calvi. Tidak ada perasaan yang lebih baik bagi Calvi selain merasakan takut terhadap dirinya di sekelilingnya.

Tanpa memedulikan Irina yang mematung kaku, Calvi mendekati pintu dan meninggalkan kamar itu.

Obsesi sang MafiaNơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ