TUJUH

31.7K 1.1K 52
                                    

Berhasil. Pria itu tampak kecewa, sebentar. Kemudian Calvi turun dari tempat tidur dan mendekati pintu kamar. "Gantilah pakaianmu dengan yang ada di lemari. Kita sarapan di bawah."

"Apakah setelah itu kau akan mengizinkan saya pergi?"

"Keep hoping, Sweetheart."

Pria itu meninggalkan kamar dan berjalan ke ruang tengah rumahnya. Jujur dia kesal sekali melihat perempuan itu. Siapa pikirnya perempuan itu? Dia memang cantik. Badannya juga bagus. Tapi siapa dia sampai berani menjatuhkan harga diri Calvi dengan mengatakan ia tidak tertarik sama sekali dengan Calvi?

Di ruang tengah rumahnya, ada Marko dan lima belas anak buahnya yang lain sudah rapi berbaris menyambut bos.

"Saya butuh kalian atur pernikahan untuk saya," katanya dengan nada datar. Terlalu datar sampai anak buahnya melongo. "Siapkan dokumen-dokumen yang diperlukan. Untuk tempat, katering, dan hal-hal lain juga kalian yang pikirkan. Kecuali gaun pengantinnya." Calvi diam sesaat. "Cari desainer terbaik di Asia dan bawa dia ke Irina. Biarkan Irina memilih gaunnya sendiri."

"Bos, itu kan adiknya Almer...." Anak buahnya mengingatkan.

"Kau mau mati sekarang? Kau tidak punya hak mengatur saya!"

"Bos, tapi itu benar," kata Marko. "Bisa-bisa jasad orangtua Bos berdiri begitu tahu Bos menikah dengan keluarga Guritnoko."

"Sejak kapan kau percaya takhayul?" tanggap Calvi gusar. "Lakukan apa yang saya suruh. Dismissed." Kemudian tanpa bisa diajak bicara lagi Calvi berjalan keluar rumah. Masih ada banyak hal yang harus dilakukannya.

Salah satunya berunding dengan Pavel Sotomayor dan Moreno Danishwara. Karena Pavel sedang tidak ada di Indonesia, maka ia menemui Moreno di Menara Danishwara. Begitu mendengar penawaran Calvi, Moreno tertawa.

"Jadi kau mau memberi kebun ganjamu asalkan saya tidak mengincar adik Almer?" Moreno berdecak. "Not a chance! Saya akan tetap memastikan dia mati."

Tidak heran Moreno begitu dingin. Jangankan orang lain, adiknya saja pernah ia bunuh. Calvi berusaha untuk menghubungi Pavel melalui telepon. Tanggapannya pun sama seperti Moreno. Malah lebih buruk lagi.

"Just tell me where she is. Sebelum kubunuh, akan kujadikan dia budak seksku terlebih dahulu."

Well, jika ada orang yang bisa mencicipi tubuh Irina, orang itu haruslah Calvi. Calvi tidak punya pilihan selain tetap mengurung Irina di rumahnya. Bukan mengurung sebenarnya. Lebih tepatnya ia menjaga perempuan itu dari dua orang superpower di luar sana.

Jangan tanya alasan mengapa ia melakukannya. Sebab Calvi sendiri masih tidak yakin dengan apa yang dilakukannya. Tidak mungkin rasa itu bernama cinta. Calvi tahu apa itu cinta, dan dia sudah mengubur cinta itu sejak lama.

***

"Ada satu ruang di mana yang tidak tertembus api. Bahkan badai sekali pun. Dan di sana kami menemukan surat-surat kepemilikan properti Almer di luar negeri. Bukan itu saja. Ada surat izin beberapa usaha di antaranya garmen, semen, garam, dan restoran di Jakarta." Marko menjelaskan sembari meletakkan map satu per satu di meja kerja Calvi. "Perempuan itu benar-benar kaya, Bos."

Sekali pun Calvi tidak perlu membuka beberapa map di mejanya. Dia tahu bahwa Almer tidak hanya menjalankan bisnis kotor. Calvi pun juga begitu. Banyak orang berpikir kekayaannya bersumber dari usaha pertambangan dan eksplorasi timah. Tidak semua orang tahu bahwa bisnis klub malam, prostitusi, dan narkoba yang marak saat ini disetir oleh beberapa orang, satu di antaranya adalah Calvi.

Ia melakukan pekerjaan kotornya dengan sangat rapi. Tempat hiburan seperti klub malamnya tidak didaftarkan atas namanya. Dia melakukan nominee agreement dengan rekan kerjanya. Perjanjian itu sendiri menyatakan bahwa klub malam itu menjadi hak guna usaha atas nama rekan kerjanya tersebut. Namun di perjanjian itu juga disebutkan bahwa rekan kerjanya hanya pemilik sebatas di atas kertas saja. Untuk usaha prostitusi dan pengedaran narkoba juga dilakukan di klub malam tersebut. Calvi memastikan bahwa tidak akan ada yang berani melaporkan usahanya ke pihak yang berwajib. Ia memberikan kebijakan pada anggota klub tersebut untuk membayar seratus juta per bulan. Bukan harga yang murah hanya untuk menikmati narkoba dan prostitusi. Tapi rupanya bisnis itu lancar saja, bahkan peminatnya semakin banyak.

Calvi bukan hanya mengatur harga yang sangat tinggi. Dia juga memasang CCTV di klub malamnya. Banyak peristiwa yang terjadi di klub malamnya. Dari prostitusi sampai perjanjian kartel. Dari sana dia tahu skandal-skandal yang dilakukan petinggi di negara itu. Skandal tersebut itulah yang menjadi kartu AS-nya. Begitu ada yang membocorkan usahanya, bukan hanya dia memastikan orang itu akan mati, dia juga memastikan orang itu akan hancur. Baik secara karir dan finansial.

"Tapi sepertinya dia tidak tahu bahwa dia mewarisi banyak harta dari kakaknya." Calvi memberikan kesimpulan. "Dia bukan orang yang seperti itu."

"Tidak ada perempuan yang tidak mengerti harta, Bos," kata Marko mengingatkan. "Apakah Bos lupa dengan mantan istri Bos, Dewi..."

"Jangan sebut namanya lagi!" bentak Calvi gusar. "Dewi adalah masa lalu. Dia tidak pantas disebut lagi di rumah ini. Dismissed."

Marko menurut dan meninggalkan bosnya di ruang kerjanya. Calvi geram sekali jika ada orang yang melisankan nama perempuan laknat itu di hadapannya. Sewaktu dulu, dia pernah percaya pada satu wanita. Satu-satunya wanita yang ia nikahi dari ratusan yang telah ia tiduri.

Dewi wanita yang berbeda.

Dia tidak pernah mau ditiduri sebelum menikah dengan Calvi. Calvi ingat pertama kali ia melihat wanita berwajah manis itu. Saat ia menolong wanita itu dari bisnis prostitusi dan membawanya ke rumahnya. Wanita itu sangat baik pada awalnya. Memperhatikannya dengan tulus. Sampai Calvi menangkapnya sedang selingkuh bersama pria lain.

Dor!

Obsesi sang MafiaWhere stories live. Discover now