LIMA BELAS

20.4K 836 52
                                    

Hujam jantungnya dengan pisau itu, Calvi;

Letakkan pisau itu di atas arang panas lebih dulu;

Kemudian tarik pisau itu dari jantungnya;

Lalu gorok lehernya dengan pisau itu.

Kalau bukan sekarang, kapan lagi?

Tidak, aku tidak akan melakukannya.

Dia kakak kandungku.

Ya, dia kakakmu.

Dia juga orang yang akan mengambil segalanya darimu.

"DIAMMMMMMMMMMM!" Calvi berteriak sekeras yang ia bisa. Dipandanginya wajahnya di depan kaca. Tanpa disadarinya sudah lama bisikan-bisikan itu menghantuinya. Sejak dia membunuh simpanan ayahnya, desakan itu terus mendatangi inti pikirannya.

Dia menjadi haus.

Haus akan darah.

Haus akan kekuasaan.

Calvi teringat pada pisau kecil di kantong celananya. Pisau yang selalu diasahnya setiap hari selalu berada di dekatnya. Ikatan batinnya dengan pisau itu sangat intens melebihi hubungannya dengan anggota keluarganya yang lain.

Aaron Soekmabintoro adalah kakak yang baik. Dia tidak pernah tertarik dengan bisnis keluarganya yang kotor. Sejak kecil dia bercita-cita menjadi dokter bedah. Jika bukan karena Calvi, dia bisa mewujudkan cita-citanya.

Namun Calvi tidak membiarkannya.

Terlebih ketika kakeknya memberitahunya,

"Lihat kakakmu. Dia begitu pandai. Kakek akan terus meyakinkannya untuk menjadi pemimpin SB Group."

"Saya juga bisa jadi pengusaha seperti Kakek."

"Calvi, you're the second child. Kau akan tetap menjadi bawahan kakakmu. Hal itu sudah menjadi tradisi keluarga Soekmabintoro."

Bukan hanya kali itu saja Kakek mengingatkannya mengenai hal itu. Kakek tidak mau Calvi menjadi orang yang tidak tahu diri. Calvi anak kedua, tidak akan punya power sebesar kakaknya. Seharusnya Calvi bisa menerima.

Tapi bukan Calvi jika ia menerima keadaan begitu saja.

Dia selalu mendapatkan apa yang diinginkannya.

Dan dia ingin menjadi yang paling berkuasa di keluarga itu.

Ia memang dijauhkan dari lingkungan keluarga Soekambintoro. Dia disekolahkan di New Zealand sampai lulus SMP. Begitu lulus dia tidak langsung ke Amerika untuk melanjutkan sekolah. Dia menyempatkan diri untuk pulang ke Jakarta.

Ketika ia sampai rumah, ia terkejut mendapati pesta meriah di rumah. Pesta itu diperuntukkan bagi Aaron yang baru diterima di fakultas kedokteran di Harvard. Tidak ada kata-kata penyesalan dari keluarganya yang tidak mengundangnya. Kakaknya pun tidak menyambut kepulangannya karena terlalu terbuai dengan pencapaiannya sendiri.

Calvi tidak ikut hadir di pesta itu. Dia langsung mengunci diri di dalam kamar. Pada saat itu Calvi merasa disingkirkan dari keluarganya sendiri.

Dan dia harus mengakhiri perasaan itu.

Begitu malam tiba, dia menghampiri kakaknya yang sedang mengepak barang di kamar. Posisi kakaknya saat itu tengah membelakanginya. Dengan langkah tak bersuara, Calvi perlahan mengeluarkan pisau dari kantong celananya.

Dia berdiri sejenak di belakang kakaknya.

Napasnya yang menderu terdengar. Aaron refleks membalikkan tubuhnya.

Dan ketika mereka berhadapan, Calvi mendorong kakaknya sampai terjatuh. Dia tidak menemukan kesulitan untuk melakukannya karena tubuhnya yang lebih berisi daripada kakaknya yang cungkring. Begitu kakaknya mendarat di lantai, Calvi di atasnya menghunus dada kirinya dengan pisau.

Dilihatnya tubuh kakaknya yang menggelepar bagai kecoa yang dibalikkan tubuhnya. Kakaknya berusaha mengatakan sesuatu, namun Calvi menutup mulutnya dan mendesis, "Sssstth. You deserve this, brother."

Setelah kakaknya terbujur kaku di bawahnya, Calvi secara perlahan menarik pisau itu dari dada kakaknya. Diendusnya darah di pisau itu untuk waktu yang lama. Lalu disayat-sayatnya leher kakaknya dengan pisau itu pula.

Keesokan paginya suara Kakek menggelegar ke seluruh rumah.

Dari dalam kamarnya Calvi hanya tersenyum puas.

Tidak ada satu pun orang yang memanggil namanya. Tidak ada satu pun orang yang mengetuk kamarnya. Tidak ada satu pun orang yang berani bicara padanya.

Tidak heran.

Di dalam rumah itu ada remaja berusia empat belas tahun yang sanggup membunuh kakaknya. Belum cukup membunuh, dia juga memutilasi kepala kakaknya.

Dan bagian yang terakhir,

Dia menghadiahkan kakeknya dengan meletakkan kepala kakaknya di atas meja kerja Kakek.

Obsesi sang MafiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang