ENAM

33.4K 1.2K 43
                                    

"Have you ever had sex, Irina?"

Sejak semalam Irina tidak bisa memejamkan matanya. Dia tidak bisa melakukan apa-apa selain duduk di atas tempat tidur dengan air mata yang terus membasahi wajahnya. Pagi itu ketika pria bernama Calvi masuk ke kamar, dia langsung menghentikan tangisannya.

Dia tidak mau pria ini melihatnya lemah.

Meski percuma ia menahan tangisnya mati-matian. Calvi dapat melihat mata Irina yang bengkak. Rambutnya berantakan. Bau tubuhnya juga mulai menusuk hidung Calvi. Perempuan itu masih mengenakan baju tidurnya yang kemarin.

She's totally a mess, desisnya dalam hati. Hot mess, I add. Calvi merasakan organ tubuhnya di bawah sana mulai tegang. Sebelumnya tidak pernah terjadi ia terangsang melihat wanita yang lusuh seperti penampilan Irina sekarang. Biasanya Marko menyodorkannya perempuan-perempuan cantik dengan pesolek yang menarik. Kenapa ini bisa terjadi?

Perempuan ini tidak berusaha untuk terlihat menarik padanya. Sorotan matanya yang tajam justru menunjukkan betapa tidak sukanya dia pada Calvi. Tubuhnya yang refleks menjauh ketika Calvi mendekat mengesankan dia tidak suka berada di dekat Calvi.

Nasi sudah jadi bubur.

Tidak mungkin Calvi mengubah persepsi perempuan itu tentangnya. Dia sudah membunuh semua anggota keluarga perempuan itu. Sekali pun Calvi bisa mengembalikan waktu, dia tetap tidak akan mengubah keadaan. Sudah sejak lama ia berambisi untuk menghabisi keluarga Guritnoko. Bukan semata-mata hanya karena keluarga itu menjadi saingannya. Tapi sebagai bentuk pengabdiannya pada orangtuanya.

Melihat perempuan itu bergetar dengan dirinya di kamar, Calvi justru semakin menyodorkan tubuhnya. Dia duduk di tepi tempat tidur dengan perempuan itu duduk di tengahnya.

Irina menggeleng. "Tidak, saya tidak pernah melakukan seks jika jawaban itu bisa membuat kau membiarkan saya pergi," katanya.

Calvi tertawa. "Tidak sama sekali, Sayang. Seberapa keras pun kau berusaha untuk meninggalkan tempat ini, tidak akan bisa."

"Kau sudah mengatakannya."

"Untuk menjawab rasa penasaran saya, kenapa kau belum melakukannya? Bukankah banyak pria di rumah lamamu?"

Berhubungan dengan anak buah Kak Almer, begitu maksudnya? Irina tertawa miris dalam hati. Kakaknya selalu melarangnya untuk berhubungan dengan anak buahnya. Dan Irina tidak keberatan karena tidak ada satu pun anak buah Almer yang menarik perhatiannya. Tidak ada satu pun dari mereka yang berani menggodanya. Begitu pun sebaliknya. Irina tidak pernah mencoba untuk merayu mereka.

Usianya masih terlalu muda. Dia terkadang berharap, bahwa dia akan memiliki kehidupan normal di luar sana. Dia berharap suatu hari kakaknya akan mengizinkannya pergi dari rumah dan mencari pendamping hidup atas pilihannya sendiri. Namun jika ia melihat keadaan saat ini-ia berada di rumah musuh bebuyutan keluarganya-dia rasa harapan itu hanya bisa jadi harapan saja.

"Saya belum menikah. Apa yang membuatmu bertanya demikian?" jawab Irina datar. Kapan sih pria ini pergi saja dari hadapannya?

"Odd," cibir pria itu. "Saya kenal orang-orang sepertimu. Manja. Tidak bisa apa-apa. Selalu diberikan setiap punya permintaan."

Satu-satunya permintaan Irina pada kakaknya adalah ia dibiarkan pergi dari rumahnya. Dia tidak pernah minta barang-barang mewah. Bahkan ia tidak ingat pernah meminta apapun dari kakaknya selain yang satu itu.

Irina tidak menggubris komentar Calvi. Dia diam saja.

"Tidak mungkin orang sepertimu tidak pernah meminta laki-laki yang bisa memuaskanmu," tambah Calvi.

"Itu bukan urusan kau, kan?"

"Jawab saya, Irina. Apakah kau tidak suka melihat saya telanjang seperti tadi malam? Apakah kau tidak merasakan apa-apa?"

Tidak pernah sebelumnya Irina melihat pria bertelanjang bulat seperti tadi malam. Dia biasa melihat laki-laki bertelanjang dada di rumah lamanya, saat anak buah Almer latihan bela diri di halaman belakang rumah. Tapi saat itu ia tidak merasakan apa-apa. Dia kagum dengan bentuk tubuh yang bagus. Hanya sekadar kagum saja.

Tapi yang terjadi tadi malam, berbeda. Jika dia bukan pembunuh keluarganya, Irina akan sangat mengaguminya. Selama ini Irina mengira pria tinggi, bertubuh atletis, dengan wajah mirip aktor Hollywood Matt Bomer hanya ada di dunia khayalan. Kenyataannya tidak begitu sejak ia melihat Calvi. Dan harus Irina akui, semalam ketika pria itu menunjukkan tubuhnya yang penuh otot, Irina merasakan ada sesuatu yang menjalari sekujur tubuhnya.

Sesuatu yang tidak pernah dirasakannya sebelumnya.

Namun untuk apa memberikan jawaban yang diinginkan pria itu? Jawabannya yang terus terang akan menyenangkan pria itu. Dan dia tidak membuat orang yang sudah membunuh kakaknya senang!

"Tidak sama sekali," dustanya.

Obsesi sang MafiaWhere stories live. Discover now