EMPAT

41.1K 1.4K 95
                                    

Melihat perempuan itu menatapnya dengan takut, keinginannya untuk meniduri perempuan itu semakin kuat.

Dijilatinya leher perempuan itu sambil ia menanggalkan pakaiannya sendiri. Untuk setengah jam ia menggumuli perempuan itu. Namun rasanya aneh ketika ia melakukannya.

Perempuan ini manis. Rambutnya yang hitam kelam sebahu. Lehernya yang panjang. Dadanya yang ranum. Perutnya yang rata. Baju tidurnya yang semi transparan menunjukkan lekuk tubuhnya yang indah.

Secara fisik, perempuan ini termasuk perempuan idaman Calvi.

Di hadapan perempuan itu Calvi sudah telanjang bulat. Hanya saja ketika tangannya hendak turun ke bagian bawah baju tidur perempuan itu, ia tidak bisa melakukannya.

Goblok kau Calvi, makinya dalam hati.

Sudah dua puluh tahun Calvi tidur dengan sembarang perempuan. Dia bisa menemukannya dengan mudah. Tinggal berdeham ke anak buahnya, tak lama kemudian anak buahnya akan membawakan perempuan cantik padanya. Tapi tidak kali itu.

Perempuan itu tidak menikmati ciumannya. Perempuan itu tidak menyukai sentuhannya. Padahal berapa banyak wanita yang ingin ditiduri olehnya? Banyak! Berapa banyak wanita yang ingin disodorkan padanya? Jawabannya tetap banyak. Banyak sekali wanita yang ingin berada di posisi Irina saat ini-wanita simpanan bos mafia-Calvi Soekmabintoro. Karena Calvi bukan hanya menghadiahkan simpanan-simpanannya barang mewah, ia juga tahu bagaimana memuaskan mereka.

Tapi entah mengapa kemampuannya di ranjang seakan hilang.

Calvi menjauhkan diri dari perempuan itu. Ia turun dari tempat tidurnya, meraih jubah tidur dari dalam lemari dan memakainya.

Entah malaikat apa yang membisikinya. Dia tidak bisa melakukannya. Dia tidak...tega.

"Kau benar-benar tidak menggairahkan," kata Calvi datar. "Istirahatlah. Besok saya akan melatihmu untuk memuaskan saya. Jika kau gagal, nasibmu akan berakhir seperti abangmu."

Aku ingin sekali mati saat ini, desis Irina geram. Lebih baik aku menyusul kakakku daripada harus berada di sini!

"Kapan saya bisa pergi dari sini?" tanya Irina.

"That would be probably.... Never." Calvi tersenyum menyeringai."Lagipula kau tidak punya apa-apa sekeluarnya kau dari sini. Selain itu banyak yang mengincarmu selain saya."

"Siapa?"

Siapa yang mengincar saya dan melakukan hal lebih keji darimu, pikir Irina kesal. Saat ini dia tidak berani mengatakan apa yang ada di benaknya. Dia tidak siap disiksa lagi. Kemudian dibunuh pria yang ada di dekatnya. Sekali pun ia harus mati, ia tidak mau dalam keadaan tidak berdaya seperti ini. Ia mau menghancurkan pria yang membunuh Almer lebih dulu.

"Kau benar-benar innocent, Irina. Kau tidak tahu apa yang dilakukan Almer di luar sana."

Irina menggeleng. "Saya tidak tahu."

"First, Almer mulai mengambil pelanggan saya. Dia juga diam-diam melaporkan bisnis saya ke polisi." Pria itu berdecak. "Saya merasa buruk sekali pada kakakmu. Dikiranya semua bisa selesai dengan bantuan polisi. Begitu saya tahu dia mencoba menghancurkan bisnis saya, saya serang rumah kalian."

"Hanya karena itu? Karena itu kau datang dan membunuh semua orang?" tanya Irina menahan tangis. Dia tahu dunia Almer begitu gelap-tapi dia tidak tahu akan ada orang sekejam seperti pria ini. "Kenapa tidak kau bicarakan baik-baik saja? Kenapa kau harus mengambil...."

"Please, tangisanmu sungguh tidak berguna saat ini, Sayang," kata Calvi jemu. "Saya juga tidak akan takluk pada air mata buayamu." Pria itu berdecak. "Well, Almer berurusan dengan orang yang salah. Dia memang lebih tua dari saya, tapi saya lebih mengerti menjalankan bisnis ini."

"Saya ingin pergi. Saya janji saya tidak akan bicara pada siapa-siapa tentang kau dan bisnismu. Lagipula saya tidak tahu siapa kau," kata Irina dengan nada memohon.

"Saya Calvi Soekmabintoro. Sama sepertimu, orangtua saya mati saat saya kecil. Kau tahu siapa yang bunuh orangtua saya? Orangtua kau! Saya tidak tahu bagaimana Almer membesarkanmu, tapi seharusnya kau tahu bahwa keluarga kita bermusuhan sejak lama."

Irina tahu. Kakaknya seringkali menyatakan kebenciannya pada keluarga Soekmabintoro. Kak Almer memberitahunya bahwa keluarga itulah yang menyebabkan orangtua mereka meninggal. Namun setiap Irina bertanya lebih lanjut, Kak Almer tidak menjawab. Kakaknya seakan muak menceritakan keluarga itu.

"Lalu kenapa kau biarkan saya hidup?" tanya Irina datar. "Saya anak dari orang yang membunuh orangtuamu."

Obsesi sang MafiaWhere stories live. Discover now