DELAPAN

30.7K 1.2K 57
                                    

Suara tembakan itu menghantui Calvi. Dia ingat bagaimana dia mengangkat pistolnya, menujukannya pada pria yang menggoda istrinya. Kejadiannya begitu cepat. Tahu-tahu darah perlahan mengalir ke kakinya. Suara jeritan Dewi membuat Calvi semakin degil. Dia menodongkan pistolnya ke wanita itu....

Calvi tidak mau mengingat kejadian itu lagi.

Dia turun dari kursinya, berjalan ke arah kamar Irina. Dalam hati ia penasaran apa yang sedang dilakukan perempuan itu sekarang. Apakah Irina masih tidur? Sepertinya dia bukan perempuan yang gemar menghabiskan waktu dengan tidur. Begitu Calvi membuka pintu kamarnya, ia mendapati Irina sedang duduk di dekat jendela dengan buku di tangannya.

Perempuan itu suka membaca buku rupanya.

Di kamar itu memang terdapat rak buku yang besar. Sebelum kamar ini digunakan Irina, Calvi sering menghabiskan waktu di sana hanya untuk membaca dan melamun di sana.

"Saya yakin anak buah saya sudah kemari memberitahumu bahwa kita akan menikah."

Irina mengangkat mukanya dari buku yang dibacanya. "Ya, dan saya menolak." Lalu tanpa memedulikan Calvi dia menundukkan mukanya lagi untuk membaca.

"Apakah kau selalu ketus pada semua laki-laki?"

"Laki-laki yang membunuh keluarga saya, ya," jawabnya tanpa menoleh sedikit pun.

"Tanpa atau dengan persetujuanmu kita akan tetap menikah, Irina," kata Calvi sambil berjalan mendekati perempuan itu.

"Apakah memang tidak ada cinta dalam hidupmu? Apakah hanya darah yang menjadi kesenanganmu?" Perempuan itu menutup bukunya dan berdiri menatap Calvi. "Kau salah kalau kau mengira aku takut padamu. Kau bunuh aku sekarang pun aku tidak peduli. Lebih baik mati daripada harus menjadi..."

Plak! Belum selesai ia bicara Calvi sudah menamparnya. Lagi. Calvi dapat melihat darah di sudut bibir perempuan itu dan dia hanya menatap Irina datar saja.

"Tidak ada yang menanyakan pendapatmu, Irina. Sebaiknya kau belajar menjadi istri yang baik daripada kurang ajar seperti itu."

"Saya tetap tidak mau!"

"Kalau begitu saya tidak punya pilihan. Saya akan menghamilimu."

Cara Calvi mengatakannya begitu tenang sampai Irina tidak percaya dengan pendengarannya. Irina berusaha menjauhi pria itu. Percuma. Pria itu menahan kedua bahunya dan membawa tubuhnya dengan mudah ke tempat tidur.

"Sekarang, saya akan benar-benar menidurimu. Jangan harap kau akan mendapat kenikmatan. Inilah harga yang kau bayar atas keketusan kau terhadap saya."

Perempuan itu meronta di bawahnya namun Calvi tidak peduli. Dia merobek bagian atas perempuan itu. Irina bahkan sampai memukuli dada pria itu. Untuk sesaat Calvi tidak bisa bernapas mengagumi bentuk dada perempuan itu. Calvi melepaskan dasinya, dan menggunakannya untuk mengunci pergelangan tangan Irina ke atas kepala perempuan itu agar perempuan itu berhenti memukulnya.

Lalu dikecupnya leher perempuan itu. Dari sana mulutnya terus ke bawah, ke bawah, dan semakin ke bawah sampai ia tiba di tempat paling sensitif perempuan itu. Didengarnya perempuan berteriak sangat kencang. Dalam hati Calvi menertawakannya. Kamar itu kedap suara. Tidak akan ada yang dengar. Sekali pun ada, siapa yang berani mencegah Calvi?

Setelah ia selesai di bawah sana, Calvi menurunkan celananya. Dimasukinya Irina dengan kasar. Untuk pertama kalinya mereka melakukannya. Dapat dilihatnya air mata Irina yang mengalir deras. Tangisannya pun semakin pelan, seakan sadar semuanya sudah terlambat. Tidak ada lagi yang bisa dilakukannya selain pasrah.

Calvi terus mendorongnya. Memasukkannya dengan hentakan-hentakan yang menyakitkan. Di bawahnya Irina hanya menggigit bibirnya menahan nyeri. Calvi tidak membawa bibirnya ke bibir perempuan itu. Belum. Dia memang ingin sekali mencium perempuan itu untuk menghentikan rintihannya karena kesakitan. Tapi setelah ia mencapai kepuasannya, ia menjauhi Irina dan memakai celananya lagi.

Sempat Calvi melihat darah di paha perempuan itu. Masa iya dia masih perawan, pikir Calvi sinis. Di detik lainnya dia turun dari tempat tidur.

"Begitu kau hamil, kau tidak punya pilihan selain menerima saya sebagai suamimu, Irina."

Obsesi sang MafiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang