EMPAT BELAS

20.1K 943 51
                                    

Setelah bekerja di Oceans, Calvi menyempatkan diri untuk pulang ke rumah. Biasanya dia mandi di klub malamnya, lalu bergegas ke kantornya di Menara SB yang berada di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan.

Dia bukan hanya menjalankan bisnis illegal. Bisnis yang diperbolehkan negara pun ia ikut terlibat. Kebanyakan orang mengenalnya sebagai direktur perusahaan properti PT SB Land, perusahaan swasta yang didirikan kakeknya sejak tahun 1970. Keluarga Soekmabintoro diketahui sebagai keluarga bisnis. Bukan hanya bisnis properti. Soekmabintoro pun memiliki bisnis di berbagai bidang seperti kelapa sawit, telekomunikasi, dan ritel. Nama Calvi pun sudah sering masuk majalah Forbes. Hanya segelintir orang yang tahu bahwa dia bos kartel narkoba.

Bisnis kotor itu sudah dijalankan keluarganya sejak generasi kakeknya. Sebelum Kakek mendirikan SB Group, Kakek mengawali karirnya sebagai pemilik Oceans. Dari sana Kakek memulai bisnisnya. Kemudian bisnisnya merambat ke mana-mana. Dari Oceans yang hanya menyediakan prostitusi, sampai bisnis itu meluas ke ranah narkoba dan perjudian. Keuntungan besar tidak membuat Kakek cepat puas. Keuntungan itu Kakek gunakan untuk memulai bisnisnya yang legal.

Calvi tidak diajarkan banyak oleh kakek dan ayahnya. Dia memiliki insting yang kuat dalam berbisnis. Setelah orangtuanya meninggal saat usianya masih kecil, Calvi belajar dan terus belajar. Dia kuliah sampai master di luar Stanford. Bukan hanya untuk menimba ilmu, tujuannya bersekolah juga untuk menambah koneksi. Di Stanford dia mengenal Moreno Danishwara, Adam Hardana, Ernaldi Prawidjaja, dan masih banyak lagi. Orang-orang yang dikenalnya di Stanford memiliki pengaruh besar terhadap karirnya. Dia tidak menemukan kesulitan untuk mendapatkan investor untuk SB Group.

Semua itu dilakukannya untuk menambah kekayaannya. Karena baginya tidak ada yang lebih penting selain kekayaan. Karena hanya dengan menjadi kaya semua orang akan mendengar kata-katanya.

***

Ia turun dari mobil sport Bentley-nya dan masuk ke rumahnya. Kamar anaknya ia datangi lebih dulu. Saat ia membuka pintu, anaknya sedang menyisir di depan meja rias.

"Morning, peanut." Calvi menghampiri Kiara dan mengecup rambutnya yang masih basah. "Sudah siap untuk belajar hari ini?"

"Miss Sarah can't come today, Papa. She's having severe fever." Kiara cemberut. "I hate when my teacher sick. I wanna learn so bad, Papa."

"I can teach you."

"But you are busy, Papa."

Calvi tersenyum, mengangguk. "I am sorry, peanut. But on the other side, you can play with your dolls today."

"Can I play with the girl you brought into this house?"

"Not today, Kiara. But soon you'll get to know her."

"She seems nice."

"How do you know?" Calvi mengernyitkan dahi.

"When Bibi brings food for her, the door is open."

"And have you ever said anything to her?"

"No, Papa. You have told me not to talk with strangers."

"Good, that's my daughter." Diciumnya anaknya lagi. "Sekarang, mainlah. Papa mau ke kantor lagi."

Sebelum ke kantor Calvi ke kamar Irina. Perempuan itu sedang berdiri di dekat jendela yang terbuka lebar. Posisi perempuan itu membelakanginya. Dan karena langkah Calvi yang pelan dan tidak bersuara, perempuan itu tidak menyadari keberadaan Calvi di belakangnya.

Diperhatikannya perempuan itu untuk beberapa saat.

Calvi mengira perempuan itu akan melompat. Atau berusaha kabur. Perempuan itu hanya berdiri mematung di sana, membuat Calvi penasaran, apa yang dipikirkan perempuan saat itu?

"Ehm," deham Calvi.

Sontak perempuan itu membalikkan tubuhnya.

"What are you thinking?" Calvi mendekatinya.

"I was thinking... Nothing." Perempuan itu memilih untuk menolak menjawab. "It's none of your business."

"We are about to be married," kata Calvi mengingatkan. "Anything about you is my business, even your inside thoughts."

"That's so silly. How can you tell if I lie?" Perempuan itu menantangnya.

"I can tell when people lie. I am used to it."

Kemudian sorotan wajah Calvi berubah dingin. Lagi-lagi dia teringat pada apa yang dilakukan istrinya padanya.

Mengapa setiap ia bersama Irina, Dewi selalu membayang-bayanginya?

"How many people have you murdered, Calvi?" tanya Irina tidak menutupi rasa penasarannya.

"Many."

"Yet you still want to marry me, the sister of your enemy. The enemy you murdered."

"What's your point?"

"Kau bertanya apa yang kupikirkan, dan aku hanya menjawab. Itu yang aku pikirkan."

"Jadi seharian kau hanya memikirkan itu?"

"Ya."

"Mengapa tidak kau pikirkan hal lain?" Calvi memberikan saran. "Seperti belajar untuk memuaskan saya. Melayani saya. Kau boleh bertanya pada pelayan mengenai saya."

Ha? Mengapa Calvi ingin sekali diperlakukan seperti itu? Kayak anak remaja saja. Berharap diperhatikan! Bahkan saat remaja Calvi tidak punya waktu untuk berpacaran. Dia terlalu berambisi untuk menjadi bintang pelajar agar tujuannya untuk kuliah di Amerika tidak terhalang oleh suatu apa pun.

"I did. Hasilnya tidak baik."

Calvi tersenyum menyeringai. "Saya tidak kejam jika kau tahu caranya bersikap, Irina."

"Ada sesuatu yang harus saya katakan padamu."

"Say it."

"I am pregnant. Aku meminta pelayanmu untuk membelikan tiga testpacks dan hasilnya positif. Jika kau masih ragu, kau bisa bawa aku ke dokter."

Mata Calvi membeliak lebar. Dan ketika Irina melihat permukaan wajahnya, ia tahu ada sesuatu yang tak beres. Irina sudah siap melempar vas bunga di dekatnya jika Calvi berani melakukan sesuatu padanya. Namun pria itu tidak melakukan apa-apa selama beberapa menit.

Irina menebak-nebak, apakah pria ini bahagia? Atau pria ini justru tetap pada rencananya? Akan membunuh Irina setelah Irina melahirkan anaknya?

Pria itu tidak berkata apa-apa, kemudian membalikkan tubuhnya dan meninggalkannya.

WHAT THE HELL, teriak Irina dalam hati. Irina memang benci pada pria itu. Dia bahkan tidak mau jadi istri pria itu. Tapi bagaimana pun pria itu adalah ayah dari bayinya! Bagaimana bisa tanggapan Calvi seperti itu? Bahkan reaksinya tidak bisa disebut tanggapan. Pria itu pergi begitu saja!

Irina tahu pria ini tidak punya hati. Dia sanggup membunuh siapa saja. Namun bukankah pria itu menginginkan anak darinya? Itu kan yang dikatakannya selama ini? Mengapa pria itu tidak terlihat senang? Sekali pun ia harus membunuh Irina setelah anak itu lahir, seharusnya ia tetap bahagia. Apakah karena... mereka belum tahu kelamin bayinya?

Irina menggigit bibirnya. Apapun kelamin anakku nanti, aku akan tetap menyayanginya. Aku akan tetap berjuang untuk hidup agar aku bisa membesarkannya dengan kasih sayang. Agar anakku tidak kejam seperti ayahnya!

Obsesi sang MafiaWhere stories live. Discover now