DUA PULUH EMPAT

7.8K 314 19
                                    

Calvi tidak menggubris perubahan wajah Irina yang memerah. Tentu dia melihat reaksi istrinya ketika dia melisankan kata 'ibunya'. Irina tahu pria itu tak sedetik pun mengalihkan matanya darinya. Ketika Irina memerhatikan wajahnya, pria itu tampak datar.

Kadang aku lupa, keluhnya. Kadang aku lupa dia ini kan tidak punya hati dan perasaan! Barangkali dia tidak sadar bahwa aku, istrinya walaupun tidak cinta padanya, dapat tersinggung saat suamiku membahas mendiang istrinya.

Sekalipun dia sadar aku tersinggung, apakah dia akan mengubah wajahnya yang datar itu?

"Katakan pada saya sejujurnya, Irina. Apakah ada laki-laki yang pernah dekat denganmu sebelum saya? Atau ada yang pernah mencoba mendekatimu?"

"Apakah kau lupa bahwa dulu aku tinggal di rumah kakakku dan tak pernah sekali pun kutinggalkan rumah itu?" tanya Irina.

"Ya, bisa saja kau bertemu laki-laki itu di pesta yang digelar Almer. Almer pasti pernah kan mengundang rekan-rekannya ke rumah?"

Irina menggeleng. "Tidak. Tidak ada satu pun orang lain yang tahu tentang rumah itu." Kecuali kau.

"Kecuali saya, kan," jawab Calvi, dan dia... tersenyum lebar.

Dia memang sudah gila, maki Irina. Apa maksud senyumannya? Apakah dia ingat pada hari di mana dia membunuh semua orang di rumah? Apakah hal itu membuatnya senang?

Geez.

Selama Irina menyiapkan makanan untuknya Calvi terus mengawasinya. Barangkali pria ini takut aku meracuninya, pikir Irina. Jika aku ingin membunuhnya, bukan dengan cara itu. Suatu hari nanti akan kupikirkan bagaimana membunuhnya dengan cara yang paling menyakitkan. Sama menyakitkannya seperti ia membunuh kakakku.

"Tidak banyak yang bisa kubuat untukmu," kata Irina sambil menuangkan sop sayur bening ke mangkuk. "Tapi aku bisa jamin kau tidak akan mati memakan sop ini." Kemudian dihidangkannya mangkuk itu ke hadapan Calvi.

Calvi menyendokkan sesuap kuah ke mulutnya. "Hmm, not bad." Lalu dengan lahap dihabiskannya sop itu. "Kau bisa tidur. Saya pergi lagi."

"Ke mana?"

"None of your business," jawab Calvi dingin. Dia turun dari kursi bar, kemudian berjalan ke lift dengan Irina yang membuntutinya. "Jangan tunggu saya. Jika saya tidak kembali, kau bisa menghubungi Abel. Bukankah dia sudah menawarkan diri untuk membantumu?"

"Jadi kau mendengar percakapan kami," kata Irina pelan. Sangat pelan sampai dia tidak mendengar suaranya sendiri dengan jelas.

"Kau bisa menghubunginya. Mengajaknya kemari dan bicara jika kau kesepian. Tapi jangan pernah tinggalkan penthouse ini. Kalau kau sampai berani, saya janji akan membunuhmu, Irina. Dan bukan hanya kau. Saya juga akan membunuh orang-orang yang membantumu pergi dari sini."

"Kau tidak perlu khawatir," jawab Irina tenang. "Saya tidak punya tempat lagi selain di sini." Karena semua yang saya miliki sudah kau renggut.

***

"Your wife is slut," kata Kakek di telepon. "I asked Marko to track her past. And the results are not good!"

"What do you mean not good," jawab Calvi sambil berjalan mendekati mobil Lexus-nya di parkiran gedung penthouse.

"Apakah kau tahu Almer pernah menjualnya pada Ikram Karjadi?"

"Itu tidak mungkin. Irina masih perawan saat saya menidurinya."

"Goblok kau, Calvi. Berapa banyak wanita yang bisa memalsukan darah saat melakukan seks? Banyak!"

Calvi mematikan sambungan. Notifikasi email dari Marko masuk ke ponselnya. Dalam email itu terdapat foto yang diambil dari CCTV. Di foto itu Irina dengan.... Ikram Karjadi di beberapa tempat, dan kebanyakan di restoran yang berbeda-beda. Kemudian yang terakhir ada foto keduanya sedang tertawa di...

Ruang santai penthouse tempat singgahnya sekarang!

Calvi yang tadinya hendak mendekati mobilnya, membatalkan niatnya. Dia bergegas mendekati lift namun seseorang memukulnya dari belakang sangat keras.

Dia tergelepar tak sadarkan diri.

Obsesi sang Mafiaحيث تعيش القصص. اكتشف الآن