TIGA PULUH

6.6K 248 5
                                    

Tak ada jawaban dari Irina.

"Katakan padaku di mana abangmu sekarang."

"Apakah kau betul-betul lupa, Calvi?" tanya Irina bingung.

"For God's sake, stop playing, you bitch!" bentak Calvi geram. "Tell me where fucking he is!"

"Aku tidak bisa menjawabnya karena aku betul-betul tidak tahu."

"Enough!"

Tiga anak buah berbadan kekar dengan wajah seram masuk ke kamar mereka. "Bawa dia ke tempat biasa," perintah Calvi. Mereka menurut dan menarik-ralat-menyeret Irina dari tempatnya berdiri.

"Calvi, apa yang terjadi?" tanya Irina kalut.

Calvi tidak menjawab. Dia hanya menatap dingin melihat Irina dibawa di depannya. Setelah Irina keluar dari kamar, dia menelepon asistennya. "Batalkan penerbangan besok. Saya akan sedikit lama di sini."

Ada sebuah ruangan di penthouse yang tidak diberitahu pada Irina. Sebuah ruangan dengan pencahayaan yang kurang. Kotor dengan debu yang berseliweran di langit-langitnya. Ruangan itu biasa dipakai Calvi untuk memberi perhitungan pada anak buahnya yang berbuat kesalahan. Banyak hal buruk terjadi di sana. Semua hal itu terkait dengan penyiksaan dan seringkali pembunuhan. Calvi tidak segan menutup mulut siapa saja untuk melindungi bisnisnya. Dia juga tidak menoleransi kelalaian. Satu kelalaian bisa menimbulkan masalah besar untuk bisnisnya. Caranya adalah membungkam mulut mereka untuk selamanya. Ya, dengan membunuh. Dan di sana, Irina akan menghabiskan waktunya sampai ia mengaku.

"Bos akan mengeluarkan Anda setelah Anda siap untuk memberitahu," kata salah satu anak buah Irina sebelum mereka meninggalkannya di sana.

Pintu ruangan itu ditutup. Penglihatan Irina tidak terlalu jelas karena ruangan itu terlalu gelap. Tempat itu juga dingin dan bau. Ia duduk di dekat pintu dan menyandarkan kepalanya di sana. Perlahan, air matanya mulai turun.

Seharusnya aku tidak menangis, pikir Irina. Mungkin ini hormon yang membuatku sangat emosional. Aku tahu dia orang gila, tapi ini sangat gila dan tidak bisa kumengerti. Ada apa sebenarnya? Mengapa Calvi menanyakan keberadaan Almer? Bukankah dia sudah menembak Almer di hadapanku? Apakah mungkin ada orang yang mudah lupa ingatan seperti Calvi?

Tubuh Irina bergetar karena kedinginan. Dipejamkannya matanya. Tuhan, tolong berikan petunjuk. Ada apa sebenarnya? Apa yang harus kulakukan agar bisa keluar dari sini?

Tubuhnya sudah lelah dari tadi. Dengan keadaan seperti itu ia tetap tidur walau dengan mimpi yang tak jelas. Tidurnya pun tak nyenyak. Entah berapa lama ia tidur, tahu-tahu ketika ia membuka kedua matanya, ia melihat lutut Calvi.

Pria itu berdiri di hadapannya.

"Why is it so hard for you to answer?" tanya Calvi datar. "Aku tahu kau hanya mata-mata Almer." Rahang Calvi mengeras. "Aku tahu kehamilanmu juga bagian dari rencana busuk kakakmu."

"Aku tidak mengerti," jawab Irina acuh tak acuh. "Dan aku tidak peduli lagi dengan tuduhanmu. Seharusnya kau membunuhku dari awal. Seperti yang kau lakukan pada kakakku."

"Get up."

Irina tidak bergeming.

"I said get up!"

Dengan lemas Irina berdiri. Ia berhadapan dengan Calvi di ruangan yang gelap itu. Baru saja berdiri, pipinya dipukul sampai keras hingga kepalanya membentur pintu di dekatnya.

Pukulan itu.

Mengingatkan Irina pada pukulan yang dilakukan pria itu sesudah membakar rumahnya. Menyadarkan Irina bahwa Calvi sama sekali tidak berubah. Dia masih pria tak punya hati.

"Aku tetap tidak menjawab," sahut Irina lirih.

"Saya paling benci dengan pengkhianat, Irina. Awalnya saya pikir kau tidak tahu dengan skema busuk kakakmu. Tapi sekarang saya tahu, bahwa selama ini kau berpura-pura tidak tahu mengenai kematian palsu kakakmu. Sekarang katakan di mana keberadaannya!"

"Kalau sedang tidak capek aku akan melayani kemarahanmu. Tapi aku tidak mengerti. Kematian palsu! Apa pula itu, Calvi?"

"Kakakmu masih hidup dan saya yakin, kau tahu di mana dia sekarang."

"Kak Almer masih hidup?" tanya Irina terbelalak.

Calvi berdecak. "Nice acting, Irina. Katakan padaku sekarang di mana dia!"

Sekali pun aku tahu aku takkan memberitahumu, pikir Irina. Tapi aku senang, jika apa yang kau katakan benar, bahwa Kak Almer tidak mati. Lalu apa yang terjadi?

"Saya yakin kau juga tahu Almer pura-pura mati agar bisa selamat dari Moreno dan Pavel. Tidak saya sangka, malah sayalah yang ditipu olehnya."

Tidak hanya kau. Aku pun juga tertipu.

"Kau akan tetap berada di sini sampai kau beritahu saya, Irina. Lebih cepat lebih baik karena saya bukan orang yang sabar menghadapi penipu sepertimu!"

Irina tidak peduli dengan kata-kata nyelekit Calvi. Dalam hatinya ia senang karena sang kakak masih hidup. Bahwa ia masih punya keluarga di dunia ini. Namun kesedihan itu juga merambati pikirannya. Karena kakaknya, ia harus teriksa dengan Calvi.

Calvi meninggalkannya seorang diri di situ. Setelah mendengar pintu dikunci, Irina duduk lagi di dekat pintu. Pagi takkan datang dengan cepat hari itu. Sekali pun ia masih bertemu dengan pagi, untuk apa lagi hidupnya? Seandainya dia bisa keluar dari hidup Calvi, apa yang bisa dilakukannya? Dia sudah kehilangan semuanya. Dia tidak punya apa-apa. Dia juga tidak punya keahlian untuk mencari uang. Selama ini orang lainlah yang memberikannya makan.

Obsesi sang MafiaWhere stories live. Discover now