SEMBILAN

29K 1.1K 43
                                    

Perempuan itu tidak menjawab. Irina menarik selimut untuk menutupi tubuhnya. Air matanya terus mengalir walaupun sudah tidak ada isakan yang terdengar.

Ketika Calvi meninggalkan kamarnya, Irina menghapus air matanya. Kalau aku hamil, aku akan berusaha kabur dari sini, tekadnya. Sebenarnya aku tidak sudi mengandung anaknya. Tapi jika itu terjadi-harus terjadi-aku tidak boleh membiarkannya ada di dekatku. Aku tidak mau anakku dididik oleh orang seperti dia!

***

Satu bulan berlalu. Selama sebulan kemarin Irina hanya di kamar. Dia terpenjara di rumah mewah Calvi. Aktivitasnya hanya tidur dan makan. Makan pun tidak selalu ia habiskan. Sejak Calvi mengambil keperawanannya pria itu tidak pernah lagi ke kamarnya. Irina juga tidak pernah bertanya pada pelayan yang selalu mengantarkan makan. Walaupun sebenarnya ia penasaran, masih hidupkah pria itu?

Irina tertawa miris setiap ia ingin melontarkan pertanyaan itu. Pertanyaan itu hanya sampai ujung lidahnya saja. Jika pria itu mati, bukankah ia terbebas dari penyekapan ini? Ya, penyekapan. Tidak ada kata yang tepat untuk menggambarkan apa yang dilakukan pria itu padanya selain penyekapan. Dia dikurung, diberi makan, dan itu saja.

Hidup tanpa Calvi menimbulkan rasa tenang untuknya. Dia memang tidak ingin bertatap muka dengan pria itu. Adakah sedikit hati nurani di dalam sanubari pria itu? Adakah perasaan bersalah di hatinya? Apakah baginya keperawanan tidak ada artinya? Irina tidak bisa melupakan rasa sakit hatinya. Dia benar-benar tidak punya apa-apa. Dia tidak punya keluarga, harta, dan harga diri. Semuanya sudah diambil pria itu.

Irina hanya tidak mengerti. Apa salahnya hingga pria itu memperlakukannya sangat kejam? Ya, Irina tahu orangtua Irina telah mengambil nyawa orangtua pria itu. Almer juga pernah berusaha menghancurkan bisnis Calvi. Lalu mengapa harus Irina yang membayar semuanya?

Pria itu sudah tidak punya hati.

Sekali pun Irina tidak perlu mengeluh dan menggerutu terhadap sikap pria itu padanya. Walaupun hatinya menjadi beku setelah diperkosa pria itu. Pria itu telah mengambil satu-satunya yang tersisa dalam hidupnya tanpa seizinnya. Irina masih ingat kejadian naas itu. Setelah Calvi berlalu dari kamarnya, ia tidak bisa bergerak. Seharian ia berada di atas tempat tidur dengan baju yang terkoyak. Dia tidak bisa melakukan apa-apa.

Semuanya. Semuanya sudah hilang!

Namun jika Irina terus lemah ia akan terus disiksa pria itu. Dia harus mencari siasat untuk kabur dari rumah pria itu. Tapi bagaimana caranya? Kamarnya selalu dikunci dari luar. Keluar dari jendela pun ide yang buruk sebab ia berada di lantai paling atas. Dan dari jendela ia bisa melihat pengawal Calvi yang siaga berdiri di setiap sudut pagar rumah. Jadi ia tidak punya pilihan selain menuruti Calvi.

Untuk saat ini.

Ia terus berharap, dan terus berharap, akan ada jalan untuk pergi dari tempat nista ini.

Sebulan terakhir Irina tidak pernah tidur di atas ranjang Dia memilih untuk tidur di atas karpet. Setiap ia melihat tempat tidur, rasa sakit dan marah timbul di hatinya. Dan yang paling menyakitkannya, tidak ada satu hal yang bisa ia lakukan selain menelan kepahitan di rumah itu!

Siang itu Irina sedang membaca buku di tepi tempat tidur. Selain makan, dia hanya membaca buku apa saja. Harus ia akui koleksi buku Calvi menarik perhatiannya. Dari yang bergenre romantis sampai misteri. Irina tidak mungkin hanya tidur dan melamun saja. Untuk menghilangkan rasa bosan, setidaknya ia menyelesaikan membaca dua buku.

Suara dehaman terdengar dari pintu.

Ia menoleh. Calvi berdiri tegak di sana.

"Satu minggu lagi kita akan menikah. Sore nanti desainer akan memilihkan gaun untukmu."

Nada pria itu bicara selalu datar, bahkan terkesan kaku. Irina perlahan menggeleng. Bagaimana meyakinkan pria itu agar tidak menikah?

"Kenapa kita harus menikah?" tanya Irina dingin. Dia menutup bukunya. "Bukankah orang sepertimu pasti biasa punya simpanan?"

"That is correct." Pria itu mengangguk. Tanpa diundang-ya dia memang tidak perlu diundang untuk melakukan apa saja di rumahnya-dia mendekati Irina.

Irina mulai tegang. Dia takut ditarik lagi ke tempat tidur seperti yang dilakukan pria itu sebulan lalu. Tapi yang ditakutinya tidak terjadi. Pria itu memang berdiri di dekatnya, tapi dia tidak melakukan apa-apa.

"Orang manja sepertimu tidak akan tahu bagaimana sulitnya mendapatkan uang," sahut pria itu dengan nada meremehkan. "Oke, saya jelaskan padamu. Saya butuh pendamping dan anak laki-laki yang bisa meneruskan usaha saya. Jika saya sudah mendapatkan anak laki-laki darimu, semua usaha Kakek saya di Eropa langsung bisa dikendalikan oleh saya."

"Kenapa harus saya?" tanya Irina bingung. "Kenapa harus saya yang kau jadikan..."

"Istri dari konglomerat? Saya tidak mau anak saya lahir dari perempuan yang tidak jelas. Saya tahu kau siapa. Dan saya juga tahu kau tidak akan macam-macam begitu jadi istri saya."

"Saya tidak pernah bermimpi menikah tanpa cinta. Saya tidak pernah bermimpi melakukan itu tanpa cinta. Saya tidak bisa..."

"Kau bisa minta apa saja dari saya, tapi jangan yang satu itu. Tidak akan ada cinta untuk siapa pun yang bisa saya berikan."

"Kenapa tidak kau bunuh saya saja?"

Obsesi sang MafiaOpowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz