12

710 37 0
                                    

"Zahra, asli kau pelit!" pekik Zapp terus-terusan, dan selama ia menjerit itulah Steven harus menepuk mulutnya beberapa kali karena suara lelaki berambut silver itu benar-benar mengganggu suasana di rumah sakit.

"Cukup, Zapp. Sehabis ini kalau kau masih ribut juga, kau akan langsung ku buat masuk rumah sakit." ancaman itu hanya membuat Zapp mampu memasang muka lemas dan lesu.

"Aku belanja banyak karena merasa berterima kasih kepada sepupuku itu, dia rela menenangkanku bahkan sampai mengasuh anak-anak ketika aku hanya bisa menangis dan meraung-raung akan keadaan Klaus-san seharian ini. Dia rela ku repoti padahal dia sendiri mau mengurus Leo-kun dan apartemen. Dan pekerjaan kantor kita saja menumpuk sekali karena ia meng-handle posisi sekretaris "

Zahra kemudian menghela nafas.

"Baiklah, kau akan kuberikan juga termasuk Steven karena aku juga berterimakasih kepada kalian berdua yang sudah membantuku tadi ketika aku ingin berbelanja dan justru malah dihadang oleh para cecunguk sialan itu. Selebihnya nanti akan kutaruh diruang rawat karena aku akan meminta tolong kepada Virza dan Leo untuk menginap disini untuk satu atau dua malam ini. Jadi jangan protes lagi." ujarnya kemudian, membuat Zapp mengerling.

"Makasih, Danna!"

* * * *

Setiba ketiganya diruang rawat, mereka melihat Virza dan Leo yang masih tertidur, namun lain halnya dengan si kembar yang sudah terbangun dan sibuk berceloteh satu sama lain dengan posisi masih digendong menghadap dada bahkan saling tertawa tanpa harus membuat sang bibi serta calon paman mereka terbangun.

Zahra yang menatap itu hanya bisa terkikik membiarkan kedua putranya bermain dalam keadaan masih dalam gendongan. Ia masuk diiringi Steven dan Zapp lalu menaruh kantung belanjaan mereka.

"Arkha dan Aran tidak ingin digendong dulu? Takut Virza dan Leo bangun." tanya Steven pelan begitu ia membungkukkan badan dan menjajarkan wajahnya disamping wajah Zahra dan menatapnya dari jangkauan sudut pandangannya, gadis itu kemudian menggeleng sambil tersenyum.

"Selagi mereka tidak rewel, biarkan saja. Dirumah selalu dibiarkan seperti itu setiap kali mereka bangun tidur, biar manjanya tidak kelewatan disaat mereka beranjak dewasa, apa lagi jika mereka punya adik nanti. Bahaya." balas Zahra, yang diikuti cengiran lebar.

"Selalu?"

"Hmm. Kalau ada yang buat mereka tidak nyaman atau lapar, bakal ada saatnya mulai mewek. Tenang saja, selagi mereka begitu tak apa. Nanti juga mengantuk lagi kok kalau mereka capek lagi." balasnya, kemudian berjongkok di asoi belanja dan mulai mengobrak-abrik semua belanjaannya.

Steven pun berinisiatif membantu, lain hal nya dengan Zapp yang mulai mengeribiti si kembar dan membuat keduanya cekikikan dengan gemas tanpa mengganggu Leo dan Zahra yang masih terlelap tidur.

"Zahra, Leo dan sepupumu jadian?" tanya Steven penasaran, gadis itu melirik sekilas ke arah Steven melalui jangkauan pandangannya, lalu berfokus lagi pada kegiatannya yang mulai menyusun barang satu per satu.

"Iya, pas ciuman tadi pagi juga sudah ketahuan, bukan? Cuma belum tau pasti kapan mereka meresmikan hubungannya. Biarkan saja, Tuhan yang mengatur hati mereka seperti itu. Tuhan mampu membolak-balikkan hati dan perasaan manusia dengan mudah dan sesuka hatinya, itu yang mereka rasakan." ucapnya mengingatkan, membuat Steven membeo.

"Apalagi Leo-kun sempat galau karena sebelum pernikahanku dengan Klaus-san, ia ditinggal mati oleh kekasihnya karena gadis itu meregang nyawa demi menyelamatkan Hellsalem's Lot karena ia merupakan salah satu inti pelindung kota, bukan? Ada bagusnya kakakku yang satu itu mampu membuat Leo-kun melupakan rasa sakitnya dimasa lalu. Si sipit itu jangan dibiarkan terpuruk terus, tidak baik." lanjut Zahra dan membuat gadis itu berbicara panjang lebar dibalik sikap tenangnya dan tidak kepo dengan urusan hati sang sepupu serta pacarnya itu.

Steven hanya mendengarkan dan menyetujui apa kata sang wakil ketua, karena apa yang di katakan Zahra memang benar. Ada bagusnya Leo harus segera move on dari masa lalunya. Dari pada di ratapi terus, ada baiknya memang begini. Bisa-bisa anggota lelaki paling muda itu bisa depresi jika seperti itu terus.

Setelah selesai, Zahra bangkit dan merenggangkan tubuhnya sesaat, lalu mendekati Leo dan Virza lalu menerjang Zapp.

"Minggir dasar hentai! Enyah kau dari sepupu dan calon ipar serta anak-anakku!" omelnya sambil memasang muka garang, Zapp yang diterjang pun langsung ngomel-ngomel tidak jelas yang langsung di balas dengan dengusan oleh Zahra.

"Virza, Leo-kun, bangun dulu." ucap Zahra sambil mengguncang-guncang tubuh keduanya secara bergantian setelah ia mengoper Arkha kepada Steven dan menggendong Aran saat ini. Keduanya kemudian menggeliat sesaat dan mengerjapkan matanya masing-masing.

Zahra menjauh, membiarkan keduanya tersadar dari rasa kantuk mereka yang perlahan menghilang. Virza yang kesadarannya mulai pulih kemudian merasa aneh, selain menyadari si kembar sudah di ambil alih oleh sang bunda serta Steven, ia menoleh kepada Leo yang masih tidur ayam karena malas bangun.

Betapa terkejutnya ia ketika menyadari bahwa Leo memeluknya disaat mereka berdua secara tak sengaja tertidur disaat masih menggendong sikembar yang terlelap didalam gendongan mereka tadi. Dengan cepat, wajahnya langsung memerah bak kepiting rebus dan mendorong lalu menerjang Leo sampai terjungkang dari sofa, membuat si sipit menjerit kemudian.

"Ke- kenapa kau mendorongku!? Sakit, tau! Untung si kembar udah digendong sama Zahra-san dan Steven-san!" pekiknya sambil memegang pinggang dan kepalanya yang sakit akibat terjatuh setelah terkena dorongan serta terjangan kekasihnya.

"Dasar kampret! Gak usah sok polos! Jijik aku!" balas Virza tak kalah heboh.

Zahra hanya terkikik melihat kelakuan keduanya diikuti oleh Steven dan Zapp. Leo kemudian ngeh jika ketiduran tadi, ia memeluk Virza. Kemudian ia menjerit.

"Astaga! Astaga! Maafkan aku! Maafkan aku!" pekiknya begitu menyadari apa kesalahannya tadi, Virza dengan muka merahnya hanya bisa menjerit tertahan dan mendengus sebal.

"Kalau bukan di rumah sakit sudah ku jadikan daging cincang kau!" ancam nya.

"Astaga! Kau kenapa jahat sekali!" balas Leo tak kalah heboh.

Zahra menghela nafas kemudian menengahi keduanya.

"Sudah, jangan ribut lagi. Kalian mandi dan makan dulu sana. Aku sudah belanja banyak. Leo-kun, Virza, bisa menginap disini untuk satu atau dua malam ini?" tanya Zahra kemudian, keduanya menoleh dan berfikir sejenak.

"Baiklah, tidak masalah." ucap Virza menyetujui permintaan sang adik.

"Kalau Virza setuju, otomatis aku ikut." Leo pun ikutan menyambung jawaban Virza.

"Kau tidak bisa ditinggal sendirian kan? Kau minta aku asuh kan?" sindir Virza sambil tersenyum nakal dan centil, Leo pun menjelit dan menatapnya sebal biarpun matanya masih tetap sipit.

"Pacar kampret emang."

Virza mencibirkan lidahnya.

"Gini-gini juga ngangenin kan? Gitu aja kok repot, mas."

"Sudah, sudah. Sana pulang dulu terus ke sini lagi. Ku tunggu." balas Zahra, berusaha menenangkan keduanya lagi.

Ia merasa takut keributan mereka justru membuat keadaan Klaus tidak sembuh-sembuh karena ia tak bisa istirahat biarpun sebenarnya Klaus tak akan mendengar ocehan keduanya ditengah keadaannya yang masih belum sadar.

* * *

Tbc

Virza's Destiny [✔]Where stories live. Discover now