47

744 29 0
                                    

Usia kandungan Virza yang sudah berjalan 1,5 bulan mulai sedikit menampakkan perut buncitnya, memang tak terlalu kelihatan jika sekilas, namun disaat tertentu akan terlihat jelas karena si kembar tiga memang ingin orang tau bahwa sang bunda tengah mengandung mereka.

Sudah seminggu sejak kemarahannya dengan Zapp ketika dikantor, dan selama seminggu ini pula ia memilih untuk diam tanpa menegur Zapp yang terlihat takut-takut untuk menegurnya setiap kali bertatap muka.

Gadis itu ingin menegur lebih dulu, tapi moodnya yang suka labil karena ketiganya membuat ia harus mengalah dari egonya untuk mengakhiri kesalahpahaman yang sedang terjadi selama seminggu belakangan ini.

Karena jika dipaksa, justru emosinya malah naik dan ia malah lepas kontrol seperti keributan kecil kemarin. Ia menghela nafas ketika mendapati Zapp masih mencuri pandang padanya, lalu menegur lelaki bersurai putih perak itu.

"Zapp." panggilnya pelan ketika ia sudah berjalan mendekati Zapp ditengah keributan kantor yang selalu hingar bingar, membuat lelaki hitam manis itu mengurungkan niat untuk menghidupkan rokoknya yang sudah tersempal dimulut lalu menoleh ke arah gadis 18 tahun yang saat ini sedang berdiri disampingnya sembari ia melepas benda itu dari mulutnya.

Karena mengingat Virza sedang hamil ditambah rokok juga tak baik untuk kesehatan wanita hamil, baik dari rokok maupun asapnya, itulah kenapa ia tak jadi menghidupkan puntung rokoknya tadi.

"Ada apa?" tanyanya begitu melepaskan benda itu dari mulutnya.

"Seharusnya aku yang tanya begitu. Kau kenapa melirikku setiap hari seminggu belakangan ini? Memangnya ada yang aneh?"

Yep, Zapp sebenarnya tau karena ia memang sering tertangkap basah oleh gadis itu ketika ia menatapnya. Jujur, sejak keributan kemarin ia tak pernah punya nyali untuk menegur Virza karena takut jika gadis itu mengamuk lagi, bahkan sampai menangis dan kembali berurai air mata, bisa mampus dia.

"Itu ... Aku minta maaf soal kejadian minggu lalu. Itu salahku, sungguh." ucapnya memberanikan diri dengan suara lirih, namun masih tertangkap jelas oleh pendengaran gadis remaja yang masih termangu ditempatnya saat ini.

Virza tersenyum lembut, lalu menggeleng.

"Aku juga salah, aku terlalu sensitif kemarin mungkin memang efek dari anak-anak. Padahal waktu masih hamil Aidan sama Ardan aku sama sekali tak pernah begini sebelumnya. Jadi ... Aku juga minta maaf. Disini kita sama-sama salah jadi yaaahhh ... Saling koreksi diri aja kayaknya deh ya. Benar kan, KK?" tanyanya kemudian sambil memiringkan sedikit tubuhnya kepada sosok KK yang baru saja mendaratkan pantat cantiknya dibangku kosong yang ada di samping Zapp.

Ibu dua anak itu mengangguk, dia menyetujui ucapan rekannya barusan karena kebetulan ia juga mendengar obrolan keduanya secara tak sengaja ditengah kehebohan yang sedang terjadi karena ulah Leo dengan Chain, tak luput Steven bahkan Klaus juga meributkan sesuatu yang tak ada faedahnya sama sekali.

"Lebih baik seperti itu, dan kalian saling memaafkan bukan?"

"Tentu saja!" sahut keduanya serentak, mereka kemudian saling tatap selama beberapa detik, lalu terbahak.

"Ya ampun, saking takutnya aku kalo kau masih marah, aku malah gak punya nyali buat negur duluan, eh kau yang negur duluan ujung-ujungnya. Aku ini lelaki yang sangat payah bukan?" ujar lelaki itu.

Virza mengangkat kedua bahunya.

"Entahlah, aku sendiri sama bingungnya."

Ia menghela nafas, lalu menatap kedua manik mata Zapp lekat-lekat.

"Tapi setiap orang juga beda-beda. Nggak bisa maksa."

Zapp yang mendengar itu hanya bisa nyengir.

"Benar juga, sih."

Leo kemudian menoleh dan menatap ke arah Virza yang saat ini sudah bersenda gurau dengan Zapp serta KK yang duduk didekat keduanya, ia tersenyum karena mood istrinya sudah kembali bagus.

"Mereka sudah akur ternyata." celoteh Gilbert.

"Hmm, ternyata memang butuh waktu saja untuk mendamaikan mereka setelah ku beri arahan pada Virza. Soalnya takut berpengaruh ke anak-anak kalo dianya labil melulu." balas Leo yang baru saja menghempaskan tubuhnya ke atas sofa, merasa lelah dengan kehebohan yang baru saja dilakukannya.

Semoga kau sehat terus sampai lahiran nanti, sayang.

* * * *

Virza yang saat ini baru kelar memasak mi goreng super pedas karena efek ngidamnya itu pun langsung menyantap mi yang masih dalam keadaan lumayan panas itu, membuat rasa pedas pada masakannya itu langsung mencuat dan peluh langsung memenuhi wajahnya karena rasa pedas itu langsung terasa seketika.

Leo yang mencium bau masakan yang dominan dengan bau pedas itu seketika langsung berlari dari ruang keluarga meninggalkan si duo yang masih asik dengan mainan mereka dan mendapati istrinya tengah memakan masakannya yang sangat pedas itu diruang makan.

"Virza? Kamu makan mi merah gini? Bau cabenya nyengat banget, Za!"

Virza yang berkeringat pun menoleh ke arah Leo, lalu nyengir setelah meminum air putih yang ada di gelas nya hingga kandas tak bersisa sedangkan mi yang dimakannya sudah nyaris tiga perempat porsi yang dihabiskannya.

"Aku pengen, anak-anak yang mau jadi aku makan. Enak." ucapnya pelan, Leo kemudian mencomot sedikit mi tersebut dengan garpu yang dipegang oleh istrinya, seketika berlarian ke dekat galon dan buru-buru meminum air yang sudah dituangnya ke dalam gelas hingga habis, dan sudah dilakukannya sampai tiga kali, namun rasa pedas yang menempel diarea mulutnya tak juga hilang.

"Za! Ini pedes nya keterlaluan! Kamu nyiksa anak-anak!? Buang!" hentak Leo, membuat Virza seketika menghentikan kegiatan makannya.

Gadis itu juga pada akhirnya menyerah dan menuruti permintaan Leo, ia merasa hatinya potek karena bentakan suaminya barusan, namun ia tersadar jika maksud Leo itu baik.

Setelah selesai mencuci piring dan minum es teh yang membuat rasa pedasnya langsung hilang, Leo menarik bangku yang ada disamping Virza dan duduk disamping istrinya yang masih termenung sembari menatap gelas es teh manis yang baru setengah diminumnya.

"Maafin aku sayang, aku nggak mau marah sama kamu. Sungguh. Aku cuma khawatir sama kalian kalo makan yang pedesnya sampai segitunya. Maafin aku, Za. Maaf." ucapnya penuh penyesalan.

Virza menoleh, ia tersenyum lalu mengangguk. Berusaha mematahkan rasa egonya untuk tidak melawan dan membantah, karena apa yang dilakukannya tadi juga salah. Ia sadar akan hal itu.

"Aku juga minta maaf. Lain kali aku nggak ulangi lagi."

"Janji?"

Gadis itu mengangguk patuh.

"Janji."

Leo tersenyum, kemudian merentangkan kedua tangannya lebar-lebar.

"Sini deh peluk aku biar adem kamunya, aku tau kamu pengen ngambek tapi kamu matahin rasa ego kamu sendiri biar gak ada keributan."

Istrinya tersenyum riang, lalu memeluk erat Leo dan dibalas tak kalah eratnya.

"Aku salut sama kamu ditengah keadaan kita yang serba riweh. Kamu bisa ngalah pas kondisi begini, kamu masih bisa nurut ditengah kelabilan kamu karena anak-anak, pokoknya kamu istri yang luar biasa." jelas Leo.

"Kalo bukan karena kamu juga yang selalu sabar sama aku, aku bisa apa?" tanya Virza lirih.

Keduanya kemudian hening ditengah kegiatan mereka, sampai pada akhirnya mereka terkejut saking lupa jika Aidan dan Ardan ditinggal berdua saja oleh Leo diruang keluarga dan saat ini mereka sedang mewek.

"Maafin Ayah sama Bunda, sayang!" pekik keduanya kemudian setelah mereka berlarian dari ruang makan dan menggendong masing-masing dari keduanya.

Demi anak, demi anak! Sayang anak, sayang anak!

* * *

Tbc

Virza's Destiny [✔]Where stories live. Discover now