42

550 20 0
                                    

"Ha? HAMIL KATAMU!?"

Suara teriakan Virza dan Leo memenuhi ruang periksa, Luci yang melihat respon itu sepertinya mampu menebak jika keduanya tak sadar akan kehamilan Virza.

"Gejalanya pasti terasa beda kan di bandingkan dengan waktu hamil Aidan sama Ardan?"

Virza mengangguk.

"Dulu pas hamil mereka gak ngerasain gejala apa-apa, malah habis mual sama diperiksa itu gejala mualnya langsung hilang, terus bisa kerja kayak bisa. Ugal-ugalan juga masih bisa." terangnya.

"Kita cek USG dulu, pastiin kembar ato nggak."

Ajakan itu membuat Virza mencelos, ia jadi kepikiran dengan kakak kembar.

"Mereka belum setengah tahun, umur setahun aja belum gimana ceritanya?" ucapnya pelan, namun ucapan itu masih mampu didengar Leo.

"Maafkan aku, kalau tau aku keluarkan diluar kemaren."

Gadis itu menoleh ke arah Leo, lalu tersenyum manis.

"Udah terlanjur, gak apa. Daripada di tunda terus keburu tua, iya kan? Udah berkah ini di titip anak lagi."

Mendengar respon positif tersebut, Leo sumringah.

"Kalo gitu ayo buat banyak-banyak!"

Ajakan penuh semangat itu kemudian mendapat cubitan super dari Virza.

"Tunggu mereka gede! Minimal dua tahun lagi, inget! Ini untung aja jarak si kembar ama adeknya setahun, coba kalo nggak, bisa mampus!" balasnya pelan.

Luci yang mendengar itu hanya menghela nafas, kok bisa dua rekan kerjanya ini bisa kejar target masalah anak.

Lain halnya dengan Zahra dan Klaus yang masih menunggu sekitar setahun tiga bulan lagi jika mereka ingin Arkha dan Aran punya adik, dan rencana awal mereka yaitu jarak keduanya harus beda tiga tahun dari adiknya jika rencana program atas kegiatan tambah anak tersebut jadi.

"Nanti jelasin ke yang lain gimana ya? Uuh, gakuku ganana ih." ujar Virza resek.

"Diem aja dulu, nanti mereka bakal sadar sendiri sama gejala kehamilanmu kalau kau ada mual-mual atau ada gejala lain, Za." balas Luci.

"Saran yang tepat." sahut dua sejoli tersebut kompak.

* * * *

"Berita baiknya kondisi kandungan sehat walafiat dan usianya sudah dua minggu lebih nyaris tiga minggu, dan berita buruknya yah ... Begitu." ucap Luci menggantung ucapannya.

Virza mampu menerka dari ucapan dokter organisasinya itu.

"Kembar lagi, kan?"

Luci mengangguk.

"Sepertinya kalian berdua memang lagi berkah dapat anak kembar ya selama dua kali kehamilan, Zahra juga kehamilan pertamanya justru dapat anak kembar. Sejarah keturunan kembar dari pihak keluarga kalian kuat sekali." balasnya sambil membersihkan gel yang digunakan untuk memeriksa kandungan Virza sebelum gadis itu beranjak duduk.

Ia menghela nafas.

"Aku harap adik kembarnya sikembar ini kuat dan baik-baik saja. Oh ya, kembar dua kan?"

Sang dokter terdiam sesaat.

"Luci-san?" tegur Leo pelan.

"Tiga."

Mendengar itu, Leo dan Virza hening tak memberi respon sedikit pun, masih tak percaya.

"Tiga. Kembar tiga." ucapnya memperjelas sambil mengacungkan jari nya yang memberikan kode 'tiga', yang menandakan kode bahwa kehamilan kedua Virza saat ini kembar tiga.

"Astaga!" pekik Virza tertahan.

Leo merasa saat ini tubuhnya disambar petir, bagaimana bisa kehamilan kedua istrinya bisa sampai kembar tiga sedangkan kembar dua saja dirumah berasa riweh bukan main (buat dia sendiri, kalo Virza mah nyaman-nyaman aja dibikin sibuk sama anak-anak).

"Za, gugurin aja!"

Ocehan itu pun membuat Leo mendapat tabokan super keras dibelakang kepalanya.

"Kambing! Enak aja! Darah dagingmu juga ini, main suruh gugurin aja! Gak mikir kamu!?" omelnya kesal.

Ia menggeram kesal, kemudian merenggangkan genggamannya dan mengelus perutnya yang masih datar, dimana didalamnya ada si trio.

Perkataan tersebut membuat Leo terdiam. Jika dipikir lagi, apa yang diucapkannya barusan itu benar-benar salah. Ditambah suasana awal kehamilan istrinya saat ini sedang naik turun parah.

"Maaf." cicitnya.

"Lain kali jangan lagi." balas Virza pelan, berusaha tak ingin berdebat dan mempermasalahkan apapun lagi karena ia memikirkan ketiga janin nya saat ini.

"Baiklah."

Tak lama kemudian, Luci kembali kedalam ruangannya membawa asoi kecil dan menyodorkannya kepada Virza.

"Ini suplemen untukmu, jaga-jaga saja. Kalau merasa aneh atau ada apa-apa, cepat minum sesuai dosis dan gejala. Jangan berlebihan biar tidak memberikan efek yang buruk pada anak-anak."

Virza mengangguk.

"Terima kasih, Luci."

"Oh iya, kalian mau hasil USG sikembar? Biar kucetak."

"Boleh, rangkap empat ya!" ucap Virza riang.

* * * *

Dikantor, Zahra dan Klaus yang melihat kedatangan keluarga mereka setelah keduanya tiba dikantor lebih dulu pun langsung menghampiri Virza dan Leo.

"Sudah selesai masalahnya?" tanya Klaus, Virza mengangguk.

"Bukan masalah yang serius, tak apa. Kami cuma tak yakin tadi bawa anak-anak bersama kami." balas Virza.

"Biasa aja kali, Za. Mereka udah gue titipin ama Ayah, Bunda tadi barengan Arkha sama Aran."

"Makasih, btw itu si Zhean mana?"

Zahra mengendikkan kedua bahunya.

"Lagi ngilang tu bocah dari sebelum kesini, paling ama temen-temen sekolah plus kuliahnya dulu."

Pandangan Klaus kemudian tertuju ke asoi kecil yang sedang dipegang oleh si sipit.

"Itu asoi apa?"

Pertanyaan itu membuat Leo terkaget, lain halnya dengan Virza yang memutar kedua bola matanya akibat kecerobohan Leo yang tak menyimpan asoi berisi suplemen kesehatannya itu kedalam saku celananya.

Zahra yang menyadari ekspresi pasangan itu kemudian merebut asoi dengan cepat lalu mengintip, bahkan sebelum Leo bereaksi pun ia tau jika itu sudah terlambat.

Gadis itu terkejut ketika melihat kegunaan obat-obat tersebut.

"Za, elo?"

* * *

Tbc

Virza's Destiny [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang