#Part 9

8 0 0
                                    


Akupun mengganti bajuku, dan cuaca saat malam masih hujan deras. Sambil menghangatkan tubuh yang masih kedinginan aku diam sejenak sambil menunggu waktu makan malam. Mengistirahatkan kaki ku yang sedikit pegal dan melelahkan setelah acara musik tersebut. Bi Ineung tiba-tiba datang dan menyuruhku untuk segera makan malam bersama Bunda dan kakakku. Akupun turun menuju ke ruang makan dan membawa handphone di tanganku.Sapaan hangat Bunda menyambutku, tapi aku sedikit menghiraukannya. Tak biasanya Bunda menyapaku mungkin sedang tidak ada pekerjaan bisnisnya. Sebuah kursi telah disediakan bi Ineung untukku di sebelah kakakku. Tapi aku lebih memilih duduk bersama adikku Reynan. Adikku yang sangat lucu itu merasakan hal aneh terhadapku karena tak biasanya aku tak duduk bersama kakakku.

" Kak Asya kenapa duduk sini?" tanyanya dengan polos.

" Ga apa-apa Rey, kakak kangen aja duduk bareng Reynan, ga apa-apa kan kakak duduk disini." Jawabku tersenyum padahal aku risih pada kakakku.

" Sayang kamu tidak ada masalah kan sama kakakk mu?" tanya Bunda.

" Ga ada ko Bun." Jawabku santai sedikit cuek.

" Kalo lo risih sama gue kita selesaikan sekarang!" sahut kakakku sedikit menyindir.

" Maksud lo apa? Lo mau memojokkan gua di depan Bunda kan? Haha secara Bunda pasti belain lo!" Jawabku risih.

" Kalian kenapa sih? Ada masalah apa? Cerita sama Bunda?" tanya Bunda.

" Bunda tanya kenapa sama dia? Ga mood makan!!" jawabku pergi ke kamar.

Aku pun langsung pergi ke kamar dengan risih dan masih marah terhadap kakakku soal tadi. Aku tak keberatan tidak makan malam saat ini tapi yang pasti selera makan ku hilang begitu saja. Tiba-tiba ada yang mengetuk pintu kamarku. Aku pun membukanya ternyata Reynan adikku yang datang ke kamarku membawa makanan untukku. Tak pernah terbayangkan adik sekecil Reynan membawakan makanan untuk kakaknya yang sedang tidak mood makan. Dengan tangannya yang kecil mungil dia membawakan makanan dalam piring di tangannya.

" Makasih sayang..tapi kak Asya ga laper." Sahutku menolak dengan lembut.

" Kak Asya harus makan, kakak belum makan nanti sakit gimana?" sahut adikku meyakinkan.

" Nanti kak Asya makan ya, Reynan makan dulu gih..masa kakak makan Reynan belum.." sahut manjaku padanya.

" Ohh iya, ya udah Reynan makan dulu ya kak. Tapi nanti kakak makan jangan boong." Jawab adikku dengan kepolosannya dan pergi untuk makan.

Terkadang aku merasa sedih memikirkan adikku itu pada usianya yang masih kecil tapi ia sudah mempunyai rasa peduli apalagi untukku sebagai kakakknya. Aku merasa sangat sedih apalagi saat ia jatuh sakit dan terbaring di kasurnya dengan lemah. Dan yang paling membuatku sedih dia menderita sakit yang berat. Dimana ia harus bulak balik rumah sakit hanya untuk membeli obat dan kontrol. Aku selalu berpikir biarkanlah penyakit itu aku yang derita,justru jika penyakit itu bila adikku derita yang ada aku yang merasakan sakitnya melihat adikku terbaring lemas gara-gara penyakit itu sendiri.

Penyakit hati yang adikku derita biarlah aku yang derita, adikku masih kecil dia mana sanggup untuk menahan rasa sakitnya. Apakah aku harus melihat dia kesakitan di rumah sakit, menangis menahan rasa sakit itu. Adikku terlahir bersama penyakit itu dan aku selalu menyalahkan Bunda untuk penyakit adikku itu. Kenapa Bunda tak menjaga kehamilannya waktu itu dengan baik? Jika dia menjaganya dengan baik adikku takan seperti ini.

SolidaritasDonde viven las historias. Descúbrelo ahora