#Part 10

7 0 0
                                    


Tapi aku sangat menyanjung adikku itu, dia hebat dia kuat sampai sekarang dia masih tetap bertahan dan terus melawan penyakitnya itu. Walau aku terkadang terlintas dalam pikiranku bagaimana jika suatu saat nanti adikku sudah tak kuat lagi dengan penyakit itu. Apa yang akan terjadi padanya? Jika sesuatu terjadi padanya aku tak segan untuk menghukum diriku sendiri. Aku akan selalu menjaganya seperti pepatah ayahku.Hujan sangat deras mengguyur kota ini saat gelap mulai menguasai malam ini yang sangat dingin. Saat duduk di kasurku yang mpuk tiba-tiba aku mendapat berita buruk di telepon.

" Hallo? " tanyaku.

" Sya lebih baik sekarang lo ke rumah sakit! Ini gue Randy!" jawabnya.

" Apa? Siapa yang sakit?!" tanyaku panik.

" Erick..cepetan! yang lain udah pada disini. Jangan banyak tanya lu ke rumah sakit aja secepatnya!!" jawab Randy di telepon.

" Oke-oke gua kesana secepatnya!" jawabku sambil bergegas pergi.

Tak banyak berpikir langsung saja berangkat menuju rumah sakit. Dengan langakah terburu-buru hampir saja aku terpeleset dari tangga. Karena aku terburu-buru mengundang kehawatiran Bunda yang sedang menikmati makan malam. Sempat aku ditanya Bunda namun aku sangat buru-buru untuk menjelaskan. Sigap mengambil helm dan kunci motor sport ku. Hujan deras tak terasa mengguyur tubuhku saking paniknya.

Jalanan yang licin seakan menjadi mulus walau berlubang saking kencangnya aku membawa motor. Gelapnya malam tak terlihat olehku hanya ada cahaya lampu motor saja yang ada didepan. Perasaan khawatir brecampur tegang menggejolak di hati. Perasaan tak karuan badan mengigil kedinginan seakan sudah tak terasa lagi. Dengan kecepatan tinggi motor ku melaju sangat kencang tak menilai keadaan sekitar dan suasana ramainya jalan raya Ibukota.

Sesaat tak disangka-sangka sebuah mobil ada di depan ku terhenti dan menahan laju kencangnya motorku. Hal tersebut membuatku terpental cukup jauh dan motorku tergeletak begitu saja di dekatnya. Hujan semakin deras ditambah suasana yang sangat mencekam. Aku terjatuh terpentalkan tangan dan kakiku terluka cukup dalam. Tapi hal itu tak kurasa karena aku punya tujuan untuk segera ke rumah sakit. Darah pun bercucuran dari lukaku, sakit bahkan perih tak ku rasakan, tanpa menunggu lama aku langsung berdiri dan menaiki motorku kembali yang sedikit rusak.

Sang pengendara mobil pun keheranan bahkan berusaha untuk menahanku pergi karena lukakku dia berniat untuk membantuku dan bertanggung jawab, namun aku terus berusaha untuk berdiri dan langsung pergi tanpa menoleh ke belakang. Angin malam yang dingin menerpa lukaku dan badanku yang basah kuyup. Masih belum terasa perihnya lukaku sebelum sampai di rumah sakit. Saat sampai di rumah sakit langsung berlari walaupun kakiku pincang.

" Gimana keadaan Erick?!" tanyaku terengah-engah.

" Lu kenapa Sya? Itu tangan sama kaki lu berdarah!?" tanya Beni panik.

" Iya Sya lu kenapa? Erick ga apa-apa ko..dia tadi pingsan pas dirumah. Mamahnya telpon gue, jadi gue panik." Jawab Adam.

" Syukur kalo gitu, huhhh...ga apa-apa gue tadi jatoh di motor." Jawabku terengah-engah.

" Lah ko bisa? Lebih baik lo obatin lukanya ke suster." Sahut Beni.

" Tadi gue tabrakan sama mobil..gue panik denger telpon dari Randy. Gue ga liat keadaan hujan, gue bawa motor ngebut." Jawabku menjelaskan.

" lah siapa suruh ngebut?!" sahut Randy tiba-tiba.

" Ini tuh salah lu! Kenapa lu telpon gue panik jadi gue ikut lebih panik. Gue takut Erick kenapa-kenapa." Jawabku risih.

" Lebay lo?!" sahut Randy risih.

" Udah-udah, sekarang lu bantuin jalan si Rasya anterin dia diobatin terus lo anter pulang.!" Sahut Beni.

Akhirnya Randy mengantarkanku untuk di obati ke suster terdekat. Sepanjang jalan kami bertengkar soal Erick, bahkan saat kami sedang di rumah sakit yang ramai dengan orang sakit. Aku dan Randy memang sudah terbiasa untuk saling berbeda pendapat bahkan sering bertengkar. Dimanapun, kapanpu, selagi suatu hal kita berbeda pendapat maka kita akan saling menguatkan pendapat tak ingin saling mengalah.

Hampir saja gara-gara kita bertengkar menabrak seorang nenek tua, untungnya nenek tersebut tidak marah-marah dan terjatuh. Aku dan Randy saling menyalahkan dan tak ada yang mau mengalah. Dan saat aku bertengakar aku harus berusaha jalan sendiri dengan lukaku. Jalan dengan pincang membuatku semakin kesakitan ketika lukaku tergerak-gerak. Randy meninggalkanku dan dia terus berjalan menuju ruangan Erick tanpa membantuku berjalan. Dengan susah payah aku berjalan menuju ruang Erick, dengan emosi Randy membuatku semakin marah padanya.

SolidaritasWhere stories live. Discover now