#Part 20

3 0 0
                                    


Tak terasa terbangunkan sinar mentari yang hangat dan ku lihat sekeliling ah ternyata mereka ikut menginap di bascam. Sebelum kesadaranku ngumpul semua aku bergegas pergi ke kamar mandi untuk cuci muka. Dan saat menghadap cermin terkejut bukan main karena wajahku penuh lebam berwarna agak keunguan. "Ah shitt! Aku tak bisa membayangkan bagaimana bisa aku berangkat ke sekolah dalam keaadaan seperti ini. Namun bagaimana lagi ini sudah kewajibanku sebagai pelajar, masa iya harus bolos lagi." Gumamku kesal dalam hati. Setelah meratapi nasibku itu aku langsung pergi dan membangunkan para kebo yang masih pada tidur.

"Ben, bangun Ben. Woyy udah kesiangan kita ke sekolah nih! Bangun Rand! Dam woy bangun! Rick bangun Rick.."

"Apaan sih baru juga jam berapa." Sahut malas Adam.

"Ehh kamvret ini udah jam 8 nyuk!"

"Whatt!? Bangun guys bangun kita kesiangan lagi nih!" teriak panik Randy.

"Serah ah, gue mah mau mandi dulu. Yang penting lu pada udah bangun." Cetus ku.

"Hhhmmm..Kita gadang sampe jam berapa jagain si Rasya?" tanya Erick setengah sadar.

"Ntahlah sampe subuh kayanya. Udah ayo siap-siap ke sekolah."

Berangkat sekolah paling enak adalah ada yang nganterin dan gak perlu repot nyetir toh tinggal duduk manis. Karena kali ini ikut nebeng sama Erick cuma diantara dia dan Randy yang kosong. Aku lebih memilih dengan Erick setidaknya mulutnya tak seberisik Randy. Sesekali aku melihat wajahku di belakang helm Erick, wah lebam nya masih tak mau hilang juga. Baru kali ini aku babak belur dikeroyok oleh sekelompok orang yang sangat brutal itu. Dan aku masih belum bisa melupakan kejadian itu, tapi setidaknya aku masih beruntung karena sahabatku datang dan menyelamatkanku.

Saat diperjalanan aku baru tersadar kalau Erick bersamaku, dan ntah mengapa tiba-tiba aku terhanyut kedalam suasana yang tak biasa. Pagi itu cuacanya cukup cerah dan cahaya mentari menyoroti kami berdua dengan keadaan jalanan ramai lancar. Padahal rasanya aku sering diboncengi Erick tapi ntah kenapa boncengannya kali ini terasa berbeda. Aku masih terbayang saat kejadian penyelamatanku yang lalu dia terlihat sangat khawatir padaku. Dan aku melihat dia bertarung dengan gagahnya, bak pahlawan bagiku. Saat itu terasa seperti hanya Erick yang jadi peran utama yang jadi sorotan dan yang lainnya hanya hitam putih. Secara tak sadar aku memegang jaketnya karena terbawa suasana diatas jalanan. Reflek juga Erick terkejut saat menyadari aku berpegangan padanya yang biasanya aku hanya memegang pundaknya saat berboncengan.

Sesampainya di depan sekolah, sudah kuduga kalau gerbang sekolah tak pernah mengijinkan kami masuk. Secara karena kita sampai di sekolah sekitar pukul 09.00 dimana pada jam ini para siswa tengah fokus memperhatikan pelajaran.

"Ahh Shitt!! Kita telat lagi. Gimana dong?" tanya Randy.

"Ahhhhh masa iya kita bolos lagi sih." Cetus malas Beni.

"Kalo masuk sekarang pasti nanti kita disuruh bersihin WC laknat itu. Males ah gue!" sahut ku.

"Ya udahlah mau gimana lagi, daripada kita bolos kita malah buat masalah lebih besar lagi." Saran Erick.

Akhirnya kami memilih untuk tetap masuk walaupun pada akhirnya kita dihukum seperti biasanya. Tapi untunglah kali ini hukumanya adalah membereskan ratuasan buku di perpustakaan. Hukuman ini masih mending daripada harus bersihin WC jorok itu, ya walaupun harus angkat-angkat ratusan buku dan merapikannya di rak. Hal paling menyebalkan pada saat itu adalah aku jadi pusat perhatian karena riasan lebam menyebalkan ini diwajahku. Semua siswa yang berada disana terdengar berbisik disana sini karena melihatku seperti badut karena luka ini. Tetapi mau bagaimana lagi aku hanya tertunduk malu dan tetap mengerjakan hukumanku ini.

Sejenak aku merebahkan badanku yang pegal sekaligus masih pada sakit karena insiden kemarin. Aku bersandar diantara ratuasan buku yang sudah tersusun rapih dan sejenak menjernihkan pikiranku dari rasa lelah ini. Sepertinya aku mulai merasa haus tapi kakiku tak sanggup lagi untuk berjalan. Rasanya inginku lantai ini bisa begerak sendiri ke kantin dan aku tak perlu berjalan. Tapi itu adalah hal yang tidak mungkin karena kelelahan aku menjadi semakin halu. Melihat sekeliling ternyata keempat sahabatku juga merasakan hal yang sama. 

SolidaritasHikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin