#Part 19

3 0 0
                                    


Setelah itu aku langsung mencuci muka dan menghapus semua air mataku yang terkuras cukup banyak. Walau mataku terlihat sedikit sembab aku tetap percaya diri untuk melangkah keluar walau memakai masker, karena malu jika anak-anak tau seorang Rasya yang ditakuti ternyata bisa nangis juga. Tapi ya padahal aku juga manusia, gengsi lah kalo mereka tahu. Karena cukup lama aku tertanam di ruang kepala sekolah tadi, tak terasa ternyata waktu menunjukan jam pulang sekolah.

Hari ini sangat menyebalkan aku lupa jika tadi pagi berangkat sekolah tak membawa motor kan berangkat sama bunda. Dan tambah lupa pula kalo ga bawa motor biasa nebeng sama sahabatku, tapi kali ini masa iya aku hanya akan meminta tebengan sama mereka kan aku masih marah sama mereka. Mana saat itu uangku habis di pakai beli cemilan, karena terlarut dalam emosi aku lupa apa saja yang sudah ku beli sehingga uangku habis. Akhirnya karena tak ada pilihan lain akupun harus pulang jalan kaki sendiri pula. Dan pada saat aku tengah berjalan di area dekat gedung tua kosong.

"Shitt! Gimana gue pulang nih? Masa iya harus jadi copet dulu. Hhmm..sial banget sih hari ini. Akh kamvret moment nih! Fuck!" gumamku sambil menendang kaleng bekas.

Tanpa aku sadari ternyata kaleng yang ku tendang tersebut mengenai seseorang. Dan lebih mengejutkan lagi ternyata kaleng itu terlempar mengenai kepala orang yang telah jadi musuh bubuyutan kami. Terkena pada satu orang dan yang mendatangiku se RT, kebayang ga sih? Saat itu sepertinya aku akan mengalami masalah besar lagi. Dan aku benar-benar sial karena aku sedang sendiri aku tak punya dekeng atau pasukan. Dan orang itu tak lain adalah Rafli anak gengster sekolah sebelah, dia sangat terkenal dimana-mana terlebih pasukannya. Dan ga kebayang pada saat itu aku di kerumuni anak buahnya dia yang tak sedikit.

"Ohh WOW.. lihat siapa yang melempar kaleng sampe kena kepala gue yang terhormat ini?" cetusnya terlihat sangat marah.

"S.s.sorry.. gue ga sengaja." Jawabku sedikit khawatir.

"Bukankah cewe ini yang waktu itu ngehajar lo ya Raf, pas keributan beberapa hari yang lalu. Gue denger dia pemimpin pasukan yang waktu itu nyerang kita." Jelas David temannya.

"Wah lo salah orang kali, gue mana bisa berantem." Aku mengelak.

"Hajar guys!" cetusnya.

Akupun sempat berlari dan masuk kedalam gedung tua itu namun pada akhirnya tak ada pilihan lain selain membela diri karena mereka menyerangku. Tanpa ragu aku mengeluarkan semua kekuatan liarku karena sepertinya ini yang mereka inginkan, melihatku brutal. Bayangkan saja saat itu aku perempuan yang melawan sekitar 15 orang sendiri. Mereka memang sangat terkenal dengan pasukannya yang brutal dan beraninya keroyokan. Tenaga ku terisisa sedikit lagi karena tadi dipakai untuk menangis di kamar mandi. Beberapa kali aku terkena pukulan mereka, tapi aku tetap menahannya tak peduli seberapa kerasnya itu. Aku sadar kalo ternyata aku sangat membutuhkan sahabatku saat aku sedang kesulitan, dan aku tahu aku membutuhkan seseorang untuk membantuku.

"Chuhhh..(Meludah karena mulutku berdarah) ah Shitt!! Kalian beraninya keroyokan! Gue kan udah minta maaf!" teriak ku emosi dan hampir kewalahan.

"Sorry lo bilang apa tadi? maaf ? gue ga denger tuh. "

"Bangsatt lu!! Bacot dibanyakin lo, gue hajar juga lo!" emosiku kewalahan.

Perkelahian itu membuatku kewalahan dan babak belur, wajahku penuh luka lebam bahkan hidung dan mulutku berdarah. Mereka sangat sadis sekali bahkan mereka berani melawan wanita. Aku pastinya kalah jumlah mereka banyak sekali yang menyerangku hanya 15 orang, sisanya berada di dekat Rafli. Aku tahu bagiku saat diarena pertarungan aku bukanlah seorang perempuan, mereka musuhku menganggapku sama seperti mereka. Karena memang aku yang mengijinkan pasukanku menyerang maka saat itu aku rasa aku harus menanggung risiko ini. Dan akhirnya aku jatuh tersungkur dengan tak berdaya, setelah mengahajar habis 15 orang hingga babak belur lebih parah dariku.

"Cewe macam apa lo?! Kuat banget!" sahut salah seorang anak buah dia.

"Cewe emang pada dasarnya lemah, tapi gak untuk dilemahkan! Ga seperti lo pengecut! Pecundang! Beraninya keroyokan. Cuiihh, (meludah) hina banget lo!!" jawabku dengan pandangan sedikit buram.

"Lo masih bisa bacot!? Guys hajar dia lagi, kalo perlu sampe dia ga bisa ngebacot lagi!" jawab Rafli sangat marah.

"Whoaa.. ada apaan nih? Ribut ko ga ajak-ajak kita." Tiba-tiba Randy datang dengan berlari dan mencuri perhatian mereka.

"Rasya! Ya ampun lo..." panik Adam membantuku bangun.

"Bangsat lo njirr!! Laknat!! Hajar sahabat gue!! " teriak emosi Beni dan langsung bertarung.

"Beraninya lo nyakitin perempuan!!" emosi Erick meningkat dan langsung terlibat perkelahian.

Dan saat itu aku tak bisa berkata apa-apa lagi badanku terasa sangat lemas dan tak berdaya bahkan hampir tak sadarkan diri. Yang kulihat terakhir kali ntah darimana pasukanku datang bermunculan dan mengalahkan jumlah mereka. Kemudian aku sedikit membuka mataku dan melihat aku tertidur di atas kasur bascam. Wajahku perih semua karena luka pukulan dari mereka, tak hanya wajah yang sakit bahkan seluruh tubuhku terasa sangat sakit. Saat aku mulai tersadar walau sedikit pening rasanya kepalaku, terlihat Adam membantuku untuk duduk. Dan aku melihat Beni, dan Erick sangat khawatir.

"Alhamdulillah lo udah sadar." Cetus Adam senang.

"Lo pada ngapain berdiri gitu? " sahutku masih lemah.

"Seharusnya tadi lo ga pergi sendiri gitu Sya!" bentak Beni.

"Gimana kalo terjadi sesuatu sama lo hah?!" tambah Erick.

"Kenapa lo pada jadi marah sama gue sih?"

"Sya kita itu khawatir banget sama lo, untung aja tadi ada yang ngelaporin ke kita kalo lo dikeroyok. Bahkan kita ga liat jalan saking paniknya. Lo tau si Randy sampe ngedadak ngumpulin anak-anak padahal mereka udah pada di rumah." Cetus Adam.

"Gue gak minta kalian ngelakuin itu." Jawabku lirih.

Tiba-tiba Randy datang dengan membawa obat yang dibelinya..

"Keras kepala banget sih lo Sya. Kepala sama hati lo tuh udah kaya batu aja. Sini gue obatin luka lo." Celetuk Randy langsung mengobatiku.

"Sya gue sebagai sahabat lo gagal karena ngebiarin kejadian ini sampe terjadi." Sahut Beni sambil memegang tangan ku.

"Sakitt, Ren. Pelan-pelan ngapa." Rengek ku.

"Ini juga pelan Sya." Jawabnya

"Udah sini sama gue aja.." tawar Erick.

"Gue minta maaf jika gue buat lo marah Sya." Tambah Erick.

"Udahlah. Kemarahan gue terbayar impas dengan hadirnya kalian nolongin gue. Anggap aja gue udah maafin lu pada." Cetus ku.

"Jadi lo maafin kita. Mmmm.. makasih Sya." Peluk adam bahagia.

"A.a.a.aaaa sakit Dam, sakit. Badan gue sakit semua nih."

"Uuuhhh maaf..maaf. Gue seneng deh." Haru Adam.

"Gue males pulang, jadi gue bakal nginep di sini. Satu hal lagi gue pinjem baju lo pada, seragam gue penuh darah jijik liatnya."

"Lu pake aja tuh baju gue Sya." Tawar Randy.

"Oggah baju lu yang itu kan belom di cuci seminggu, ihhh bau." Jawabku mengejek.

"Enak aja dibilang bau, itu baju udah gue cuci sebulan yang lalu sih." Cetusnya menghangatkan suasana kembali.

"Dasar lo jorok banget sih Rand iuhhh." Sahut Adam.

"Ya gapapa yang penting Rasya gue senyum lagi. Ya kan Sya?" rayu Randy.

"Ahahaa apaan sih Rand, aduh ketawa aja sakit."

***

SolidaritasWhere stories live. Discover now