Prolog

1.7K 123 105
                                    

"Perihal pertemuan, tidak ada yang kebetulan semuanya sudah direncanakan. Entah itu hanya sekedar pertemuan atau untuk mempersatukan"

Semiliran angin menggoyang-goyangkan jilbab seorang gadis, yang tengah duduk di tepi danau dengan kedua tangannya yang memeluk buku. Tatapannya kosong, ia tidak bergeming sedikitpun. Air matanya terjatuh membasahi pipinya, rasa sesak yang ia rasakan nyaris membuat deru nafasnya tak terdengar. Dia terisak, teringat kejadian beberapa jam yang lalu.

Suara pecahan barang membuat seorang gadis yang lagi mengisi lembaran-lembaran soal penuh angka menghentikan kegiatannya, ia berlari keluar kamar menuruni anak tangga.

tamparan yang dilayangkan oleh ayahnya membuat air mata gadis itu terjatuh. Ia sontak memeluk ibunya  yang kini terduduk di lantai untuk melindunginya dari tangan ayahnya yang hendak melayang ke pipi ibunya untuk kedua kalinya.

"Ayah aku mohon, jangan sakitin ibu" pintanya seraya mendongakkan kepala menatap wajah ayahnya yang di dominasi oleh kemarahan.

"Ngapain kamu disini, kamu gak boleh keluar kamar sebelum nilai kamu sempurna" bentaknya dengan tatapan yang menyalang.

"Minggir kamu" ucapnya lagi sambil menarik paksa gadis yang merupakan anak kandungnya agar menjauh dari  ibunya.

Ayah gadis itu lalu menarik istrinya  menuju kamarnya, untuk memberinya pelajaran karena telah berselingkuh.

"Kamu sekarang pergi ke tempat bimbel dan jangan pulang sebelum pukul 9 malam" Ucapnya dengan suara bernada tinggi kemudian beranjak dari tempatnya seraya menarik paksa istrinya.

Gadis bertubuh mungil itu terisak, tidak ada yang bisa ia lakukan selain hanya meratapi ibunya yang ditarik paksa hingga membuatnya meringis kesakitan oleh ayahnya. Gadis itu yakin kalau ibunya tidak selingkuh, itu hanyalah kesalahpahaman yang disebabkan oleh sikap ayahnya yang tempramental dan cemburu yang berlebihan.

Sebuah bola yang menghatam kursi yang tengah diduduki oleh seorang gadis, membuat gadis itu berhenti terisak. Tangan gadis itu menyeka air matanya, kemudian matanya menyusuri sekitaran danau, mencari tau asal bola tersebut. Namun, tidak ada siapa-siapa disana. Hanya ada dirinya dan beberapa angsa yang tengah berenang di danau.

Derap langkah kaki seseorang, membuat gadis itu menoleh ke belakang. Ia melihat seorang laki-laki berpostur tubuh tinggi, kini tengah berdiri dibelakangnya. Wajahnya basah, dipenuhi oleh air keringat yang terus berjatuhan. Nafasnya tidak teratur, sepertinya ia habis bermain bola basket. Namun, yang menarik perhatian gadis itu adalah sorot mata laki-laki itu, tajam tapi terdapat sendu disana.

"Sorry" Ucap laki-laki itu datar. Tubuhnya lalu ia bungkukan, mengambil bola yang berada di dekat gadis itu. Laki-laki itu hendak beranjak, namun sudut matanya tidak sengaja melihat ada setetes air diujung mata gadis dihadapannya.

"Jangan buang air mata lo sia-sia, cuman untuk masalah dunia" laki-laki itu menyodorkan sebuah sapu tangan di hadapan gadis itu.

Gadis itu menatap sejenak sapu tangan dihadapannya, kemudian tangannya dengan ragu mengambil sapu tangan itu.

Belum sempat gadis itu berucap, laki-laki itu sudah melenggang pergi dengan mata seorang gadis yang terus menatap kepergiannya. Gadis itu lalu tersenyum kecil, ternyata sedari tadi ia tidak menyadari, bahwa ada sebuah lapangan mini bola basket di belakangnya.

Gadis itu menggelengkan kepalanya, laki-laki itu bermain bola basket dengan sangat kasar. Ia tidak habis pikir, bagaimana bisa laki-laki itu mengatakan jangan menangis, cuman untuk masalah dunia. Sementara, dirinya kini tengah meluapkan emosi pada ring basket.

Penasaran dengan kisahnya?😊
geser keatas jika sudah berada di akhir👍

Happy reading part selanjutnya😊

Perempuan KahfiWhere stories live. Discover now