GW 21

292 19 0
                                    

"Sesuatu yang kau anggap biasa, bisa jadi oranglain menganggapnya luar biasa"

"Ra, ada yang nyariin lo" Hilmi berdiri di ambang pintu kamar Sarah, dengan mulut yang terus saja menguap. Pertanda, ia masih mengantuk. Namun, seseorang dengan kebiasaan bertamu pagi-pagi itu, selalu saja mengganggunya tidur. Meminta Hilmi untuk memanggilkan Sarah. Padahal ia bisa saja menemui Sarah secara langsung. Kalau bukan sahabat, Hilmi sudah memaki-makinya karena telah mengganggu tidurnya.

Sarah menoleh ke arah abangnya, dengan raut wajah penuh tanya. Tangannya sibuk memakai kaos kaki "Siapa, bang?"

"Siapa lagi, yang sering bertamu di pagi buta kayak gini" Hilmi lalu berbalik, dan berjalan dengan gontai menuju kamarnya yang berada di sebelah kamar Sarah. Melanjutkan tidurnya yang belum usai.

Raut wajah Sarah seketika berbinar mendengar itu, mungkinkah orang yang akhir-akhir ini jarang menghubunginya telah kembali. Sarah mengambil tas ranselnya di nakas, dan mengaitkannya di kedua bahunya. Kemudian ia menuruni anak tangga dengan begitu bersemangat. Dan benar saja, mata Sarah melihat seseorang yang sudah 5 tahun tidak bertemu dengannya.

Sarah menghentikan langkahnya, begitu seseorang yang tengah menunggunya di ruang tamu, menoleh kearahnya dengan senyum yang begitu manis. Tidak banyak yang berubah dari seseorang itu, hanya ukuran tubuhnya dan kulitnya saja yang berubah, yang dulunya berwarna coklat kini berubah menjadi putih seperti aktor-aktor korea.

Seseorang itu bangkit dari duduknya, dan menghampiri Sarah yang terdiam di depan tangga. "Liatinnya biasa aja dong, gue tambah ganteng yah? Sampe lo cengo gitu" goda seseorang itu sambil terkekeh.

Mata Sarah menatap ke arah seseorang yang kini berada di hadapannya "Belum berubah juga yah, masih aja narsis"

"Bawaan, mana bisa hilang" mata seseorang itu lalu menatap Sarah dari ujung kaki hingga kepala. Ia pangling melihat perubahan Sarah, yang sekarang terlihat lebih muslimah. "Lo makin cantik yah, gue tinggal. Tambah adem gue liatnya"

Sarah tidak menanggapi ucapan seseorang di hadapannya itu, ia memilih berjalan melewatinya. Kelakuan seseorang itu masih saja kayak dulu; suka menggoda Sarah. "Kok gue ditinggal sih" Seseorang itu berbalik dan beralih mengikut Sarah yang duduk di sofa.

"Lagian kak Ezra, ngapain coba ngomong kayak gitu" Ucap Sarah begitu Ezra sudah mendudukkan tubuhnya di sofa yang berhadapan dengannya.

Ezra adalah sahabat kecil Hilmi dan Sarah, saat SMP ia harus pindah ke Seoul. Sebenarnya ia enggan untuk pindah, apalagi harus meninggalkan ibunya yang single parent. Namun kakek dan neneknya, orangtua dari almarhum ayahnya memaksanya. Ezra di bawa paksa saat ia tengah tertidur. Kakek dan neneknya itu, tidak begitu menyukai ibunya dan tidak rela jika cucu satu-satunya harus dibesarkan olehnya.

Ezra bisa kembali ke Indonesia, bertemu kembali dengan Ibunya berkat usaha ibunya yang membawa kasus pengambilan anak secara paksa ke pengadilan. Sebenarnya Ezra sudah bisa kembali ke Indonesia saat itu juga, namun kakek dan neneknya memohon kepada ibunya, agar Ezra tetap bersamanya sampai lulus SMA.

"Becanda, Ra" Ezra menatap lekat gadis di hadapannya, sikapnya belum ada yang berubah sama sekali. Masih kayak dulu; merasa risih jika dipuji olehnya.

"Kak Ezra kok pulang gak bilang-bilang sih, kan aku sama bang Hilmi bisa jemput di bandara"

"Gue mau bikin kejutan" Balas Ezra sekenanya kemudian tangannya meraih kopi dihadapannya dan menyeruputnya. "Abang lo, masih aja kuat tidur. Gue datang gak di sambut, lebih mentingin tidur lagi" Ucapnya sambil menyimpan kembali kopi di meja.

Sarah tersenyum kecil "Bang Hilmi baru tidur, semalam habis desain bangunan" Ezra hanya mengangguk mengiyakan.

"Lo kelas berapa sih, Ra. gue lupa" Ezra menyenderkan tubuhnya di sofa, mencoba menghilangkan rasa pegal ditubuhnya. Akibat perjalanan yang cukup melelahkan.

Perempuan KahfiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang