GW 11

293 28 1
                                    

"Di dunia ini ada dua siklus manusia; datang untuk pergi dan pergi untuk kembali. Sebab, manusia punya batas menunggu dan punya batas untuk menahan rindu"

Suasana hening memenuhi kamar bernuansa hitam putih yang hanya tersinari oleh cahaya matahari. Jendela kamar yang dibiarkan terbuka memberi ruang bagi angin untuk keluar masuk semaunya.

Si pemilik kamar yang berdiri di dekat jendela menikmati keberadaan angin, namun tatapan matanya sendu dan kosong. Seolah tak ada lagi kehidupan yang tersisa di dalam raganya. Deru nafasnya nyaris tak terdengar, tenggelam bersama deru angin yang menggerakkan dedaunan.

Suara ketukan pintu dari luar membuyarkan lamunanya "Masuk aja" ucapnya tanpa menoleh sedikit pun.

Seorang wanita paruh baya masuk dan menghampiri sang pemilik kamar yang masih setia menatap ke luar jendela.

"Den Kai, ada temennya di bawah" ucapnya dengan ramah lalu Kai berbalik menatap wanita paruh baya itu.

"Suruh naik ke kamar aku aja bi" titah Kai yang di balas anggukan oleh wanita paruh baya itu yang merupakan pembantu rumah tangga di rumah Kai.

Wanita paruh baya itu beranjak dari kamar Kai, lalu Kai kembali menatap ke luar jendela. Semenjak kejadian kemarin malam, Kai enggan kemana-mana dan bertemu dengan siapa pun. Tadi pagi juga ia tidak berangkat ke sekolah, sebab kaki Kai yang tertindis badan motor bengkak. Selain itu, ia juga butuh ruang untuk sendiri.

Namun, karena kedua sahabatnya yang terus saja mengirimkannya pesan sejak semalam, membuat Kai membiarkan kedua sahabatnya itu untuk menemuinya. Mungkin dengan kehadiran kedua sahabatnya, rasa sesak yang Kai rasakan akan sedikit hilang.

"Gila, betah amat lo di kamar" Ucap Rio begitu masuk di dalam kamar. Kai yang mendengar itu tidak menanggapi. Ia beranjak dari tempatnya dan pindah ke sofa yang terdapat di kamarnya.

Rio juga ikut duduk di sofa samping Kai. Sementara Danu menarik kursi yang berada di samping tempat tidur Kai lalu duduk berhadapan dengan Kai.

"Gue tau ini berat buat lo, tapi lo jangan kayak gini dong Kai. Cewek masih banyak kali. Si Vanya yang bohay itu aja masih jomlo dan setia nungguin lo" Ujar Danu. Jika ia sudah berbicara ujung-ujungnya akan bercanda membuat Rio langsung menjitak kepalanya.

"Apa sih yo, sakit nih kepala gue" Ucap Danu seraya mengelus kepalanya.

"Candaan lo tuh, gak tau situasi" Ucap Rio.

"Gue hibur kai kali, seudzhon banget sama teman sendiri" Balas Danu seraya melempar snack yang berada di meja ke arah Rio.

"Apaansih lo lempar-lempar" Rio pun tak terima, ia juga mengambil snack yang berada di meja dan melemparkannya ke wajah Danu, alhasil mereka saling lempar melempar membuat snacknya berhamburan di lantai.

"Udah berantemnya?" Kai yang sedari tadi terdiam akhirnya bicara, ia pusing melihat kelakuan kedua sahabatnya.

Rio dan Danu terkekeh "Sorry" ucap keduanya secara bersamaan dengan memperlihatkan deretan gigi mereka.

Kai menatap kedua sahabatnya secara bergantian membuat Danu dan Rio mengernyitkan dahi tanda kebingungan. "Wajah gue emang kelihatan banget yah, kalau sedang patah hati" Ucap Kai membuat tawa Danu dan Rio seketika pecah.

Kai lalu mengambil bantal yang berada di sofa dan melemparkannya ke wajah Danu dan Rio "gue lagi gak melucu" teriak Kai kesal.

"Abisnya pertanyaan lo ngakak banget tau gak" Ucap Rio lalu ia tertawa lagi.

"Seorang tukang rusuh, muka bak preman barusan ngaku patah hati. Gila sejarah baru nih" Celetuk Danu di sela sisa tawanya.

"Sialan lo" Ujar Kai seraya tersenyum simpul

Perempuan KahfiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang