GW 5

494 46 17
                                    

"Kita selalu bersama namun harapan tidak sejalan realita"

Dion menepikkan mobilnya di garasi rumah. Ia baru saja pulang dari rumah Jerry, kebiasaannya setelah pulang dari sekolah. Dion melirik jam dipergelangan tangannya yang menunjukkan pukul 10 malam. Lalu dengan langkah malas ia memasuki rumah yang didominasi warna hijau pastel. Saat membuka pintu, pandangan Dion lagi-lagi melihat sesuatu yang membuatnya enggan untuk pulang kerumah.

Rahang Dion mengeras, tangannnya mengepal, dadanya naik turun menandakan ia tengah emosi.

Brakkk..

Dion membanting tasnya membuat dua orang dihadapannya sontak menoleh kearahnya.

"Dion" Ucap seorang wanita dewasa yang memakai pakaian mini seraya merubah posisi tubuhnya yang tengah berbaring dipangkuan laki-laki menjadi duduk setelah melihat raut wajah Dion yang penuh emosi.

Dion tidak menyahuti ucapan wanita itu. Dion berjalan menghampiri mereka lalu menarik kerah laki-laki yang berada di samping wanita itu.

"Anjing lo" Satu bugeman mendarat di wajah laki-laki itu membuat darah segar keluar dari sudut bibirnya.

Belum puas, Dion lalu menarik paksa laki-laki itu agar bangkit dari duduknya dan menghajar habis-habisan laki-laki itu.

Wanita itu mencoba menghentikan Dion dengan menarik jaket Dion, tapi Dion sama sekali tidak mau mendengarkannya, Dion terus menghajar laki-laki itu sampai babak belur.

"Dion, mama yang bawa laki-laki itu kerumah, jadi dia nggak salah" teriak wanita itu agar didengar oleh Dion. Wanita itu adalah Hana-mama Dion.

Mendengar itu, Dion berhenti memukuli laki-laki itu lalu ia beralih menatap Hana "Kenapa harus dirumah ini mah?" Dion bertanya dengan nada penuh kekecewaan.

"Terserah mamah, Kamu gak usah ikut campur" ujar Hana seraya membantu laki-laki itu untuk bangkit.

"Dion mohon mah, mamah berhenti dari pekerjaan mamah yang menjijikan, Dion janji akan belajar lebih giat lagi asalkan mama mau-"

Plakkk

Tangan Hana mendarat di pipi Dion "Apa kamu bilang, berhenti? Kamu pikir sekolah dan fasilitas yang kamu gunakan dari mana Hah? Dari papa kamu?"

Dion tidak menjawab pertanyaan Hana "Jangan harap dia mau peduli sama kamu. Itu semua dari pekerjaan mama" Sambung Hana yang tak kalah emosi dari Dion.

"Lebih baik Dion gak sekolah mah, dari pada harus pake uang haram mama" Ujar Dion seraya membuka jaket yang ia pakai lalu memasangkannya di pundak Hana "Baju mama terlalu pendek, nanti masuk angin" sambung Dion lalu setelah mengucapkan itu, Dion melengos pergi. Sementara Hana langsung melepas jaket yang berada dipundaknya dan lebih memilih pergi bersama laki-laki itu tanpa mempedulikan ucapan Dion.

Dion berbaring seraya menatap langit-langit kamarnya, setelah tiba dikamarnya yang bernuansa abu-abu dengan gambar tokoh ilmuan disetiap dindingnya.

Dion sangat benci kepada ayahnya. Semenjak ayahnya pergi meninggalkannya dengan mamahnya bersama wanita lain, hidup mamahnya kini sangat hancur. Dion juga menjadi sosok yang memiliki kepribadian ganda, kadang emosinya tidak bisa ia redam dan meluapkan ke sesuatu yang berada dihadapannya. Kadang juga ia menjadi sosok yang dingin, dan menjadi panutan. Itu semata-mata ia lakukan agar mamahnya berubah, Tapi semua usahanya tidak membuahkan hasil.

Dion merogoh ponsel yang berada disaku celananya, lalu ia mencari kontak seseorang untuk menghilangkan bebannya sejenak, hanya dengan mendengar suaranya.

'Assalamualaikum' ucap seseorang dari seberang sana membuat Dion tersenyum tipis.

Seseorang itu adalah Sarah. Seseorang yang menjadi alasan Dion untuk tetap bersemangat dalam meraih mimpi dan cita-citanya.

"Waalaikusalam, sorry malem-malem ganggu" ujar Dion

'Gak papa kok. Oh ya, ada apa kak?' tanya Sarah

"Gue cuman mau bilang, besok rapat Osis ditunda dulu. Soalnya gue ada urusan mendadak. Tolong sampein juga ke yang lain" titah Dion.

'Oh gitu. Nanti aku sampein kak'

"Makasih ra"

'Iyah kak, Aku matiin yah telponnya. Assalamualaikum'

"Waalaikumsalam" balas Dion seraya tersenyum getir lalu sambunganpun terputus.

Dion menaruh ponselnya di nakas, lalu ia lebih memilih tidur untuk menghilangkan sejenak kejadian hari ini.

Sementara Sarah, Sehabis Kai mengantarkannya pulang dan bersih-bersih badan ia tidak bisa memejamkan matanya. Beberapa kali ia coba namun hasilnya tetap saja sama. Bayang-bayang Kai yang menolongnya masih saja terngiang dipikirannya.

Seorang Kai yang terkenal Bad boy ternyata memiliki sisi peduli terhadap orang yang sama sekali tidak ia kenal, membuat hati Sarah tersentuh karenanya.

Sarah yakin dibalik setiap kelakuan Kai ada alasan yang tersimpan. Namun Kai sama sekali tidak mau untuk mengutarakannya. Menurutnya Kai adalah tipikal orang yang tidak bisa berbagi masalah kepada oranglain.

***
Kai memarkirkan mobil Danu depan basement, lalu ia bergegas masuk ke dalam, bergabung bersama teman-temannya.

Kai melemparkan kunci mobil Danu "Gila, sejak kapan lo suka bawa mobil?" celetuk Rio seraya menyeruput kopi.

"Semenjak kenal sama cewek muslimah itu" timpal Danu.

Kai tidak merespon ucapan teman-tannya, ia memilih merebahkan tubuhnya di atas sofa. "Cewek yang mana?" tanya Rio penasaran.

"Lo semua bisa diem gak, gue mau tidur" Ucap Kai membuat Rio berhenti bertanya.

"Kai, tadi si Feby nyariin lo. Katanya lo gak bisa dihubungin seharian ini" ucap Rio memberitahu.

Feby adalah pacar Kai, mereka berbeda sekolah namun mereka sudah cukup lama menjalin hubungan, Sekitar 2 tahun.

"Sekarang dia dimana?" tanya Kai seraya merubah posisi tubuhnya menjadi duduk.

"Gak tau gue, palingan juga balik kerumah" jelas Rio.

"Lo hubungin dia lah Kai, dingin amat sih jadi cowok" timpal Danu.

Kai merebahkan kembali tubuhnya di sofa "Hp gue lobet" ucap Kai datar

Rio dan Danu hanya menggelengkan kepalanya melihat kelakuan sahabatnya. "Lo kalau ada masalah sama Feby, jangan diem-dieman gini dong. Kayak anak SMP aja tau gak" Ucap Rio

Mendengar ucapan Rio, Kai seketika teringat rumor yang ia dengar bahwa Feby lagi dekat sama seniornya di sekolah. Kai sebenarnya tipe orang yang gak gampang percaya begitu saja, namun tetap saja rumor tersebut menganggu pikirannya akhir-akhir ini.

"Cewek juga butuh kejelasan, kenapa lo langsung ngilang gitu aja" Ujar Rio memberitahu.

"Gue gak mau bahas ini. Gue mau istirahat" balas Kai datar.

Rio menyerah, menasehati sahabatnya yang satu ini butuh kesabaran ekstra. Pasalnya jiwa keras kepala Kai lebih mendominasi dibandingkan rasa bersalahnya setiap melakukan tindakan yang tak sesuai.

Akhirnya Rio dan Danu lebih memilih bermain PS dan membiarkan Kai sendiri, bergulat dengan segala pikirannya.

           


jangan lupa vote and komennya😂

Perempuan KahfiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang